Mohon tunggu...
NarayuPita
NarayuPita Mohon Tunggu... Lainnya - ibu

suka hujan

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Aku Ingin Seorang Pria Yang Menyuapiku Coklat

29 Desember 2024   18:05 Diperbarui: 29 Desember 2024   18:11 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku ingin seorang pria yang menyuapiku coklat

Bukan cincin emas atau tanah milik kerajaan

Hanya seorang pria dengan pesona dan coklat yang tersisa

Yang membisikkan dosa-dosa manis di udara malam 

Dengan saku seringan angin di hari terang

Kami menari dalam mimpi dan berbagi kunci yang rusak 

Janjinya kaya, meski dompetnya tidak

Cinta kami dibangun di atas rasa lapar, dan pemikiran berbentuk nougat kacang

Dia berlutut dengan sebatang coklat bergambar ayam, yang akan menentukan masa depan

"Menikahlah denganku sekarang, sebelum terlambat!" katanya

Aku yang merasakan kebahagiaan, menjawab, "Ya, sayang" 

Tanpa sadar bahwa masalah sedang mengintai

Selama berminggu-minggu kami berpesta gula 

Kemiskinan kami ditutupi oleh ciuman rasa vanilla

Tapi skema yang dibuat lebih gelap dari kopi hitam

Dan segera datanglah palu, hukum, dan hakim di pengadilan

“Sayangku,” serunya, “aku melakukannya untuk kita. Ini adalah kejahatan untuk bertahan hidup. Maafkan aku, tapi akan membayarnya tepat waktu dengan coklat, bisikan, dan kejahatan kecil lainnya.” 

Di penjara dia digulung waktu

Terkurung jeruji dingin dan bau

Tidak ada coklat untuk menyuapku

Tidak ada karamel yang dikunyah sampai gigi ngilu, dan impianku meringkuk pilu

Ketika kebebasan diberikan, dia pulang ke pelukanku

Namun dunia saat ini berliku-liku

Dan dia berjalan di jalanan buntu

Orang-orang tak mengenalnya dan berlalu

Kini dia menjadi pengangguran, dengan hutang yang tak kunjung berkurang

Namun matanya masih berbinar seperti bola-bola coklat

Dan di sinilah kita sekarang,  lebih miskin dari debu dan arang

Terikat oleh kepercayaan yang pahitnya pekat

Tahun-tahun berlalu seperti kulit kayu yang rapuh 

Dia masih menyuapku dengan cinta saat malam meluruh

Dan ketika aku bertanya, “Maukah kamu menyuapiku lagi, Sayang?” 

Dia menyeringai dan berkata, “Cokelat menyembunyikan setiap dosa.”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun