Mohon tunggu...
Gaya Hidup Artikel Utama

Hidup dengan 850 Ribu Per Bulan, Sebuah Kisah Tak Masuk Akal

1 Agustus 2015   16:23 Diperbarui: 12 Agustus 2015   06:30 393257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebelum saya berangkat ke Jakarta, baru membayangkan angka-angka itu saja rasanya sudah stress. Mengapa tidak magang di rumah saja sih? Kan bisa lebih hemat? Gimana bisa beli barang yang dibutuhkan dengan dana sebesar itu.

Tapi kenyataannya sekarang sudah hampir 8 bulan saya hidup di Ibukota, dan saya lupa kapan terakhir kali minta uang orang tua, karena selama 8 bulan ini memang saya mencegah transfer dana dari orang tua.

Pengalaman ini yang ingin saya bagikan, mudah-mudahan bisa menginspirasi.

Ini adalah masalah mindset kawan,

Saya adalah seorang laki-laki. Beberapa tahun lagi tanggung jawab saya bukan lagi menghidupi diri saya sendiri, tapi juga menghidupi anak orang, alias menikah, punya istri, nanti lama-lama punya anak. Kalau saya tidak latihan dari sekarang untuk menyetop uluran dana dari orang tua, saya akan kaget ketika besok saya menikah dan berhadapan dengan kebutuhan yang berkali kali lipat besarnya. Ini mindset pertama kali saya tiba di Jakarta.

Bagaimana menjadi sosok kepala keluarga yang bisa diandalkan? Jawabannya adalah dia yang memahami agama, karena agama adalah segalanya. Dia adalah alasan untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. 

Saya ini anak nakal, bukan seperti ustad yang sholeh, rambut saya gondrong, bukan seperti PNS, tapi saya berusaha ingin menjadi pemimpin keluarga yang baik. Maka saya dengarkanlah ceramah-ceramah keagamaan. Berhubung dulu saya ini orangnya malas datang ke kajian, saya download saja video-video ceramah dan motivasi dari internet. Apalagi provider internet sedang berlomba-lomba pasang kuota besar-besaran. 5GB per bulan akan sangat mubadzir kalo tidak dimanfaatkan secara optimal. Maka tiap malam saya download video tausiah itu, ditinggal tidur, lalu paginya saya putar. Itu rutinitas saya setiap hari di awal magang. Ingat, setiap hari lo. Setiap pagi saya dengerin pengajian sebelum berangkat ke kantor. Hingga sekarang mungkin koleksi video saya sudah lebih dari 10GB.

Ada satu poin yang saya garis bawahi pada beberapa video tersebut:

Ilmu investasi memang banyak diajarkan dimana-mana. Bagaimana kita mengelola modal dengan optimal, sehingga menghasilkan benefid. Tapi kebanyakan hanya mengajarkan bagaimana cara menanamkan modal, menilai risiko, dan saving untuk keperluan mendesak. Ada satu hal yang terlewatkan dari pelajaran ilmu investasi, padahal justru ini adalah yang paling utama. Ilmu itu adalah ilmu sedekah. Sedekah adalah langkah pertama yang harus dilakukan oleh investor sebelum berinvestasi. Investasi paling aman adalah sedekah, karena ini adalah janji Allah, bukan janji manusia. Setiap harta yang disedekahkan maka dia akan kembali lagi sebesar 10 kali lipatnya.

Saya dapat ilmu itu dari Mas Ippho Santosa.

Masuk di logika? Jelas tidak...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun