Mohon tunggu...
Dina Meliana Lubis
Dina Meliana Lubis Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN Raden Mas Said Surakarta

Saya seorang mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengetahui Lebih Banyak Mengenai Hukum dan Perkawinan

21 Maret 2023   22:04 Diperbarui: 21 Maret 2023   22:12 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nama: Dina Meliana Lubis
NIM: 212121171
Kelas: HKI 4E
UTS HPII


1. Hukum Perdata di Indonesia


Hukum perdata Indonesia berasal dari Burgerlijk Wetboek Belanda yang pelaksanaannya berdasarkan asas konkordasi. Sifatnya hukum perdata bersifat privat, sehingga mengikat para pihak karena mengatur kepentingan perseorangan.


Hukum perdata Indonesia didasarkan pada hukum perdata Belanda, khususnya hukum perdata Belanda pada masa kolonial. Bahkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia (dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) hanyalah terjemahan tidak tepat dari Burgerlijk Wetboek (BW) yang berlaku di Kerajaan Belanda dan diberlakukan di Indonesia (dan daerah jajahan Belanda). menurut prinsip konkordansi di Indonesia yang kala itu bernama Hindia Belanda, BW mulai diperkenalkan sejak tahun 1859.


Walaupun hukum perdata Indonesia mengatur kepentingan perseorangan, bukan berarti semua hukum perdata hanya mengatur kepentingan perseorangan saja, tetapi karena perkembangan masyarakat, banyak bidang hukum perdata yang diwarnai oleh hukum publik sedemikian rupa, misalnya di bidang hukum perkawinan, hukum perburuhan, dll. Hukum perdata menentukan bahwa orang harus tunduk pada segala sesuatu dalam hubungan timbal balik mereka dan standar apa yang harus mereka hormati. Di satu sisi, hukum perdata memberikan otoritas, di sisi lain, kewajiban dan pemenuhannya, dan ini adalah inti dari aturan hukum, dapat dipenuhi dengan bantuan otoritas jika diperlukan.

Beberapa pakar pun ikut mendefinisikan pembatasan hukum privat, di antaranya sebagai berikut. Van Dunne mendefinisikan hukum perdata khususnya pada abad ke-19 sebagai aturan yang mengatur hal-hal penting untuk kebebasan individu, seperti orang dan keluarga mereka, hak milik dan kewajiban.  Sementara itu, hukum publik menawarkan jaminan minimal atas kehidupan pribadi. 

Pendapat lain juga disampaikan oleh Vollmar yang mendefinisikan hukum privat sebagai aturan atau norma yang memberikan batasan dan dengan demikian melindungi kepentingan individu dalam perbandingan yang adil antara kepentingan orang lain dan kepentingan dalam kaitannya dengan masyarakat tertentu, terutama keluarga dan hubungan lalu lintas.


2. Prinsip perkawinan


Pasal 1 UU tahun 1974 menyatakan bahwa tujuan perkawinan sebagai suami istri adalah untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (YME). Dijelaskan pula bahwa laki-laki dan perempuan harus saling membantu dan melengkapi, sehingga masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya untuk membantu dan mencapai kesejahteraan lahir dan batin.

Bentuk keluarga (rumah tangga) bahagia didasarkan pada ajaran agama yang dianut masyarakat Indonesia, seperti ajaran Islam. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal tersebut, perkawinan memiliki hubungan yang sangat erat dengan agama atau kerohanian, oleh karena itu perkawinan tidak hanya memiliki unsur jasmani, tetapi juga unsur batin atau spiritual yang juga memegang peranan penting.


Perbedaan pendapat atau pandangan tentang pernikahan dalam fikih menimbulkan kesan bahwa perempuan dihadirkan sebagai objek kesenangan laki-laki. Yang terlihat pada perempuan hanyalah sisi biologisnya saja. Hal ini terlihat pada penggunaan al-wat' atau al-istimta', yang semuanya berkonotasi seksual. Selain itu, mahar yang semula merupakan pemberian yang tulus sebagai tanda cinta seorang pria kepada seorang wanita, juga banyak diartikan sebagai pemberian yang memberikan hubungan seksual yang sah kepada seorang pria dengan seorang wanita. Akibatnya, perempuan akhirnya menjadi pihak yang didominasi oleh laki-laki seperti banyaknya kasus perkawinan yang telah terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun