Pada dasarnya, onomatopoeia dan ilustrasi memang diposisikan sebagai pelengkap pada konteks yang tepat, karena onomatopoeia dapat menirukan atau menggambarkan bunyi asli hingga memunculkan suasana kegembiraan dan menghadirkan rasa keseruan berpetualang pada halaman-halaman komik.
Cara Komikus Memainkan Suara
Cara komikus memainkan suara dalam alur cerita dimulai dari penggunaan ukuran dan gaya font, hingga beragam efek dan bentuk bubble teks yang berbeda-beda.
Seperti misal, terdapat kata yang menirukan sebuah suara ledakan, maka disitu terdapat juga efek asap dan api di dalam bubble teks. Lainnya, seperti bahasa teriakan, maka bubble teks bisa diganti dengan ilustrasi mulut dan terdapat tanda seru seperti, "A-A-A!! A-A-AA!!".
Dalam pemilihan dan penggunaan font, biasanya komikus akan menyinkronkan/menyesuaikan gaya font dari mulai cetak miring, huruf tebal, penataan sebuah tanda baca, hingga penataan kata yang tidak beraturan atau transparan, untuk menekankan bentuk/motif yang berbeda-beda sesuai dari alur dan kata yang tertulis. Seperti, apakah komikus sedang menyampaikan suasana kegembiraan, atau sedang menggambarkan ketakutan, dan suasana/ungkapan lainnya.
Seperti, dalam komik Superman, di mana tokoh Superman terlihat sedang berkendara, tiba-tiba muncul Batman yang terbang bersama Robin, Superman pun akhirnya mengikuti dari belakang dan tetap mengendarai mobil. Pembuat komik disini, menerapkan ketebalan kata di beberapa bubble teks untuk menekankan panggilan, teriakan kejutan, dan gumaman.
Musik dinikmati Mata
Jika, umumnya musik dinikmati dengan indra pendengaran atau telinga. Maka dalam komik, musik bisa dinikmati dengan mata. Tak hanya onomatopoeia yang digunakan untuk menirukan sebuah suara makhluk hidup atau benda bergerak, melainkan komik juga turut menggambarkan sebuah melodi selayaknya alunan musik yang disetel pada audio. Dari mulai lirik, simbol not musik, ilustrasi, semua kerap hadir pada beberapa komik yang mampu dinikmati oleh mata.
Salah satu komik manga Barefoot Gen, merupakan karya Keiji Nakazawa yang mengeksplorasi beberapa pengalaman pribadinya di saat pengeboman (Hiroshima). Pada beberapa halaman, si tokoh utama bernyanyi.
Dalam menggambarkan nyanyiannya, penulis disini menerapkan simbol (not musik) di dalam bubble teks yang menunjukkan bagian tersebut merupakan sebuah lantunan musik.
Simbol musik yang diterapkan pada bubble teks dan kalimat komik, seakan membuat si pembaca menikmati sebuah alunan musik tanpa mendengarnya.