Ketika terbangun, Pak Doni sambil senyum-senyum membukakan pintu untuk saya. Mungkin dia geli mendengar cerita kami lalu melihat saya tertidur pulas. Ternyata kami memang sudah sampai di kompleks Batik Trusmi, bahkan persis di sebelah pintu masuk sampingnya.

Kembali ke toko batik Trusmi, saya melihat ratusan manusia berjejal di dalam toko seluas hypermarket-hypermarket yang ada di Jakarta. Yah, nggak berjejal banget sih, tapi ruammmeee deh, melihatnya seolah-olah sedang berada di dalam pasar induk sayur-mayur. Sumpek!!!

Ketika sedang mengamati cokelat-cokelat penghibur suasana hati itu, mendadak diperdengarkan suara musik pengiring tari-tarian yang lumayan memekakkan telinga. Saya mencari sumber suara, dan ternyata tidak jauh dari rak cokelat, di sebuah pojokan, sedang berlangsung sebuah pementasan tari topeng yang diperagakan oleh dua orang remaja putri. Suaranya berasal dari alat sound system yang dipasang di samping mereka. Sambil menunggu teman saya berburu batik mega mendung khas Cirebon, saya malah tenggelam menikmati sajian tari tradisional tersebut. Untuk hiburan seperti ini, saya rela deh meraih kepingan logam dalam saku tas saya untuk disumbangkan kepada kedua penari belia. Hiburan yang menyenangkan, apalagi setelah mengalami kejadian tidak enak dengan si abang becak, ha ha ha…

Kami kembali ke hotel masih sore, sebelum Maghrib menjelang, akibat kelelahan dan kepanasan berkeliling dengan becak.
Makan malam kami lalui di dalam hotel, dengan memesan empal gentong yang ternyata uueenaaak… Tidak sia-sialah meskipun tidak keluar hotel untuk makan malam kali itu, harganya juga sepadan, rasanya pun tidak kalah dengan rasa kaki lima. Setidaknya begitulah menurut pendapat kami. Saking lelah dan lapar, makanan kami habiskan, tak bersisa. Nggeragas!!



Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI