Naz menatapku lurus. "Kau ingin bertanya apa, D? Katakan saja. Kau pasti heran,ya, mengapa aku bisa mengalami KDRT sedangkan aku seorang aktivitas HAM, tepatnya mantan aktivitis. Mereka pernah bilang bahwa aku ini feminis tapi sesungguhnya bukan, ehm, entahlah. Aku juga bingung, D. Jujur, aku sudah lama tidak berkecimpung di bidang itu. Bidang yang semangat menyuarakan perjuangan seorang perempuan dan perlahan kutinggalkan. Kini, aku cukup bahagia sebagai fulltime mother dan sesekali mengirimkan tulisan-tulisan ke media massa. Alhamdulillah, saat ini, aktivitasku bertambah sebagai penulis freelance di sebuah media online. Tambahan lainnya, sebagai ghostwriter." Naz tersipu.
"Alhamdulillah, setidaknya kau memiliki penghasilan sendiri, Naz. Mmm..." kataku lega.
"Aku juga senang melihat kau banyak perubahan yang signifikan, D. Kau lebih cool, dewasa, dan nampak lebih cerdas dari sebelumnya. Lebih bagaimana, gitu... Kulihat kau tidak lagi meledak-ledak seperti dulu, hajar-sikat-tabok, huahahahah, entah bagaimana jika kau tak sanggup mengontrol egomu sendiri hingga saat ini. "Naz tergelak. Ada kebahagiaan yang hadir pada tawanya Naz.Â
Bahagia, aku menatapnya.Â
"Kau tak perlu mencemaskanku, D. Ini tak seberapa dibandingkan dengan yang dialami oleh perempuan lain. Aku hanya dicekik, dipukul, dijambak, dibenturkan kepala, dan sesekali dimaki... dihina-dina." Naz tertawa renyah namun ada kepahitan kurasakan di dalamnya.
"Mengapa tidak kau visum, dokumentasikan, lalu laporkan kepada polisi, Naz? Mengapa tidak kau gugat cerai suamimu itu?"
Naz terdiam sejenak. "Entahlah, D. Sebut saja, aku ini gila, baperan, buta karena cinta, atau apa... Aku juga bingung D..."Â
Aku masygul. Speechless, entah untuk yang keberapa kalinya.
"Naz, sepertinya aku pernah membaca mengenai 'menikah merupakan salah satu jalan menuju surga-Nya'. Mungkin, kau... Duh, bagaimana mendeskripsikannya."
"Tak usah, D. Tak perlu kau definiskan. Yang pasti, aku bertahan. Ini sudah kesekian kalinya dia melakukan hal itu dan selalu ada kata maaf untuknya, entahlah. Dia itu temperamental dan entahlah... Makanya, aku mengisi waktu luangku dengan menulis sehingga mampu melonggarkan sesak di dada kala kepedihan melanda. Anak-anakku yang berjumlah tiga adalah penghiburan dan penguatku. Tapi, one day, suatu saat, aku akan melakukan hal yang luar biasa jika sudah siap."
"Semoga, kelak, ada pangeran yang sejatinya menerima, menghormati, dan mencintaimu dengan tulus."