Mohon tunggu...
Dina Amalia
Dina Amalia Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Bouquiniste

Biasa disapa Kaka D! | Hidup pada dunia puisi dan literasi | Etymology Explorers | Mengulik lebih dalam dunia perbukuan dan kesehatan | Contact: dno.dwriter@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Book Artikel Utama

Model Bisnis Perbukuan Bergeser, Lebih Akrab dengan Konsumen, Lebih Hemat Tanpa Buka Pertokoan

30 Oktober 2024   09:10 Diperbarui: 30 Oktober 2024   11:33 448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perkembangan zaman turut mengubah kiblat usaha jual-beli produk ke arah yang semakin maju. Tak lain karena pengaruh dari 'tren digital' yang kian masif. Semula hanya mengandalkan jaringan besar untuk mendistribusikan produk, kini bisa dengan mudah menjangkau pembeli tanpa bantuan pihak lain.

Salah satunya, seperti model binis dunia perbukuan, di mana sebelumnya hanya mengandalkan 'product centric' alias relasi/jaringan dalam memasarkan produk, kini mulai beralih ke 'consumer centric' alias pendekatan langsung ke konsumen.

Bukan untuk menyulitkan, ketika zaman semakin akrab dengan teknologi, justru membuat pelaku usaha khususnya perbukuan semakin gencar untuk kembali 'menghidupkan' gairah aktivitas jual-beli, yang seakan dituntun dan dimudahkan dalam menjangkau konsumen secara lebih luas.

Lebih Akrab: dari Penerbit Langsung ke Konsumen

Saat dunia digital mulai bergema, industri perbukuan tidak diam saja, melainkan turut memanfaatkan dari berbagai sisi dengan personalisasi semua kebutuhan pembaca agar akses mendapatkan buku bisa jauh lebih mudah.

Dimulai dari sisi revolusi kertas ke layar alias e-book, hingga tetap menyediakan buku cetak yang tersedia melalui daring. Baik pembelian buku berwujud elektronik ataupun cetak, jejak 'perilaku' pada setiap pembelian dapat dengan mudah ditelusuri/dilacak.

Kemudahan ini, membuat penerbit bisa lebih memahami setiap perilaku para konsumen, yang pada akhirnya ingin jauh lebih akrab dengan memasarkan buku secara 'personal', alias menjual secara langsung berbagai genre buku ke pembaca (konsumen) melalui online store sendiri, yang bisa diakses melalui website resmi penerbit ataupun marketplace.

Proses pemasaran dan pendekatan ini juga turut diungkap oleh Stephanie Duncan yang merupakan Konsultan Penerbitan Digital Kanada melalui Kompas.id, "Kebanyakan (penerbit) memutuskan untuk menjual secara langsung buku mereka ke konsumen melalui toko daring. Hal ini, mungkin juga dipengaruhi oleh digital yang sangat memudahkan akses pendistribusian," ujarnya.

Dengan menggunakan model bisnis consumer centric seperti ini, tren pasar pada dunia perbukuan khususnya dari penerbit menjadi lebih menguat.

Terlebih ketika penerbit dan konsumen mulai merasa dekat, di mana jejak 'perilaku' pada pembelian buku kini menjadi fenomena sekaligus sarana 'request-an' konsumen terhadap penerbit, seperti ketika ada buku cetak diterbitkan, maka disitulah sering terdengar permintaan atau request-an konsumen untuk menerbitkan versi elektroniknya juga. 

Pun sebaliknya, mungkin saja versi elektronik/e-book terbit lebih dulu, baru kemudian versi cetak diterbitkan mengikuti request-an atau permintaan.

Lebih Hemat: dari Rumah, Tanpa Buka Toko

Selain resmi dari penerbit, bisnis dalam dunia perbukuan dahulu memang melekat dengan 'toko buku fisik' yang di mana dominasi bukunya adalah buku-buku bekas dan lawas. Melekat juga dengan buku-buku yang dipajang di rak untuk menarik pembeli.

Ketika zaman semakin berkembang, rupanya juga ikut mengubah kiblat model usaha perbukuan, yang dahulu alternatif buku murah hanya bisa ditemukan melalui toko buku fisik, kini yang fisik itu sebagian besar sudah beralih ke toko online yang menjamur di marketplace, dan sudah minim proses pemajangan buku secara fisik karena kini beralih menjadi bentuk potret foto yang terpajang di etalase toko online.

Model usaha perbukuan sendiri terbagi menjadi dua kategori, berikut diantaranya:

1. B2B - Offline dan Online

Usaha perbukuan pada model ini datang dari penjual buku lama yang dominan memiliki toko fisik dan memiliki channel lebih luas dan besar, seperti antar sesama pengusaha buku, lembaga pendidikan, hingga perpustakaan. Namun, model ini tetap melayani pembelian secara per orangan.

Ketika tren digital kian masif, penjual model ini turut bertransisi ke pasar online. Meski konsumen yang datang dominan per orang, biasanya tetap menyediakan penjualan secara 'borongan' yang biasanya ditawar oleh penjual lainnya, kolektor, hingga lembaga. Kemudian, karena model ini memiliki channel yang lebih luas (dari sisi fisik dan online), maka soal pemasukan tentu jauh lebih besar.

2. B2C - Rumahan (Online)

Kedua, model inilah yang disebut jauh lebih hemat. Di mana ketika pasar online menggema, seakan membukakan jalan dan peluang usaha untuk pengolektor buku atau pemilik buku banyak. Selain itu, ada juga yang memang baru memulai usaha buku dan menjalankannya 100% dari rumah.

Ada orang yang memiliki banyak ragam buku tetapi suka kebingungan karena sudah terlalu penuh untuk didiamkan begitu saja, disisi lain juga sangat enggan untuk dibuang atau 'dikiloin'. Maka, hadirnya pasar online marketplace benar-benar membukakan mereka peluang untuk memasarkan buku-bukunya secara online.

Model usaha ini termasuk dalam B2C alias langsung menuju kepada konsumen. Tak tanggung-tanggung, lho. Biasanya penjual model ini memiliki jumlah buku mencapai ribuan dan 100% dipasarkan hingga dijalankannya secara online.

Kenapa disebut lebih hemat?

Sebab, model usaha seperti ini tidak membutuhkan toko fisik, dominan dijalankannya melalui rumah. Tidak ada lagi istilahnya membayar sewa lapak, ditambah dengan biaya lainnya seperti listrik dan air. Kebutuhan yang biasanya diperlukan hanya pembersih untuk merawat dan membersihkan buku-buku secara rutin.

Jika, buku yang dijual datang dari koleksi pribadi, maka pemasukan yang didapat terbilang 98% tinggal keuntungannya saja. Sedangkan, jika memulai usaha ini dengan membeli buku kepada pemasok, tentu akan dikurangi dengan modal beli buku.

Apakah modal beli buku ke pemasok buku mahal?

Jawabannya adalah: Tidak. Sebab, buku-buku bekas bisa dibeli dan ditawar secara borongan per kardus atau per kilo. Sedangkan, buku baru original alias sebagai reseller dari penerbit resmi, maka ada beberapa biaya yang harus diperhitungkan lebih rinci lagi.

Kegiatan Pemasaran yang Membuat Buku Terus Laku

Antara buku original dari penerbit dan reseller, dengan buku original dari penjual buku bekas dan lawas, memiliki perbedaan dalam menarik pembeli.

Mengapa demikian?

Sebab, dari mulai kondisi dan jumlah buku sangatlah berbeda antara keduanya, yang menjadi metode penjualan pun cukup berbeda, meskipun masih ada yang selaras.

Seperti dari sisi kondisi, penerbit tentu selalu menyajikan buku-buku baru bahkan yang baru saja diterbitkan, sedangkan penjual buku bekas dominan datang dari buku-buku terbitan lama yang kondisinya sudah seadanya.

Namun, dari sisi jumlah penjual buku bekas dan lawas terbilang jauh lebih banyak memiliki koleksi buku, sebab buku yang datang dari masa lalu bisa tidak terhingga jumlahnya, dari mulai ratusan hingga ribuan, tetapi stok per judul bukunya dominan hanya 1. Sedangkan, penerbit dan reseller, jumlah bukunya tidak sebanyak penjual buku bekas alias masih terhingga, namun jumlah stok per judul bukunya tergolong cukup banyak sesuai produksi dan kondisi gudang.

Berikut perbedaan kegiatan pemasaran yang digunakan antara penerbit dan reseller, dengan penjual buku bekas dan lawas:

1. Promosi (Dominan digunakan oleh penerbit dan reseller)

Dalam mencapai target penjualan, memang umumnya pelaku usaha memanfaatkan ragam promosi untuk menarik pembeli. Namun, dalam dunia perbukuan tidak semua jenis promosi digunakan begitu saja. Melainkan, mengikuti kondisi barang dan pasar.

'Promosi' terbilang menjadi senjata utama untuk menarik pembeli bagi penjual buku baru seperti penerbit ataupun reseller. Promosi yang digunakan beragam, dari mulai memberikan berbagai diskon, memberikan sebuah cashback, kupon, mengadakan semacam giveaway, iklan (iklan toko, iklan produk), program afiliasi, gratis ongkir, flash sale, membership, hingga endorsment.

Promosi bagi penjual baru tentu digunakan untuk membuat toko selalu ramai, dan bisa mencapai target penjualan yang sudah ditetapkan. Maka, tak heran jika kita mengunjungi official store penerbit atau reseller, ada banyak sekali promo yang ditawarkan.

Lalu bagaimana dengan toko buku bekas dan lawas, apakah tidak menggunakan promosi juga?

Promosi tidak sepenuhnya hanya digunakan oleh penerbit dan reseller saja melainkan toko buku bekas dan lawas juga turut serta memanfaatkan promosi, tetapi yang membedakan adalah tidak semua jenis promosi digunakan.

Biasanya, promosi yang dimanfaatkan oleh toko buku bekas dan lawas adalah gratis ongkir, iklan produk, dan diskon.

Mengingat jumlah buku yang jauh lebih banyak daripada jumlah stok, toko buku bekas dan lawas fokus utamanya kepada update produk.

2. Update Produk (Dominan digunakan oleh penjual buku bekas dan lawas)

Update produk, alias rutin mempublish produk baru dari stok yang dimiliki. Jadi, hampir setiap hari / hari-hari tertentu, penjual buku bekas dan lawas selalu memiliki dan mengeluarkan produk baru.

Update produk bagi penjual buku bekas dan lawas bagaikan promosi, karena turut meramaikan aktivitas toko. Maka, ketika teman-teman berkunjung ke toko online buku bekas dan lawas, jangan heran jika produk yang dimilikinya mencapai ribuan.

Bagi penjual buku bekas dan lawas, update produk sendiri seperti senjata utama dalam menarik pembeli. Jika, jarang update produk, maka sangat terasa dengan penurunan jumlah pengunjung dan pembeli.

Jika toko terus melakukan update produk, biasanya disebut dengan 'fresh' alias memberikan wajah baru kepada pembeli (karena menghadirkan buku dengan judul-judul baru meski datangnya dari masa lalu), dan sekaligus mengisyaratkan bahwa toko buku bekas yang ditengok pembeli ini masih hidup.

Mengapa bisa demikian?

Meski, yang dijual adalah buku bekas dan lawas, namun rupanya ada banyak judul buku (dari masa lalu/terbitan lama) yang kerap/masih diburu dan sudah lama dicari-cari oleh penggemar. 

Kondisi inilah yang membuat penjual buku bekas dan lawas semacam menerka-nerka akan minat penggemar yang mungkin saja sudah lama menunggu-nunggu kembali hadirnya buku dengan cover/edisi/koleksi/judul tertentu. Jadi, membuat penjual lebih giat mengupdate atau mempublish produk setiap harinya.

Semoga ulasan ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan kamu dalam mengenal luasnya dunia usaha buku. Salam literasi, sehat-sehat selalu yaa untuk kamu yang lagi baca artikel ini.

Penulis: Dina Amalia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun