Pada suatu sore yang dihiasi oleh gerimis.
"D, ayo segera bersiap, kita pergi ke suatu tempat." ajak Lilo sembari mematikan televisi.
"Kemana?"Â
"Menjenguk Kupu-Kupu."
"O, dia sakit? Sakit apa?"
"Entahlah, sepertinya komplikasinya banyak, seperti sakit pencernaan, vertigo, diare..."
"Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un..."
Lilo mengernyitkan keningnya.
Aku menatap Lilo sekilas. "Jika aku tak salah paham, artinya adalah 'sungguh, kita milik Alloh'. Kalimat tersebut mengungkapkan hendaknya setiap umat-Nya rido dan ikhlas atas perintah dan larangannya. Selain itu, sabar karena sesungguhnya hanya kepada-Nyalah, kita akan kembali."
"Ya, D, aku tahu. Jadi, bagaimana? Kau mau ikut?"
"Badanku kurang fit. Kau sajalah. Seharian ini, kusibuk menyetrika karena selama empat hari sebelumnya tidak sempat melakukannya."
"Ya, sudah, kalau begitu."
###
Sepeninggal Lilo, beberapa pesan  masuk melalui salah satu fitur chat ke ponsel pintarku: D, where are you? Mengapa kau tidak menjenguk Kupu-kupu di sini? Gue tadi sempat ke sini dan sempat bertemu Lilo. Duh, D. Kau ceroboh pisan karena membiarkan Lilo menjenguk Kupu-kupu tanpa dirimu. Bagaimana kalau terjadi hal-hal yang akan kau sesali?Â
Kuterdiam sejenak. Dari pihak sana pastilah telah mengetahui bahwa pesannya telah dibaca olehku karena centang dua dan berwarna hijau.
Dengan santai, kuketik: Hehehe. Santai, Sista. Gue percaya kalau Lilo adalah suami yang baik dan insya Allah takkan melakukan hal yang akan kami sesali.Â
Pesanku dibalas: Tapi, D...
Kubalas dengan diawali icon senyum: Kalem, biar Alloh yang menjaganya....
Dibalasnya: Aamiin, alhamdulillah, baiklah jika begitu adanya... Semoga saja, ya...
Tak lama, kumatikan fitur chat walaupun kulihat pihak di sana nampak ada keterangan '... Lea is typing..."
###
Selama dua jam kumenunggu. Entah mengapa, mendadak gelisah. Berharap yang dicemaskan Lea tak pernah terjadi. Selama dua jam tersebut, telah dua cangkir kopi instan tandas tanpa sisa. Belum lagi, dua donat salju dan semangkuk asinan bogor. Duh, sepertinya, dietnya ditunda dahulu.
Akhirnya, pada menit selanjutnya, dua jam lebih sekian menit, entah berapa menit, mungkin menitnya bergerak menuju sembilan puluh menit. Ah, biar saja, yang penting suamiku pulang utuh serta sehat jiwa dan raga.
Kubiarkan Lilo dengan aktivitas kedatangannya.Â
Seulas senyum manis dan secangkir air putih hangat kusajikan untuknya. Tak lupa, sepiring kecil dimsum.
Usai Lilo bersih-bersih dan menyantap hidangan, barulah aku duduk di sebelahnya.
Tanpa perlu ditanya lagi, Lilo dengan lancar menceritakan hal-hal apa saja yang dia lakukan hingga detail dan beberapa foto ditunjukkannya. Aku mendengarkan dengan takzim. Jujur, ada getaran perasaan yang aneh saat melihat perempuan yang terbaring sakit itu nampak bermanja-manja dengan Lilo saat mereka berfoto.
"Tadi, aku bertemu Lea. Lea itu masih terhitung tetanggamu, kan? Setelah kutanya, ternyata, dia pernah satu sekolah dengan Kupu-kupu, hanya saja kulupa mereka bersekolah dimana." Lilo menceritakan semuanya tanpa beban.
"Iya, tadi Lea sempat WA aku." Kusunggingkan seulas senyum tipis kepada Lilo.
"Mmm, aku juga bertemu dengan beberapa orang yang belakangan kuketahui bahwa di antaranya adalah kolega sejawat denganmu. Mereka mengatakan bahwa kau belakangan ini adalah perempuan batu. Entah batu apa, batu cincin, batu giok, batu permata..." Lilo berusaha mencairkan kekakuan di antara kami karena perasaan yang tidak nyaman telah diciptakan olehnya sendiri.
Aku tersenyum sekadarnya.
"Sekarang aku paham arti 'batu' itu. Hatimu mungkin batu D, bagi mereka, tapi semoga tidak bagiku. Jiwamu mungkin batu bagi Kupu-kupu tapi tapi menurutku tidak karena tadi kau sempat mengucapkan kalimat baik. Kalimat turut berduka dan mendoakan Kupu-kupu. Mmm, mengapa kau bisa menjadi batu, D?"
Aku diam sejenak lalu mengangkat batu, eh bahu...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H