Buku versi digital alias E-Book telah berlayar dan berkembang di Indonesia pada 20 tahun terakhir. Bukan hanya tergolong sebagai sarana yang praktis, melainkan memang sudah terbukti membantu dan memudahkan pembaca untuk memenuhi ragam kebutuhan, terlebih dalam aktivitas pembelajaran.
Meski demikian, lagi-lagi sama halnya dengan buku cetak, E-Book juga tidak bisa lepas dan bebas dari tantangan pembajakan.
Majunya dunia teknologi kerap dimanfaatkan oknum untuk mendapatkan file E-Book dan menyebarluaskan secara ilegal, alias dijual secara cuma-cuma dengan harga yang tidak masuk akal dan tentunya tidak memiliki izin secara resmi.
Aksi pembajakan inilah yang pada akhirnya sangat sulit untuk dibendung. Bagaimana tidak, bukan hanya dari sisi pengedar saja yang secara terang-terangan menyatakan dan mengaku menjual E-Book bajakan, melainkan juga dari sisi pembaca yang kerap mencari buku bacaan dalam versi digital (E-Book) tetapi scanan / bajakan, terlebih dengan sikap santai dan blak-blakan.
Ketidaktahuan dan Tidak Bisa Membedakan Kerap Menjadi SatuÂ
Seperti 4 hari lalu yang terjadi di toko online saya, di mana customer datang dan bertanya, "Yg scannan ada?". Sebagai penjual buku bekas agaknya kaget ketika mendengar pertanyaan tersebut. Sebab, setiap buku yang saya pasarkan selalu menggunakan judul yang jelas sebagai penanda produk original, yakni terselip kata kunci 'Original'.
Produk yang beliau tanya adalah buku karya penulis komik ternama Tony Wong, dan kata kunci pada produk buku yang ditanyai juga sangat jelas sekali, yakni 'Original Bekas'. Tidak lupa, ketika memasuki ranah toko online saya, sangat jelas sekali ada poster besar dengan penjelasan bahwa hanya menjual buku-buku original. Tetapi, agaknya kejelasan itu juga tidak mampu dicerna dengan baik oleh customer.
Ketika mendapat pertanyaan seperti itu, sebenarnya langsung mendidih dengarnya, "kok bisa nyarinya versi scanan, sedangkan karya asli yang terbit hanya versi cetak, plus harga bekasnya sudah murah banget". Begitu mau diajak diskusi, langsung diam seribu bahasa, sampai sekarang tidak ada balasan.
Menyoal pembajakan E-Book, mungkin sebagian pembaca merasa diuntungkan, karena hanya dengan membayar Rp 500 (perak) sampai Rp 5.000 saja sudah bisa mendapatkan buku yang diinginkan.
Tetapi, di sisi lain ada sebagian pembaca pula yang justru merasa dirugikan, sebab kerap ketipu dan tidak bisa membedakan mana versi original dan mana versi bajakan. Jikalau, tanpa sengaja turut membeli versi bajakan (karena ketidaktahuan) pasti langsung merasa bersalah, sebab dari awal mencari buku tidak pernah kepikiran sedikit pun untuk membaca dari versi bajakan. Jadi, ruginya itu terasa di hati, alias rasa bersalah terus menghantui.
Pembaca yang merasa dirugikan biasanya memang dominan karena pure ketidaktahuan atau tidak bisa membedakan, baik dari sisi foto, judul, bahkan deskripsi. Kedua hal tersebut kerap menjadi satu yang membuat mudah terkecoh. Apalagi terdapat beragam istilah 'halus' yang sering digunakan pengedar buku bajakan sebagai iming-iming, namun belum banyak yang mengetahuinya.
Kenali Ciri-Ciri E-Book Bajakan untuk Mengurangi Kerugian, Jangan Sampai Keliru!
Berikut cara mudah mengenali E-Book bajakan, sebagai langkah untuk menghentikan 'pembajakan' dan mengurangi kerugian.
1. Pembelian melalui tangan tidak resmi
E-Book bajakan biasa dijual bebas di pasar online sampai sosial media. Di pasar online alias marketplace, E-Book bajakan sekilas terlihat seperti produk pada umumnya yang memiliki foto meyakinkan + iming-iming bonus tambahan (seperti gratis ongkir, pengiriman secepat kilat, hingga bonus buku lainnya).
Kalau dilihat dari sisi judul dan foto memang terlihat bagaikan produk original. Tetapi, jika ditelaah lebih mendalam, produk E-Book tersebut adalah bajakan. Bisa kita perhatikan pada bagian deskripsi, di mana penjual enggan untuk menyebutkan keorisinilan produk, alias lempeng begitu saja dan diganti dengan iming-iming berbagai bonus, seperti 'Bonus buku lainnya, bebas milih', 'tidak ada ongkir', 'harga termurah' dsb.
Sedangkan, E-Book original hanya bisa kita dapatkan melalui penerbit resmi dengan akses khusus, alias menggunakan aplikasi tertentu dan pilihan. (Jelasnya pada poin 4 di bawah).
2. Harga diluar nalar
E-Book bajakan yang berada di pasar online harganya sangat diluar nalar, alias lebih murah dari bayar parkir, dari mulai Rp 500 (perak), Rp 2.000, sampai Rp 5.000-an.
Menyoal harga, biasanya pengedar memberikan pilihan selayaknya promo buku bundling. Misal, jika satuan harganya Rp 500 (perak), tetapi kalau mau yang lebih murah bisa pilih bundling/paket, seperti Rp 2.000 sudah dapat 10 buku. Bahkan ada juga yang demo-an, alias borongan, bayar tidak sampai Rp 10.000 sudah bisa dapat file puluhan buku.
Sedangkan, harga E-Book original kemungkinan tidak jauh dari versi cetaknya, namun tetap lebih murah dan pastinya aman dikantong.
Mengapa harga versi original tetap pada standar harga versi cetak?
Meskipun bentuknya digital, harga tetap harus diperhitungkan, di mana keuntungannya diberikan kepada semua pihak berjasa yang sudah bekerja keras disetiap aktivitas produksinya, dari mulai sang penulis, pihak penerbit, hingga pihak lainnya yang terlibat.
3. Format file
Dominan, file yang digunakan untuk proses penyebaran E-Book bajakan adalah PDF.
Kemudian, dari sisi keamanan, tentu versi bajakan tidak mempunyai DRM alias Digital Right Management, sehingga siapapun bisa dengan mudah mengunduh, menduplikasi, dan menyebarluaskan file E-Book secara cuma-cuma.
Lain halnya dengan E-Book original, yang sudah pasti memiliki sistem keamanan DRM, bukan hanya untuk mengelola distribusi, melainkan juga melindungi semua hak dari sang pemilik karya cipta. Kemudian, saat membaca E-Book original pada web resmi, tentu tidak akan ada yang bisa untuk menangkap layar / screenshot, mengunduh, hingga menduplikasi. Jadi, data sangat aman dan terjaga.
4. Akses tidak resmi
Akses yang diberikan saat membeli E-Book bajakan, yakni diantaranya melalui email, google drive, media sosial, aplikasi chat pribadi, hingga CD.
Selain itu, menyoal akses, E-Book bajakan yang berada di pasar online biasanya akan menambah iming-iming, seperti 'Akses Selamanya', 'Pengiriman Sangat Cepat', 'Selalu Update Data', dsb.
Jadi, kalau teman-teman menginginkan versi original, namun malah menemukan poin di atas, wajib dipertanyakan kembali dan dicek lebih detail lagi.
Sebab, akses E-Book original hanya bisa dibeli atau didapat melalui web atau aplikasi resmi penerbit, di mana data dan keamanan aksesnya sudah terjamin sekali. Di antaranya seperti Gramedia yang menggunakan e-book reader (Gramedia Digital), atau ada juga Google yang bisa diakses dari aplikasi Google Play Book. Dan lainnya yang memiliki kerja sama atau hubungan dengan para penerbit resmi. Bahkan, tidak hanya yang berbayar, yang gratis pun banyak, salah satunya seperti iPusnas.
5. Kualitas file dan isi
Kualitas E-Book bajakan tergolong rendah, sebab dominan hasil dari scan-an per halaman (yang kalau dilihat dan dibaca seperti hasil fotocopyan).
Selain itu, E-Book bajakan kerap tidak lengkap, banyak halaman yang hilang atau tidak full. Kalau disamakan dengan versi original, terkadang jumlah halamannya sering kali berbeda.
Kemudian, iming-iming yang biasa diberikan pengedar E-Book bajakan melalui pasar online adalah penyematan 'file PDF kualitas bagus'.
Sedangkan, E-Book original sudah pasti mempunyai kualitas dengan resolusi yang tinggi. Terlebih ada beragam fitur yang bisa digunakan, dari mulai reading light, bookmark, sampai zoom.
Itulah 5 ciri E-Book bajakan sekaligus perbedaannya dengan versi original.
Banyaknya istilah yang digunakan pengedar, memang kerap membuat pembaca jadi mudah tergiur. Meski demikian, itu hanyalah iming-iming semata untuk menarik perhatian. E-Book original tetap hanya bisa diakses melalui web atau aplikasi penerbit resmi, tidak dijual secara bebas dengan akses yang mudah begitu saja apalagi dihargai hanya sebesar bayaran parkir.
Mari sama-sama menghargai, mengapresiasi, dan mendukung karya-karya anak bangsa dengan tidak membeli E-Book bajakan.
Semoga ulasan ini bisa bermanfaat dan menambah wawasanmu dalam mengenal luasnya dunia perbukuan. Salam literasi, sehat-sehat selalu yaa untuk kamu yang lagi membaca artikel ini.
Penulis: Dina Amalia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H