Mohon tunggu...
Dina Purnama Sari
Dina Purnama Sari Mohon Tunggu... Dosen -

There is something about Dina... The lovely one...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jangan Pikirin, Abang

31 Januari 2016   02:06 Diperbarui: 31 Januari 2016   02:37 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

 

Pada suatu hari....

"Menurutmu bagaimana, D?" tatap Fufu pelan.

Aku nyengir. Kumainkan cangkir berisi teh hangat.

"D, seriuslah!"

Aku nyengir. Hujan deras membasahi tanah di pekarangan rumah Fufu. Kutatap Fufu sekilas. Pria tampan ini memang mempesona. Di balik wajahnya yang mempesona, ada kharisma tersendiri. Ah, sayang, dia lebih tertarik dengan Fuli dan Fudi.

"Lu straight, D?"

Aku nyengir. "Ya, iyalah. Emangnya ada apa?"

"Oh, kirain."

"Sebetulnya, kemana arah pembicaraan kita sore ini, Fu?" tatapku bingung. "Bingung dengan pilihan hidup selanjutnya, memintaku untuk mendamaikanmu dengan Fuli atau Fudi, atau apa? Kau kudu tegas, Fu. Kau memilih Fuli atau Fudi atau bagaimana kalau kau memilih aku saja?"

Fufu terdiam.

Aku menjentikan jemari tanganku.

Fufu meleletkan lidahnya. "Yang pasti bukan memilihmu, D. Repot kalau harus memilihmu. Repot selalu dibayang-bayangoi oleh Al. Repot harus menculikmu dari Lilo. Belum lagi, para penjagamu itu, Liam dan entah siapa lagi."

Aku nyengir. "Ya, sudah, pilih Fudi saja. Ingat, hidup hanya sekali. Jangan salah langkah. Hal ini bukan semata hak asasi tapi juga mengenai arti hidup di dunia yang sesungguhnya. Akan tetapi, sekali lagi, ini adalah hidup dan matimu. Jadi, gue serahkan keputusan ditanganmu."

"Menurutmu, manakah yang lebih seksi di antara pilihan berikut, mmm.... hujan, senja, matahari..."

Aku menepuk jidat. "Jangan mengalihkan pembicaraan, Fu."

Fufu tersenyum. Pria tampan dengan aroma musk di tubuhnya itu beranjak dari kursi. Dengan cepat, dia mengolah dua butir telur ayam dan teman-temannya menjadi omelet kece. Omelet itu dibelahnya menjadi dua. Setengah untuknya dan setengah untukku. Jika sudah begini, wanita mana yang tidak meleleh hatinya. Ah, sayang, Fufu tidak tertarik denganku.

Kami pun terdiam. Terdiam sembari menyantap omelet.

Kembali, Fufu membuatku tersanjung. Pria bermata indah itu menuangkan teh ke dalam cangkirku yang telah kosong. Ah, entah mengapa, setiap gerakannya itu memang senantiasa membuatku tersanjung.

Fufu terkikik geli. "Lu kenapa sih, D? Aneh betul, kayak salah tingkah. Biasa ajalah, jangan baper. Kebiasaan, Lu."

Aku tersenyum lebar. "Lu seksi, Fu. Pantas saja baik Fudi maupun Fuli terpesona ama Elu. Elu melakukan semuanya dari hati dan itu berasa banget di gue."

"Lebai, Lu." ucap Fufu geli. "Oia, gimana disertasi Lu, D?" tanya Fufu serius.

"Haduh, sakit kepalaku, Fu, jika kau ajukan pertanyaan tersebut. Kita ganti topik, ya." pintaku manis.

Kuelap mulutku lalu bangkit.

"Hey, jangan mencuci piring, D. Biarkan saja piring tersebut di sana. Nanti ada asisten rumah tanggaku yang mencucinya. Saat ini, dia sedang menyetrika pakaian di dalam kamarnya."

"Okay," Aku menurut. "Lu sadar 'gak sih kalau Elu tuh cakep bingit." pujiku tulus.

Fufu tersenyum. "Taulah, alhamdulillah. Tapi, ketampananku ini kadang membuat luka. Jika Eka Kurniawan bilang bahwa Cantik itu Luka maka gue akan bilang ke dia kalau Tampan itu Luka."

"Jadi, kau akan menikah dengan Fudi atau Fuli? Keduanya berbeda orientasi seksual walaupun kembar. Kau harus memilih. Keputusan yang kau ambil memiliki konsekuensi sendiri. Lagi pula, heran, mengapa Lu bisa terlibat 'complicated relationship' dengan keduanya?" Kubuka ranselku lalu menyodorkan sebuah Al Qur'an.

Fufu menatapku bingung. "Koq Al Qur'an-nya bertuliskan Al Qur'an wanita?"

"Sama saja isinya, Fu. Dengan membaca Qur'an ini, kau bisa mendapat pengetahuan tambahan mengenai Fikih Wanita dan kisah singkat mengenai wanita atau perempuan solehah yang inspiratif di zaman nabi. Penjelasan tersebut terdapat di halaman depan. Lu masih bisa baca Al Qur'an, kan?"

Fufu mengangguk. "Ya, bisa."

"Alhamdulillah. Jadi, tak perlu kuajari tajwid dan makhraj-nya. Jadi, jika kau galau, segera berwudhu dan shalat plus ditambah membaca Al Qur'an. Oia, ini tambahan buku kumpulan doa." Kusodorkan sebuah kumpulan doa yang disampul dengan pink.

Fufu menepuk jidatnya. "D! Gue laki-laki!"

"Ok, terus kenapa? Kalau tak nyaman, buku kumpulan doa tersebut disampul warna lain saja." Aku menatap Fufu sebal. "Ini hanya masalah cover dan kau bisa menutupinya. Oia, itu semua adalah milik pribadiku dan kuserahkan kepadamu, baik Al Quran wanita maupun kumpulan doa. Dekatkan dirimu kepada-Nya, insya Allah ada jalan. Bismillah, ya, Fu."

"Aamiin. Thanks D. Ternyata, tidak sia-sia Lu belajar hingga banyak S-nya dan emang Lu kudu perbanyak ilmu agama sebagai benteng ilmu dunia. Tak sia-sia, gue masih setia menjadi sohibmu sejak TK."

Aku tersenyum.

"So, jangan pikirkan, Abang Fufu. Do the best. Semoga kau mendapatkan hidayah lebih baik dariku."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun