Dari lubuk hati yang terdalam, ketika menulis ngga pernah mengharapkan apa-apa, terlebih soal angka (entah itu viewers, penilaian, uang, bahkan sampai pengakuan, sama sekali tidak). Fokus menulis sejak awal, adalah wujudin cita-cita yang sejak kecil pingin banget bisa bermanfaat untuk orang banyak.
Buku bekas dan lawas sendiri adalah dunia saya, meski gumoh dengan banyaknya buku, tetap saja asyik dengan lalu-lalang pemasok dan pembeli online, sekali pun menulis dan menerbitkan karya, hingga saat ini saya hanya nyaman dan berkenan menggunakan nama pena + jadi ghostwriter.
Baru mengenalkan diri yaa di Kompasiana ini, sebagai tukang buku, bahasnya yaa buku lagi buku terus. Ngga ada yang spesial bahasannya, sekedar ingin mengenalkan lebih dalam dunia buku, dari mulai istilah, kehidupan di dalamnya, sengitnya persaingan, sampai perkara pembajakan. Di lain sisi meski bahasnya buku, saya juga tetap mencintai dunia puisi.
Sampai pada akhirnya, di awal/pertengahan 2024 tiba-tiba dihubungi oleh penerbit yang bagi saya ternama. Ketika itu, pihak penerbit meminta izin lebih dulu untuk menghubungi secara personal melalui sambungan telepon.
Begitu mulai obrolan, pihak tersebut langsung pada poinnya, bahwa tertarik dengan tulisan saya dan siap menerbitkan karya saya, tanpa biaya sepeser pun. Ketika ditanya draft, saya apa adanya bahwa punya 3 draft dengan genre yang sama, dengan garis bawah saya sampaikan juga bahwa draft ini belum mau dipublish. Mereka tetap semangat, dan coba mengulik genre lain, tetapi, anak yang baru gede ini malah ngeyel dan kepo, padahal peluang baru di depan mata.
Maksud saya, tulisan yang mana (yang buat mereka tertarik)? Tetapi begitu ditanya, ngga dijawab secara spesifik, dengan alasan ingin mengikuti keinginan saya dan membebaskan kreativitas dalam berkarya, alias mau topik apapun hayuk.Â
Di sini sebenarnya mereka ragu untuk menyebutkan satu topik yang secara tidak langsung mengarah pada topik populer atau yang sering dibahas, tetapi lagi-lagi mereka seperti tidak ingin membatasi.
Alih-alih kepo, alhasil jadi ngeyel, yang pada akhirnya saya nyeloteh, "Kalau puisi aja gimana?", dijawab santai "Boleh banget kak, gapapa, nanti kita terbitin".
Lagi-lagi kengeyelan ini makin tuman, saya santai bilang, "Kalau nulis, saya mah lama, ngga bisa diburu-buru, mau nikmatin hasil tulisan buat dibaca-baca sendiri dulu,". Bukannya capek sama celotehan, lho, kok, malah excited, "Oh gapapa kak, tenang aja kita tungguin, kita paham betul kalau menulis memang ngga bisa diganggu, butuh kefokusan, kalau diganggu hasilnya malah berantakan".
Mendengar sautannya, otak ini langsung pening. Tetapi, tetap ngeyel, "Oh, ya sudah, beberapa bulan ke depan saya baru siap, atau bahkan di 2025,". Disaut lagi, "Ok kak deal yaa, kita tunggu, selamat berkarya,".
Saya kira selesai. Ternyata, dimandorin setiap bulan! Disemangatin, dikasih motivasi, yang kalau ditelaah kata-katanya, 'biar cepet nulisnya'.