Artikel ini saya tulis bersama Budi Setiawan, mahasiswa saya yang sudah lulus dan bekerja di RSUD Bogor.
Sekitar lebih dari sepuluh tahun yang lalu, ibu saya menjalani prosedur pembedahan untuk pengangkatan rahim dan indung telur (histeroktomi). Penyebabnya adalah endometriosis, Keputusan tersebut diambil dengan berbagai pertimbangan yang sebaik mungkin. Â Terapi-terapi lainnya diperlukan untuk menanggulangi perubahan kondisi tubuh dan keadaan mental pasca operasi. Salah satu yang menolong adalah susu soya (kedelai) dan produk-produk yang mengandung soya seperti tempe dan tahu. Rupanya produk-produk tersebut selain kaya akan protein nabati, juga kayak akan senyawa isoflavon yang berguna bagi tubuh.
Â
Apa itu endometriosis yang dialami ibu saya?
Endometriosis adalah kondisi ketika jaringan yang seharusnya melapisi dinding rahim (endometrium) bagian dalam ternyata karena satu dan lain hal tumbuh di luar dinding rahim. Â Pertumbuhan endometrium ini secara alamiah akan mengikuti siklus menstruasi.
Sebelum menstruasi, endometrium akan menebal dan menjadi tempat menempelnya sel telur yang telah dibuahi. Jika sel telur tidak dibuahi, endometrium akan luruh bersama sel telur dan darah dalam bentuk menstruasi.
Penyebab endometrium tumbuh tidak pada tempatnya ini masih diselidiki. Beata Smolarz dkk (Smolars,B, dkk, 2021) bahkan menyebutkan bahwa Endometriosis adalah penyakit "misterius" dan penyebab pastinya belum diketahui. Faktor bawaan, lingkungan, autoimun, dan alergi bisa menjadi pemicunya. Endometriosis pada banyak wanita merupakan penyebab infertilitas, nyeri kronis dan penurunan kualitas hidup. Hal ini juga merupakan beban keuangan yang signifikan pada sistem kesehatan. (1)
Pada kasus yang terjadi pada ibu saya, beberapa bulan sebelum kejadian itu memang haidnya tidak teratur. Terkadang ada sebulan atau lewat dari sebulan sekali, kemudian pada suatu ketika, beliau haid dan sudah ada seminggu tidak berhenti, malah membanyak. Karena khawatir, beliau pun berkonsultasi dengan dokter dekat rumah. Dokter tersebut adalah dokter umum, ia memberikan obat untuk menghentikan menstruasi tetapi tidak mempan.
Karena kami khawatir akan kesehatan ibu, kami pun pergi ke rumah sakit mengantar ibu untuk diperiksakan ke dokter ginekologi. Dokter ginekologi melakukan berbagai pemeriksaan termasuk ultrasonografi kepada ibu. Diduga, ibu mengalami endometriosis, Dokter mengatakan tidak perlu panik berlebihan, tetapi untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, maka keputusan awal adalah pembedahan, yaitu histeroktomi.
Tidak perlu waktu lama, ayah saya pun memutuskan bersetuju dengan dokter. Segera kami meminta kepada dokter untuk menjadwalkan operasi tersebut seturut dengan prosedur asuransi- saat itu belum ada BPJS kalau tidak salah. Yang ada adalah ASKES Â (Asuransi Kesehatan) karena ayah saya pegawai negeri sipil.
Prosedur administrasi ASKES pun tidak bertele-tele, semua mengikuti alur yang jelas. Pemeriksaan lanjutan dan pemeriksaan sebelum operasi pun segera dilaksanakan. Operasi dilakukan di pagi hari, kalau saya tidak salah ingat. Tetapi tentu saja ibu tidak sadar sampai sekitar sore hari sampai pengaruh obat bius menghilang.
Singkat cerita di ruang pemulihan ibu tinggal beberapa hari dan setelah dinyatakan tidak ada komplikasi dan luka jahitan sangat bagus, kering, tidak ada tanda infeksi, ibu pun diperkenankan pulang.
Alhamdulillah, setelah penyakit endometriosisnya diangkat, ibu lebih segar. Walau seolah 'dipaksa' menopause tetapi tentunya ini adalah jalan terbaik daripada keadaan yang membahayakan nyawa ibu sebelumnya.
Ibu pun menikmati masa ini dengan tetap bersemangat, beliau tetap berkonsultasi kepada dokternya. Walau beberapa bulan kemudian mulai dirasakan efek menopause yang mengganggu. Yang paling utama adalah gangguan hot-flashes, yaitu seolah-olah kepanasan padahal tidak ada aktivitas fisik apapun, gangguan sulit tidur, dan gangguan mood --seperti murung terus. Â Dokter pun mengatakan bahwa hal ini adalah gangguan yang sering ditemui pada perempuan menopause karena gangguan hormon yaitu hormon estrogen. Adalah indung telur yang memproduksi hormon estrogen. Karena sudah tidak ada lagi indung telur, maka tidak ada lagi yang memproduksi hormon estrogen di dalam tubuh ibu, inilah salah satu penyebab keluhan ibu. Dokter saat itu menyarankan terapi hormon pengganti. Tetapi kami membaca-baca, banyak juga pemberitaan pro dan kontra tentang terapi hormon pengganti ini.
Â
Manfaat Isoflavon Pada Produk Soya Untuk Lansia
Saya lupa lagi bagaimana ceritanya tetapi kemudian kakak saya mendapatkan informasi mengenai manfaat susu kedelai (soya) untuk wanita menopause. Selain itu juga di pasaran sudah banyak yang menjual susu soya baik kemasan cair ataupun bubuk.
Studi epidemiologi menunjukkan adanya hubungan antara negara-negara yang mengonsumsi soya dan penurunan gangguan hot flashes. Asupan soya diperkirakan empat hingga sembilan kali lebih besar di negara-negara Asia seperti Jepang, Korea, Tiongkok, Taiwan, dan Indonesia, dibandingkan di negara-negara Barat seperti Amerika Serikat, dan wanita di negara-negara Asia melaporkan insiden hot flashes yang jauh lebih rendah. (10--25%). (2)
Menurut banyak informasi yang terpercaya seperti publikasi ilmiah, memang soya dan produk soya banyak mengandung senyawa isoflavon. Â Isoflavon merupakan faktor kunci dalam soya sehingga bahan makanan berbasis soya dapat memiliki potensi untuk memerangi penyakit tertentu. Nama senyawa isoflavon yang ada di soya adalah genistein dan daidzin.
Isoflavon pada soya ini bersifat mirip dengan hormon estrogen yang seharusnya ada pada perempuan. Senyawa isoflavon pada soya inilah yang dianggap bertanggung jawab atas aktivitas fisik efek seperti estrogen, sehingga mengurangi gejala menopause seperti hot-flashes, (2)
Orang Asia sendiri ternyata tidak pernah kekurangan konsumsi isoflavon dari soya. Orang Asia biasa mengonsumsi 20 mg hingga 80 mg isoflavon genistein per hari, hampir seluruhnya berasal dari soya atau bahan makanan yang berasal dari soya, 120 g tahu menyediakan 30 mg hingga 40 mg genistein. (3)
Produks soya pun baik untuk mempertahankan massa otot, mengurangi kolesterol, dan menghindari osteoporosis.
Ibu saya rajin mengonsumsi produk  soya , Karena memang makanan seperti tahu dan tempe adalah makanan sehari-hari, maka kini menjadi menu wajib. Untuk susu soya, biasanya kami berlangganan dari tukang susu kedelai yang suka lewat rumah kami.
Walau sedikit --sedikit terkadang ada keluhan, tetapi saya melihat ibu saya tetap aktif --untuk ukuran orang yang memasuki lanjut usia dan sudah menopause, Beliau suka berjemur dan sambil jalan kaki keliling kompleks perumahan sambil menunggu tukang tahu dan tempe langganannya, juga tukang susu kedelai.
Kata siapa untuk sehat di usia lanjut memerlukan biaya yang mahal? Banyak sekali makanan asli di negara kita yang sudah mengandung berbagai komponen gizi yang diperlukan oleh semua kalangan terutama kalangan lanjut usia. Lanjut usia bukanlah hal yang menakutkan. Kita hanya perlu menggali informasi, banyak makanan dengan kearifan lokal yang melimpah dengan kandungan gizi yang cukup untuk konsumsi sehari-hari.
1. Â Â Â Â Â Smolarz B, Szyo K, Romanowicz H. Endometriosis: Epidemiology, classification, pathogenesis, treatment and genetics (review of literature). Int J Mol Sci. 2021;22(19).
2. Â Â Â Â Â Chen L, Ko N, Chen K. Isoflavone Supplements for Menopausal Women: Nutrients [Internet]. 2019;11(2649):1--15. Available from: http://ebscohost.com
3. Â Â Â Â Â Venter C. Health benefits of soy beans and soy products: a review. J Fam Ecol Consum Sci /Tydskrif vir Gesinsekologie en Verbruikerswetenskappe. 2010;27(2).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H