Sudahkah kau lihat, Bunda?
Matahari terang yang selalu menyala
sejak jiwanya beranjak
dari raga yang terkaku dingin.
Angin selatan menampar ujung kapal.
Sesekali aku rasakan tubuhku,
terbayang dipeluk erat bunda.
Ketika petir bergema panjang,
menasehati ragaku yang hilang arah,
akan larangan berlayar saat badai menghantam.
Mataku masih menyalang mencari Bunda.
Sesekali menghidu aroma dari jiwa meski buta.
Kubiarkan engkau berlabuh di atas sana.
Menyerah pada lautan yang tak menentu arah jalan pulang.
Semakin jauh menentang daratan, teringat bulan menunggu di ujung lautan.
Kepala dihantam.
Ada luka yang meminta disembuhkan.
Bagaikan anak yang menangis meminta dipeluk.
Ada rindu yang tertanam didalam sana, rindu akan matahari yang selalu menyinari siangku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H