Aku meneloyor kening Nilam. Nilam pun cengar-cengir menyebalkan.
"Kau.... Mmm, orgasme?"
Nilam tersenyum penuh arti.
"Mmm, mandi besarkah?"
Nilam tersenyum lagi.
Aku menatap talam ubi dan dengan cergas kuhabiskan enam buah talam ubi. Entah mengapa, ingin rasanya kubumihanguskan lelaki yang berani 'menyetubuhi' Nilam di udara. Biar bagaimanapun, Nilam adalah salah seorang sahabat lamaku sejak TK. Rasanya, aku tak rela jika 'kegadisan' Nilam hilang oleh pria yang tak tahu diri.
Aku meruntuk di dalam hati. Sepiring talam ubi habis tak tersisa. Kemudian, dua bungkus keripik singkong pedas pun kuhabiskan hanya dalam beberapa menit. Jika sudah begini, siapakah yang harus disalahkan? Keduanya telah dewasa. Ah, aku menahan nafas. Kuteguk air putih untuk meredakan kegelisahanku. Gelisah karena merasa gagal sebagai seorang sahabat.
Aku diam beberapa menit. Hadeuh, mengapa aku menjadi emosi? Nilam sudah dewasa, yakinku di dalam hati. Sebagai perempuan dewasa, dia mampu memilih plus memilah mengenai hal-hal apa saja yang baik dan buruk baginya.
Nilam memperhatikanku prihatin. "Kau mau merasakannya juga, D?"
Aku meleletkan lidah. "Kacrut! Pertanyaan yang bodoh."
"Tapi, aku sadar kalau perbuatanku itu salah. Kami hanya melakukan itu sebanyak tiga kali. Setelah itu, beberapa kali dia mengajakku melakukannya lagi dan kutolak langsung. Imbasnya, dia tak pernah menghubungiku lagi. Aku sedih, D. Sejujurnya, dia lelaki pintar dan baik hati."