Mohon tunggu...
Dinara Verga
Dinara Verga Mohon Tunggu... Freelancer - self love is the best love.

beauty begins the moment you decided to be yourself. -Coco Chanel

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Sawah Kupu-Kupu

25 November 2018   15:08 Diperbarui: 25 November 2018   15:20 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namaku Adel, aku berumur 16 tahun. Aku tinggal di Jakarta. Pasti kau tahu kota itu, tempat yang ramai, orang-orangnya ramah. Aku suka semuanya. Aku bersekolah di sekolah yang cukup populer, SMA Rajawali namanya. Teman-teman sekolahku sangat baik denganku. Kau mau tahu? Kemarin aku baru saja berulang tahun dan teman-temanku membuatku terkejut dengan membawakan kue dan beberapa hadiah kerumahku. Aku sangat senang hari itu.

Aku punya pacar, dia romantis, ganteng dan populer. Keluarganya sangat berada. Namun, dia sangat suka untuk mengaturku. Itu yang membuatku kurang suka. 1 tahun terakhir kemana pun aku selalu membawa caping petani. Di caping petani tersebut ada tulisan berwarna biru, itu hasil tulisanku saat aku berumur 7 tahun. Tulisan tersebut bertuliskan "Adel Sayang Kakek Selamanyaa..". Lucu bukan? Memang beberapa temanku suka menganggapku aneh tapi mereka sudah terbiasa. Karena memang yang kulakukan tidak melanggar hukum dan norma masyarakat bukan?

Aku hanya suka membawa caping kemana-mana, memangnya ada masalah? Jujur aku lebih memilih caping ini ketimbang telepon pintar. Aiden pacarku tidak suka sama kebiasaanku ini. Tapi aku selalu marah ketika dia mengambil caping ini dari tanganku. Waktu itu kita pernah hampir putus saat dia membuang caping ini ke tempat sampah. Bersyukur dia mau mengambilnya lagi dari tempat sampah itu dan mengembalikannya padaku.

Setiap hari Sabtu, aku selalu pergi ke sawah di pinggir kota Jakarta. Suasananya enak dan nyaman. Terkadang aku suka menangis sendiri karena suasana di sawah itu sering membawa perasaanku. Aku harap kau bisa mengerti perasaanku setiap ke sawah Kupu-Kupu di pinggir kota Jakarta itu. Sawah itu memang tak punya nama. Tapi aku dan Kakekku menamainya sawah Kupu-Kupu.

Dari umurku 7 tahun aku sering ke sawah Kupu-Kupu sama kakekku. Karena mama papaku sibuk bekerja ke luar negri, jadi aku sering ditinggalkan sendiri. Namun, kakekku sudah seperti sahabatku sendiri. Dia selalu menemaniku. Dan aku sayang kakek.

Di sawah, kakek suka mengajariku caranya menyangkul, menanam dan lain-lain. Aku dan kakek juga suka bermain layangan. Kalau sudah panas terik, kami suka duduk di gubuk dan memakan makanan di rantang yang isinya masakan kakek yang sangat enak. Kakek memang jago masak, tidak seperti aku hahaha...

Hal yang sama masih kulakukan sampai sekarang. Meski kadang, tidak senyaman dulu. Besok seharusnya jadwalku pergi ke sawah, tapi besok adalah hari ulang tahun Aiden. Kalau besok aku pergi ke sawah dia pasti akan marah. Jadi aku akan pergi bersama Aiden besok dan tidak pergi ke sawah. Jujur aku sedih tapi aku juga akan sedih kalau sampai Aiden marah dan memutuskanku.

Kau tau? Dari kecil aku selalu ingin jadi seperti kakek, menjadi petani. Karena aku selalu suka suasana di sawah. Selain itu aku juga merasa jika aku bertani, aku selalu merasa kalau kakek akan selalu ada bersamaku. Dan aku sangat suka itu.

Aku sekarang ingin tidur dengan memeluk caping milikku. Sebelum tidur aku selalu berdoa lalu mengucapkan "Kakek, Adel sayang kakek. Kembalilah". Lalu aku tidur memeluk caping itu.

Hari ini adalah hari yang cerah. Aku bangun jam 8 pagi dan mulai siap-siap untuk acara ulang tahun Aiden. Sekitar jam setengah 10 aku sudah selesai siap-siap dan Aiden sudah menungguku di depan. Aku segera keluar dari kamarku sambil membawa capingku. Dan menuruni anak tangga. Sebelum keluar aku bertanya dulu pada bibi "Bi... Mama sama Papa udah pulang?". "Belum non.. katanya sih baru pulang hari senin non".

"hmm oke bi. Aku duluan ya". "iya non". Lalu aku pergi keluar rumah dan segera memasuki mobil Aiden. Namun saat aku sudah di dalam mobil Aiden, muka Aiden seperti kusam dan cemberut.

"Kamu kenapa Den?"

"Kamu kenapa sih masih aja bawa caping itu, aku kan malu."

"Loh biasanya juga kamu biasa aja. Kenapa jadi gini?"

"Del maaf. Aku udah cape sama kelakuan aneh kamu. Udah ku bilangin berkali-kali tetep aja kayaknya kamu gak bakal berubah."

"Den maksud kamu apaan sih?"

"Aku mau putus Del."

"Segampang itu ya Den. Oke."

"Del aku ajak kamu makan dulu."

"Gak Usah."

"Del..."

Aku pun segera turun dari mobil Aiden dan memanggil Mang Udin, ojek langgananku yang sukanya mangkal di depan rumahku. Lalu aku segera naik ke motor Mang Udin, meninggalkan mobil Aiden yang masih diam di depan rumahku.

Aku menyuruh Mang Udin untuk mengantarkanku ke Sawah Kupu-Kupu. Lalu Mang Udin pergi dan aku berjalan ke tengah-tengah Sawah Kupu-Kupu. Dan aku terdiam lalu menjatuhkan capingku karena aku terkejut. Padi yang sudah kutanam selama 3 bulan bukannya memanen tapi malah padiku terkena penyakit Tungro. Aku bersujud dan menangis. Hari ini benar-benar kacau. Sampai aku menangis terisak-isak sambil menggumamkan kata-kata "Kakek, kembalilah. Aku kangen". Lalu aku menutup mata dan memori yang sudah lama itu kembali lagi.

Kejadian menyakitkan ini terjadi 1 tahun lalu. Saat itu aku sedang berada dalam kelas, pelajaran seni menggambar waktu itu. Aku sedang menggambar Sawah Kupu-Kupu di kanvas besar. Aku juga menggambar kakek dan aku yang sedang memanen. Kemaren adalah hari yang bahagia karena kami baru saja memanen padi hasil jerih payah kakek dan aku. Rasanya sangat bahagia.

Tiba-tiba seorang guru memasuki kelas dan memanggilku. Aku mengikutinya sampai ke depan kelas. Di situ berdiri mama dan papaku. Lalu aku bertanya.

"Mama? Papa? Kenapa? Tumben banget pulang terus ketemu aku."

"Nak mama harus mengurusi kematian kakek. Kakek meninggal 1 jam yang lalu."

"Mama gak usah ngaco deh. Aku tau mama bohong kan?"

"Mama berharap mama berbohong nak. Tapi nyatanya tidak."

"GAK MUNGKIN."

Aku pun berlari dengan sangat kencang sambil berpikir kalau hal ini tidak mungkin terjadi. Aku berlari sambil menangis terisak-isak. Aku keluar dari sekolahku dan menaiki angkot. Aku memintanya untuk menurunkanku di Sawah Kupu-Kupu. Aku menangis dan terus menangis.

Saat itu aku menangis dan kecewa. Menangis karena Sawah Kupu-Kupu takkan lagi sama tanpa kakek. Kecewa karena kakek meninggalkanku tanpa aku bisa mengucapkan selamat tinggal dan kecewa karena kakek tak akan lagi bisa bersamaku. Aku rindu kakek yang selalu ada di sisiku dan mampu membuatku bahagia karena perilakunya yang lucu dan seru.

Namun aku bahagia karena kakek sudah mengenalkanku pada Sawah Kupu-Kupu. Hal yang tidak bisa membuatku pergi meninggalkan Sawah Kupu-Kupu yakni karena ketika aku kesana dan menanam padi. Aku selalu merasakan kehadiran kakek bersamaku. Dan perasaanku akan menjadi damai.

Aku pun membuka mataku dan aku tersadar sudah 2 jam aku berbaring di Sawah Kupu-Kupu karena kesedihanku atas Padi yang sudah kutanam selama 3 bulan terkena penyakit Tungro dan aku yang baru saja diputuskan oleh Aiden. Dan juga aku yang sangat merindukan kakek.

Tapi aku segera bangun dari tidurku tadi. Dan mencabuti semua padiku. Lalu menanamkannya dengan yang baru. Tapi sebelum menanaminya dengan menanam bibit unggul, aku akan membersihkan lahan dari rerumputan dan semak belukar dengan parang yang kupunya. Lalu setelah mengumpulkannya akan aku bakar di dekat gubug.

Lalu aku akan mengaliri lahan dengan dengan air untuk memudahkan proses pembajakan kata kakek. Setelah itu aku langsung merasa lelah. Aku mengambil telpon pintarku dan menghubungi Mang Udin. Lalu aku menyuruh Mang Udin untuk datang kemari untuk menjemputku. Jika kau melihatku saat itu pasti kau akan merasa bahwa aku adalah cewek yang kotor karena bajuku sudah berlumuran tanah dan lain-lain.

Tapi inilah kebahagiaanku. Dengan cara ini aku bisa menjalani hari-hariku dengan bahagia. Karena ketika aku bertani entah mengapa aku akan selalu merasakan kehadiran kakek disitu. Karena kakek ada di hatiku ketika aku bertani. Meskipun hari itu adalah hari yang buruk. Tapi aku akan selalu menemukan kebahagiaan jika aku bertani. Karena kakek ada bersamaku.

Mang Udin pun sudah tiba di Sawah Kupu-Kupu dan aku segera menghampirinya dan menaiki motornya. Lalu Mang Udin pun mengantarkanku ke rumah. Saat itu Mang Udin pun berbicara yang membuat aku tertawa

"Aduh si eneng teh geulis tapi kotor pisan."

"Kan yang penting geulis Mang Udin hahaha..."

Aku pun tiba di rumah dan segera membersihkan badanku. Lalu aku terbaring tidur. Aku pun bermimpi dalam tidurku. Aku berada dalam Sawah Kupu-Kupu dan sedang bertani. Lalu Kakek pun menghampiriku dan membantuku.

Lalu kakek dan aku bertukar cerita sambil tertawa. Setelah itu kami memakan makanan hasil masakan kakek dan kami bermain layangan setelah makan. Sangat bahagia aku. Lalu kakek pun berkata

"Adel, kakek sudah sangat bahagia melihatmu bertumbuh dewasa dan masih mencintai Sawah Kupu-Kupu. Kakek ingin kau tetap bertani karena kakek akan selalu ada bersamamu. Tidak hanya itu, kakek akan selalu ada di hatimu di mana pun kau berada. Jadi janganlah Adel bersedih karena kakek pasti juga akan sedih. Kakek menyayangimu Adel."

Aku pun terbangun di pagi hari dan jujur itu adalah mimpi terbaik selama 2 tahun belakangan setelah ditinggal oleh kakek. Aku sadar dan membuatku semakin cinta untuk bertani karena Kakek akan selalu ada di hatiku. Aku pun membuka albumku ketika masih kecil dan menemukan foto yang paling indah yang pernah ku punya.

picture2-5bfa5841aeebe11a81206ff5.png
picture2-5bfa5841aeebe11a81206ff5.png
Kakek bertani adalah kesukaanku karena kakek, terima kasih kakek.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun