Namun, saat membaca realita jual-beli di pasar online, hal yang tidak pernah kalah diutamakan justru 'keamanan' -- berapapun harga produknya, seberapa cepat proses pengirimannya, semudah apapun transaksinya, akan mengarah pada 'keamanan' yang menopang dan menjamin produk tetap dalam keadaan stabil (sesuai foto, deskripsi, dan janji penjual).
Keamanan setiap produk yang dipesan oleh pembeli sendiri biasanya dilapisi beberapa bahan pengemasan, dari mulai kemasan asli produk; kemudian dilapisi plastik sebagai perlindungan pertama; baru setelah itu lapisan paling kokoh sebagai penopang utama - seperti dus / bubble wrap / styrofoam / plastik wrapping; dan dikencangkan menggunakan selotip.
Apakah sangat aman? Tentu saja! Tak sedikit pula pengemasan yang berlapis tersebut selalu mendapat pujian dari para pembeli, bahkan berkat keamanan yang terjamin membuat pembeli memberi rating tinggi sehingga reputasi toko menjadi sangat baik.
Dari sisi penjual, tentu tidak akan mau mengecewakan pelanggan -- setiap pesanan yang masuk rasanya selalu mau memberikan yang terbaik, bahkan kalau ada catatan khusus, "Packingnya tolong yang aman dan double ya, kak. Soalnya jauh dan lagi musim hujan," pasti langsung dituruti.
Jarak dan cuaca, menjadi dilema tersendiri bagi penjual dalam mengontrol keamanan produk -- yang tanpa disadari membuat sampah plastik terus menumpuk. Semakin jauh tujuan pelanggan, semakin tebal dan berlapis pula pengemasannya; dan saat memasuki musim penghujan, maka semakin banyak pula sisi produk yang ekstra ditutupi dengan plastik dan selotip.
Mewarta dari Forest Digest, pengemasan produk boleh saja aman, tetapi nyatanya membahayakan lingkungan -- semua berkat dari pembungkus/pengemasan setiap produk dan penggunaan tenaga pengiriman.
Jika, menilik lebih dalam komposisinya, Katadata mengungkap bahwa limbah plastik yang ada di Indonesia mencakup 17,1%, kemudian sekitar 37% nya yakni berasal dari limbah plastik yang berbentuk selotip, kantong belanja, hingga karung untuk pengiriman.
Mau membela soal keamanan? Tentu hanya akan jadi omong kosong belaka, sebab bumi sudah mengerang kesakitan, dan itulah realitanya.
Sekilas, kalau memposisikan diri sebagai pembeli; saat ada paket datang, dominan dari kita pasti langsung membuka/merobek kemasannya, dan jika produk yang kita inginkan sudah telihat + bisa diambil, pasti kemasan tersebut langsung dibuang -- yang pada akhirnya akan berhenti dan menumpuk di tempat pembuangan sampah terakhir, dan itulah realitanya.
Lalu, apa upaya yang bisa dilakukan untuk menangani limbah plastik belanja online?
Memang menjadi dilema tersendiri antara keamanan dan limbah plastik yang terus menumpuk, tetapi sebenarnya ada upaya yang bisa dilakukan bersama (sisi penjual dan sisi pembeli) untuk memulai diet pengemasan pengiriman produk. Berdasarkan yang saya telaah, berikut 2 poinnya:
1. Sisi Penjual: Memberikan Opsi Pemilihan Kemasan