"Haduh, sakit kepalaku, Fu, jika kau ajukan pertanyaan tersebut. Kita ganti topik, ya." pintaku manis.
Kuelap mulutku lalu bangkit.
"Hey, jangan mencuci piring, D. Biarkan saja piring tersebut di sana. Nanti ada asisten rumah tanggaku yang mencucinya. Saat ini, dia sedang menyetrika pakaian di dalam kamarnya."
"Okay," Aku menurut. "Lu sadar 'gak sih kalau Elu tuh cakep bingit." pujiku tulus.
Fufu tersenyum. "Taulah, alhamdulillah. Tapi, ketampananku ini kadang membuat luka. Jika Eka Kurniawan bilang bahwa Cantik itu Luka maka gue akan bilang ke dia kalau Tampan itu Luka."
"Jadi, kau akan menikah dengan Fudi atau Fuli? Keduanya berbeda orientasi seksual walaupun kembar. Kau harus memilih. Keputusan yang kau ambil memiliki konsekuensi sendiri. Lagi pula, heran, mengapa Lu bisa terlibat 'complicated relationship' dengan keduanya?" Kubuka ranselku lalu menyodorkan sebuah Al Qur'an.
Fufu menatapku bingung. "Koq Al Qur'an-nya bertuliskan Al Qur'an wanita?"
"Sama saja isinya, Fu. Dengan membaca Qur'an ini, kau bisa mendapat pengetahuan tambahan mengenai Fikih Wanita dan kisah singkat mengenai wanita atau perempuan solehah yang inspiratif di zaman nabi. Penjelasan tersebut terdapat di halaman depan. Lu masih bisa baca Al Qur'an, kan?"
Fufu mengangguk. "Ya, bisa."
"Alhamdulillah. Jadi, tak perlu kuajari tajwid dan makhraj-nya. Jadi, jika kau galau, segera berwudhu dan shalat plus ditambah membaca Al Qur'an. Oia, ini tambahan buku kumpulan doa." Kusodorkan sebuah kumpulan doa yang disampul dengan pink.
Fufu menepuk jidatnya. "D! Gue laki-laki!"