Mohon tunggu...
Dina Finiel Habeahan
Dina Finiel Habeahan Mohon Tunggu... Guru - be do the best
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

BE A BROTHER FOR ALL

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cemburu Menghantarkanku Menjadi "Anak yang Hilang" (Luk 15 : 11-32)

23 November 2020   10:36 Diperbarui: 23 November 2020   10:42 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Sebuah Refleksi : "Perumpamaan tentang anak yang hilang" (Luk 15 : 11-32)

Orang yang cemburu meracuni hidangannya sendiri, lalu memakannya. Kecemburuan adalah racun mental dan penyebabnya adalah ketakutan. -Joseph Murphy -

Siapakah anak yang hilang itu? Si bungsu atau si sulung. Banyak di antara kita menyebut bahwa si bungsulah yang hilang karena telah menghamburkan harta warisan yang dituntutnya dari ayahnya ketika sang ayah masih hidup. Si bungsu menjadikan dirinya hilang dalam relasinya dengan keluarga. 

Mari kita telusuri lebih dalam lagi. Permintaan harta warisan selagi ayahnya masih hidup itulah dasar kesalahan dari si bungsu. Kepergian si bungsu ke negeri jauh yang meninggalkan rumah sebelum kematian ayahnya merupakan sikap seorang anak yang tidak berbakti dan tidak bertanggungjawab. Perbuatan itu hina dan terlarang, sehingga anak tersebut dapat dikategorikan sebagai anak durhaka. Daftar dosa si bungsu itupun bertambah menurut tuduhan abangnya, yaitu bahwa ia hidup berfoya-foya dan menghambur-hamburkan harta ayahnya bersama para pelacur. 

Kembali ke pertanyaan awal, siapakah anak yang hilang itu? Dalam kisah itu, si bungsu memang dikatakan telah hilang namun ketika kisah berlanjut, dia menyesal dan pulang ke rumah bapanya sebagai lambang ungkapan pertobatan. 

Sang ayah sangat bersukacita menyambut kedatangan si bungsu. Dia pun diterima dan dipulihkan kembali dalam relasi dengan keluarga dan dengan masyarakat.

Jubah pun menjadi lambang kehormatan, sehingga dengan memakaikan jubah kepadanya, si bungsu diterima kembali sebagai orang terhormat dan masyarakat akan menerimanya kembali. Sedangkan cincin adalah lambang kuasa/wibawa dan sepatu lambang kemerdekaan bagi yang memakainya. 

Oleh karena itu, dengan dikenakan jubah, cincin dan sepatu, si bungsu diterima kembali sebagai anak, dipulihkan wibawa dan kemerdekaannya. Tak hanya itu, pesta dengan lembu tambun pun diadakan sebagai gambaran betapa luar biasanya sambutan dan penghargaan sang ayah. Pesta itu juga bukan hanya untuk keluarga, tetapi pesta bersama masyarakat, karena sang ayah berkepentingan untuk mendamaikan anak bungsunya dengan mereka.

Dengan demikian sang ayah itu benar-benar telah menguburkan masa lampaunya. Ia tidak peduli dengan motivasi yang mendorong si bungsu pulang, tidak mengucapkan sepatah kata yang dapat diartikan sebagai pengampunan, tidak menunjukkan kemarahan dan tidak berniat memberi hukuman kepadanya. 

Maka, perkataan "ia telah mati dan hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali" menyatakan bahwa orang berdosa mengalami kehidupan kembali setelah bertobat dan memperoleh pengampunan atas dosanya. Si bungsu yang telah hilang telah didapat kembali.

Permasalahan sekarang berada pada si sulung. What's happen for him?

Ketika si sulung pulang dari ladang, ia mendengar musik dan lagu tari-tarian di rumahnya. Setelah bertanya dan menyimak penjelasan provokatif dari pembantu yang menonjolkan pesta penyembelihan lembu, ia menjadi iri dan kesal. Kecemburuannya berakar pada sikap dirinya yang selalu taat kepada ayahnya demi mendapatkan imbalan. 

Oleh karena itu, ketika si bungsu dipestakan dan ia tidak mendapat apa-apa, ia menjadi iri dan kesal. Alhasil, rumah yang sudah sekian lama dihuninya menjadi asing. Ia merasa dirinya tidak cocok lagi dengan rumah itu dan tidak mau masuk, sehingga terputuslah relasi dirinya dengan rumah itu dan seluruh isinya. 

Sewaktu sang ayah membujuknya masuk, ia memandang dirinya sebagai pekerja upahan yang diperlakukan tidak adil dan amarahnya memuncak dengan tidak mau menerima adiknya dan menuduhnya telah memboroskan harta bersama para pelacur. Ia tidak menyebut lagi si bungsu adik, tetapi "anak ayah", sehingga penolakan terhadap adiknya itu juga berarti penolakan terhadap ayahnya. 

Sang ayah menanggapi si sulung dengan penuh belas kasihan dan mau menyadarkan si sulung sebagai anak yang berhak atas ahli waris dan bukan pekerja upahan. Seharusnya si sulung sebagai abangnya pun bersukacita sama dengan sang ayah. Apakah si sulung mengikuti ajakan sang ayah untuk menyambut adiknya dan bersukacita bersama? Perumpamaan berakhir tanpa ada kejelasan apakah si sulung ikut serta bersukacita atau tidak. 

Siapakah anak yang hilang itu? Dalam arti tertentu sebutan anak yang hilang tertuju pada si sulung. Benarkah demikian? Apa yang dilakukan sang ayah pada si bungsu tak dapat diterima oleh si sulung karena diliputi rasa cemburu yang begitu mendalam. 

Cemburu yang menyelimuti hati si sulung menghantarkan dirinya menjadi orang asing di tengah keluarganya. Relasi ayah dan anak yang selama ini terjalin berubah menjadi relasi tuan dan hamba (pekerja upahan). 

Lebih menyakitkan lagi kecemburuan si sulung ini berakhir pada penolakan adiknya yang mengartikan penolakan juga terhadap ayahnya. Si sulung yang tadinya dekat dengan keluarga, kini menjauh bahkan "menjadi hilang" dalam relasinya dengan keluarga. 

Cemburu, Perlukah? Apakah cemburu ungkapan tanda bukti cinta atau tanda tak mampu mencintai? Kata cemburu berasal dari Yunani yaitu zelos yang berarti persaingan dan menunjukkan intensitas perasaan.

 Cemburu bukanlah sebuah perasaan tunggal tapi kombinasi banyak perasaan negatif yang tercampur aduk jadi satu. Kecemburuan melibatkan rasa kesal, iri, kaget, sirik, gagal, curiga, dengki, kecewa, jijik, dsb. Dan akar utama yang mengikat semua emosi itu menjadi satu adalah rasa takut, bukannya cinta.

Perlahan tapi pasti, cemburu menggerogoti kemampuan kita untuk mencintai. Cinta adalah kekuatan, cemburu adalah ketakutan. Selain itu, Cemburu itu Insecure. Kecemburuan muncul dari rasa terancam kehilangan, tanpa ada korelasi dengan seberapa besar kadar cinta yang dimiliki. Anda tidak mencintai pun tetap bisa merasa terancam jika kehilangan sesuatu. 

Mari bermenung dan bertanya, ketika sosok "anak yang hilang" dikenakan kepadaku pribadi ,"si bungsu" atau "si sulung" yang kuperbuat dalam keluarga,di tempat kerja,atau bermasyarakat? Apakah yang kulakukan selama ini semakin mempererat kesatuan dan cinta dalam keluarga,masyarakat atau di tempat kerja  atau malah menghantarkanku pada sebuah pemisahan bahkan penolakan untuk menjadi bagian dari mereka? 

Semoga bermanfaat..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun