Mohon tunggu...
Dina Qurotha Aini
Dina Qurotha Aini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

We are born to be real not perfect, so be yourself

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mencari Keadilan Dalam Kasus Korupsi PT Timah : Refleksi dan Harapan Untuk Masa Depan Indonesia

8 Januari 2025   18:51 Diperbarui: 8 Januari 2025   18:51 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Negara indonesia merupakan salah satu negara dengan sumber daya alam yang cukup banyak dan memiliki keanekaragaman unik. Disetiap daerahnya memiliki sumber daya alam yang berbeda - beda, hal inilah yang membuat negara kita dahulunya sempat dijajah oleh orang - orang luar seperti Belanda, Portugis, Jepang hanya untuk menguasai rempah - rempah Indonesia. Namun setelahnya negara kita mampu untuk merdeka dengan perjuangan para pahlawan Indonesia pada saat itu. Perjuangan para pahlawan yang tidaklah mudah itu seharusnya membuat kita untuk lebih menjaga negara kita, serta dengan adanya kekayaan alam yang berlimpah di Indonesia, kita seharusnya dapat memanfaatkannya dengan baik dan sebenar - benarnya. Tetapi nyatanya hal itu tidak semuadah yang dibayangkan, beberapa orang masih berbuat curang pada pengolahan sumber daya alam yang ada, seperti saat ini negara kita sedang dihebohkan dengan kasus korupsi timah PT Timah Tbk. Kasus ini cukup mencuri perhatian seluruh masyarakat indonesia.

Kabarnya kasus ini merugikan negara hingga Rp 271 trilyun dan juga sangat banyak pihak yang terlibat didalamnya, namun hal yang lebih menghebohkan adalah hukuman yang diberikan pada para pelaku sangat tidak sepadan dengan kejahatan yang dilakukan. Bermula pada  Harvey Moeis sebagai perwakilan PT Refined Bangka Tin atau RBT, menjalin komunikasi dengan Mochtar Riza Pahlevi Tabrani yaitu direktur utama PT Timah pada tahun 2018 - 2019. komunikasi tersebut bertujuan untuk mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah untuk meraup keuntungan. Dari kegiatan tersebut Harvey dan Riza menyamarkan  dan kegiatan tersebut dengan dalih sewa menyewa alat pemrosesan timah dan melibatkan beberapa perusahaan smelter dan praktik ini berkembang menjadi modus yang besar serta melibatkan banyak pihak.

Pada tanggal 27 Maret 2024, Kejaksaan Agung resmi menetapkan Harvey Moeis sebagai tersangka. Setelah itu, dia ditahan selama dua puluh hari di Rumah Tahanan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan untuk keperluan penyidikan tambahan. Harvey langsung menjadi perhatian media saat keluar dari Gedung Kejaksaan Agung dengan rompi tahanan berwarna pink. Penahanan dilakukan untuk memastikan proses hukum berjalan lancar tanpa gangguan atau upaya menghilangkan bukti. Rangkaian persidangan dimulai dengan penetapan status tersangka ini, yang diwarnai dengan berbagai dinamika, termasuk tuntutan hukuman jaksa dan tanggapan publik terhadap kasus ini.

Helena Lim telah ditetapkan sebagai tersangka sebelumnya oleh kejaksaan sebelum menjerat Harvey. Brankas berisi perhiasan dan sejumlah besar uang tunai diambil dari rumahnya. Mungkin ada benang merah yang menghubungkan Harvey dan Helena ini. Kejagung menganggap Harvey meminta smelter menyisihkan keuntungan dari praktik terselubung itu, yang kemudian digunakan seolah-olah untuk dana corporate social responsibility (CSR) yang difasilitasi Helena. Kuntadi menyatakan bahwa "(Keuntungan yang tersisihkan) diserahkan kepada yang bersangkutan dengan cover pembayaran dana CSR yang dikirim para pengusaha smelter ini kepada HM melalui QSE yang difasilitasi oleh tersangka HLN."

Menurut Bambang, jumlah kerugian lingkungan dalam kasus ini mencapai Rp 271 069.688 018.700, atau Rp 271 triliun. Bambang menjelaskan bahwa jumlah ini terdiri dari kerugian lingkungan dalam kawasan hutan dan non-kawasan hutan, dan dia menjelaskan secara detail bagaimana kerugian di masing-masing kawasan. Detailnya adalah sebagai berikut:

Kerugian Hutan: Kerugian ekologis sebesar Rp 157,83 Triliun. Ekonomi lingkungannya mencapai 60,276 miliar rupiah - Pemulihannya mencapai 5,257 miliar rupiah Jumlah total untuk orang-orang yang tinggal di kawasan hutan adalah 223 miliar rupiah, atau totalnya 223.366.246.027.050.

Kerugian APL Non Hutan: Kerugian ekologis sebesar 25,87 triliun rupiah, kerugian ekonomi sebesar 15,2 triliun rupiah, dan biaya pemulihan lingkungan sebesar 6,629 triliun rupiah. Jumlah total kerugian APL non-hutan adalah 47,703 triliun rupiah.

"Totalnya kerugian itu yang harus juga ditanggung negara adalah 271.069.687.018.700," kata Bambang dalam jumpa pers bersama Kejagung saat itu. Bambang mendata total luas galian terkait kasus PT Timah Tbk di Bangka Belitung sekitar 170.363.064 hektar. Namun, luas galian yang memiliki izin usaha tambang atau IUP hanya 88.900,462 hektare.

Kejagung telah menetapkan 16 tersangka dalam kasus ini, dengan 15 tersangka dalam pokok perkara dan seorang tersangka terkait perintangan penyidikan. Ini adalah rinciannya :

Tersangka Perintangan Penyidikan

Toni Tamsil alias Akhi (TT) Tersangka Pokok Perkara

Suwito Gunawan (SG) selaku Komisaris PT SIP atau perusahaan tambang di Pangkalpinang, Bangka Belitung

MB Gunawan (MBG) selaku Direktur PT SIP

Tamron alias Aon (TN) selaku beneficial owner atau pemilik keuntungan dari CV VIP

Hasan Tjhie (HT) selaku Direktur Utama CV VIP

Kwang Yung alias Buyung (BY) selaku mantan Komisaris CV VIP

Achmad Albani (AA) selaku Manajer Operasional Tambang CV VIP

Robert Indarto (RI) selaku Direktur Utama PT SBS

Rosalina (RL) selaku General Manager PT TIN

Suparta (SP) selaku Direktur Utama PT RBT

Reza Andriansyah (RA) selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT

Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) selaku Direktur Utama PT Timah 2016-2011

Emil Ermindra (EE) selaku Direktur Keuangan PT Timah 2017-2018

Alwin Akbar (ALW) selaku mantan Direktur Operasional dan mantan Direktur Pengembangan Usaha PT Timah

Helena Lim (HLN) selaku manager PT QSE

Harvey Moeis (HM) selaku perpanjangan tangan dari PT RBT

Kasus ini melibatkan pelanggaran berat, seperti penggelapan dan penyalahgunaan aset perusahaan, yang merupakan perhatian hukum yang signifikan. Kejaksaan Agung akan menyelidiki lebih lanjut apakah pejabat daerah terlibat dalam praktik korupsi ini. Situasi ini menunjukkan bahwa korupsi di sektor sumber daya alam (SDA) Indonesia sangat kompleks dan seringkali melibatkan jaringan yang luas, termasuk pengusaha swasta dan pejabat pemerintah. Dalam kasus ini, keterlibatan pejabat daerah harus diusut sepenuhnya, karena mereka seharusnya bertindak sebagai pengawas yang melindungi kepentingan publik. Ketidakmampuan untuk memerangi korupsi pejabat dapat membahayakan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan penegakan hukum.

Dampak dari kasus ini adalah negara mengalami kerugian yang cukup banyak serta hal ini juga berdapak pada kerusakan pada lingkungan, peneliti dari Transparency Internasional Indonesia menekankan bahwa praktik korupsi sering kali berdampak merugikan bagi ekosistem karena penambangan ilegal biasanya dilakukan tidak sesuai dengan aturan atau ridak mematuhi aturan yang ada, tidak mematuhi standar lingkungaan yang sudah ditetapkan. Akibat penambangan yang tidak teratur ini mengakibatkan pencemaran air serta penurunan kualitas tanah, bagi masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada penambangan ini mengalami kerugian karena berita korupsi yang muncul membuat banyak pabrik timah yang ditutup atau tidak beroperasi lagi dan akibatnya mereka menjadi kehilangan pekerjaannya. "Ribuan pekerja Timah kehilangan penghasilan, Ribuan Petani sawit mengeluhkan susahnya menjual hasil panen. Masyarakat terkena dampak negatif akibat beberapa perusahaan timah dan sawit yang tak beroperasi lagi," ujar Ketua 1 PB Mathlaul Anwar, Adi Abdillah Marta, kepada awak media, pada jumat (10/5).

Dari sini kita dapat melihat bahwa dikarenakan kasus tersebut banyak hal yang dirugikan. Dikarenakan banyak hal yang dirugikan seharusnya hukuman yang didapatkan pun harus setimpal dengan hal yang dilakukan, namun hukuman yang diterima oleh para pelaku dianggap tidak sesuai, pasalnya para pelaku seperti Harvey hanya mendapatkan hukum 6,6 tahun dengan denda Rp 1 Miliar atau menjalani tambahan hukuman 6 bulan kurungan jika denda tidak dibayarkan. Hal ini dianggap tidak sesuai dengan pancasila kelima yaitu keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan adanya permasalahan ini banyak masyarakat sudah tidak percaya lagi terhadap hukum yang ada di Indonesia ini karena dianggap terlalu tidak adil pada mereka yang diatas. Hukum hanya tumpul pada mereka yang diatas namun runcing bagi mereka yang dibawah, mungkin inilah yang bisa kita definisikan pada kasus ini.

Jika kita bandingkan dengan hukum yang ada di negara lain mungkin akan terlihat sangat berbeda. Beberapa negara di luar sangat mengecam korupsi, sehingga para koruptor sampai dijatuhi hukuman mati atas kesalahan yang dilakukannya. Hal ini yang membuat individu pada negara tersebut tidak berani melakukan hal serupa. Hal ini lah yang diharapkan banyak masyarakat Indonesia terhadap pelaku - pelaku korupsi, namun sayangnya keputusan tersebut harus dipertimbangkan karena di Indonesia sendiri masih terdapat hak asasi manusia atau HAM yang dimana seluruh masyarakat berhak untuk hidup dan mendapatkan hak - haknya.

Dengan adanya kasus ini merusak kepercayaan publik atau masyarakat kepada pemerintah serta lembaga penegak hukum. Masyarakat menjadi ragu atau ada ketidakpercayaan terhadap hukum yang ada di indonesia dan merasa bahwa keadilan tidak berjalan dengan sebagaimana harusnya. Munculnya kasus ini membuat kita lebih peka terhadap kondisi negara yang dimana masih banyak orang - orang atau lembaga yang melakukan kecurangan terhadap bisnis yang berkaitan dengan sumber daya alam yang ada di Indonesia. Kasus ini harus dijadikan pengingat oleh semua masyarakat yang bekerja dalam bidang apapun agar tidak melakukan hal yang sama sebagai bentuk ketaatan akan aturan, penghindaran permasalah dengan hukum, serta bentuk pengamalan menjadi warga negara yang baik.

untuk saat ini pemberantasan korupsi pada sektor ini harus menjadi prioritas utama. Untuk mencegah praktik korupsi di masa depan, penerapan hukum yang tegas, transparansi dalam pengelolaan sumber daya, dan partisipasi aktif masyarakat dan media dalam mengawasi tata kelola industri timah adalah langkah-langkah penting.

Kita sebagai anak muda yang dimana akan memimpin masa depan negara diharapkan dapat peka terhadap lingkungan sekitar, berani untuk jujur terhadap sesuatu hal yang dirasa tidak benar, melaporkan segala tindak kecurangan serta mampu menjunjung tinggi keadilan.

Dengan begitu kita dapat mengurangi atau pun bahkan memberantas tindak kejahatan korupsi atau segala macam tindak maupun  kecurangan yang bersifat dapat diarahkan ke jalur hukum, maka negara pun tidak akan mendapatkan kerugian dari segi ekonomi, sumber daya alam dan lain - lain. Pemerintah dan juga lembaga penegak hukum pun akan kembali mendapat kepercayaan oleh masyarakat atau rakyat disaat dapat menjalankan tugas sesuai dengan ketentuan yang ada, sehingga masyarakat pun akan merasa aman, percaya dan yakin karena merasa dilindungi dengan hukum yang adil yang diman hukum tersebut tidak membedakan mau dari kalangan mana masyarakat tersebut.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun