Mohon tunggu...
Dina Purnama Sari
Dina Purnama Sari Mohon Tunggu... Dosen -

There is something about Dina... The lovely one...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | One Day

29 Mei 2018   13:36 Diperbarui: 13 Juli 2018   10:00 610
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kutatap leher perempuan berkulit putih dihadapanku dengan pias. Spechless. 

"Apakah sakit, Naz?" tanyaku prihatin.

Naz tersenyum tipis. Ada kepahitan dalam senyumannya itu. Semoga saja tidak sepahit kopi hitamku saat ini. Kopi hitam yang kunikmati sebagai efek karena aku tidak berpuasa Ramadhan. 

Biasa, anugerah dari-Nya kepada muslimah setiap bulannya. Anugerah per bulan dari-Nya yang membuatku belum dikaruniai momongan sejak menikah kurang lebih setahun yang lalu dan hal itu belum merisaukanku. Tanya kenapaa? Yeah, karena aku masih fokus untuk menuntaskan disertasi.

Allright, kembali ke Naz. 

Naztha, perempuan berkulit putih dengan paras yang cantik rupawan. Tak hanya cantik, dia juga termasuk 'subur'. Artinya, tak perlu waktu lama baginya untuk melahirkan putra dan putri yang insya Allah soleh dan solehah dalam rentang waktu kurang lebih tiga tahun.

Naztha Carmelia. Perempuan yang akrab disapa Naz itu merupakan salah seorang aktivitis pembela HAM perempuan namun sayangnya dia mengalami KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) di rumahnya sendiri. 

Tiba-tiba saja, aku merasa pegal. Pegal sangat di leher. Aneh. Padahal, Naz-lah yang mengalami KDRT tapi mengapa aku merasakannya? 

Naz membuka laptop merahnya dan kembali sibuk dengan pekerjaannya. 

Sekian menit kami terdiam. Sibuk dengan aktivitas masing-masing. Naz dengan laptopnya sedangkan aku sibuk menatap dinding cafe yang  bercat hijau lumut. Jengah lama terdiam, kuberanikan diri berbicara,"Kau puasa, Naz?"

Naz mengangguk. "Insya Allah, alhamdulillah."

Naz menatapku lurus. "Kau ingin bertanya apa, D? Katakan saja. Kau pasti heran,ya, mengapa aku bisa mengalami KDRT sedangkan aku seorang aktivitas HAM, tepatnya mantan aktivitis. Mereka pernah bilang bahwa aku ini feminis tapi sesungguhnya bukan, ehm, entahlah. Aku juga bingung, D. Jujur, aku sudah lama tidak berkecimpung di bidang itu. Bidang yang semangat menyuarakan perjuangan seorang perempuan dan perlahan kutinggalkan. Kini, aku cukup bahagia sebagai fulltime mother dan sesekali mengirimkan tulisan-tulisan ke media massa. Alhamdulillah, saat ini, aktivitasku bertambah sebagai penulis freelance di sebuah media online. Tambahan lainnya, sebagai ghostwriter." Naz tersipu.

"Alhamdulillah, setidaknya kau memiliki penghasilan sendiri, Naz. Mmm..." kataku lega.

"Aku juga senang melihat kau banyak perubahan yang signifikan, D. Kau lebih cool, dewasa, dan nampak lebih cerdas dari sebelumnya. Lebih bagaimana, gitu... Kulihat kau tidak lagi meledak-ledak seperti dulu, hajar-sikat-tabok, huahahahah, entah bagaimana jika kau tak sanggup mengontrol egomu sendiri hingga saat ini. "Naz tergelak. Ada kebahagiaan yang hadir pada tawanya Naz. 

Bahagia, aku menatapnya. 

"Kau tak perlu mencemaskanku, D. Ini tak seberapa dibandingkan dengan yang dialami oleh perempuan lain. Aku hanya dicekik, dipukul, dijambak, dibenturkan kepala, dan sesekali dimaki... dihina-dina." Naz tertawa renyah namun ada kepahitan kurasakan di dalamnya.

"Mengapa tidak kau visum, dokumentasikan, lalu laporkan kepada polisi, Naz? Mengapa tidak kau gugat cerai suamimu itu?"

Naz terdiam sejenak. "Entahlah, D. Sebut saja, aku ini gila, baperan, buta karena cinta, atau apa... Aku juga bingung D..." 

Aku masygul. Speechless, entah untuk yang keberapa kalinya.

"Naz, sepertinya aku pernah membaca mengenai 'menikah merupakan salah satu jalan menuju surga-Nya'. Mungkin, kau... Duh, bagaimana mendeskripsikannya."

"Tak usah, D. Tak perlu kau definiskan. Yang pasti, aku bertahan. Ini sudah kesekian kalinya dia melakukan hal itu dan selalu ada kata maaf untuknya, entahlah. Dia itu temperamental dan entahlah... Makanya, aku mengisi waktu luangku dengan menulis sehingga mampu melonggarkan sesak di dada kala kepedihan melanda. Anak-anakku yang berjumlah tiga adalah penghiburan dan penguatku. Tapi, one day, suatu saat, aku akan melakukan hal yang luar biasa jika sudah siap."

"Semoga, kelak, ada pangeran yang sejatinya menerima, menghormati, dan mencintaimu dengan tulus."

"Aamiin. Allright, ganti topik, ya. Bagaimana kabar Al?"

"Hilang. Sejak menikah, aku memutuskan untuk tidak menghubunginya lagi."

"Kupu-kupu?"

Aku menatap Naz terkejut. "Kau tahu Kupu-Kupu?"

Naz mengangguk. "Kita tinggal di kota kecil, D. Pinggiran ibukota. Kita bertangga hanya selemparan batu, beda erte. Selain itu, kita teman esde. Aku banyak mendengar gosip murahan tentang complicated love antara D, Lilo, Kupu-Kupu, dan Al."

Aku tergelak. "Hadeuh."

"Pertahankan pernikahanmu, D. Pilihan bijak kau meninggalkan Al sejak menikah dan semoga demikian adanya dengan Lilo. Tidak apa jika dilabeli Betty La Fea, baperan perempuan lapuk, dan stigma negatif lainnya oleh para cheerleader-nya Kupu-Kupu. Santai saja, stay cool and lovely. Kuncinya ada di dirimu dan Lilo dengan seizin Alloh."

Aku tersenyum menatap Naz. Ada lembayung senja di luar dan itu pertanda tak lama lagi akan terdengar adzan maghrib....

Adzan maghrib yang mengantarkanku pada satu hal, yaitu aku akan sekuat dan setegar Naz jika mengalami apa yang dia alami...

Foto: Dokumen Pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun