Mohon tunggu...
Dina Purnama Sari
Dina Purnama Sari Mohon Tunggu... Dosen -

There is something about Dina... The lovely one...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Batu

29 Desember 2018   01:17 Diperbarui: 29 Desember 2018   01:20 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Akhirnya, pada menit selanjutnya, dua jam lebih sekian menit, entah berapa menit, mungkin menitnya bergerak menuju sembilan puluh menit. Ah, biar saja, yang penting suamiku pulang utuh serta sehat jiwa dan raga.

Kubiarkan Lilo dengan aktivitas kedatangannya. 

Seulas senyum manis dan secangkir air putih hangat kusajikan untuknya. Tak lupa, sepiring kecil dimsum.

Usai Lilo bersih-bersih dan menyantap hidangan, barulah aku duduk di sebelahnya.

Tanpa perlu ditanya lagi, Lilo dengan lancar menceritakan hal-hal apa saja yang dia lakukan hingga detail dan beberapa foto ditunjukkannya. Aku mendengarkan dengan takzim. Jujur, ada getaran perasaan yang aneh saat melihat perempuan yang terbaring sakit itu nampak bermanja-manja dengan Lilo saat mereka berfoto.

"Tadi, aku bertemu Lea. Lea itu masih terhitung tetanggamu, kan? Setelah kutanya, ternyata, dia pernah satu sekolah dengan Kupu-kupu, hanya saja kulupa mereka bersekolah dimana." Lilo menceritakan semuanya tanpa beban.

"Iya, tadi Lea sempat WA aku." Kusunggingkan seulas senyum tipis kepada Lilo.

"Mmm, aku juga bertemu dengan beberapa orang yang belakangan kuketahui bahwa di antaranya adalah kolega sejawat denganmu. Mereka mengatakan bahwa kau belakangan ini adalah perempuan batu. Entah batu apa, batu cincin, batu giok, batu permata..." Lilo berusaha mencairkan kekakuan di antara kami karena perasaan yang tidak nyaman telah diciptakan olehnya sendiri.

Aku tersenyum sekadarnya.

"Sekarang aku paham arti 'batu' itu. Hatimu mungkin batu D, bagi mereka, tapi semoga tidak bagiku. Jiwamu mungkin batu bagi Kupu-kupu tapi tapi menurutku tidak karena tadi kau sempat mengucapkan kalimat baik. Kalimat turut berduka dan mendoakan Kupu-kupu. Mmm, mengapa kau bisa menjadi batu, D?"

Aku diam sejenak lalu mengangkat batu, eh bahu...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun