Dalam komik, onomatopoeia dibuat dan digunakan sebaik mungkin, bukan hanya sekedar bahasa kiasan biasa, tetapi menyelaraskan antara alur cerita, ilustrasi, hingga poin-poin pada percakapan tertentu. Onomatopoeia digunakan untuk membuat cerita jadi lebih hidup dan membawa emosi pembaca seakan-akan masuk ke dalam cerita.
Seperti "GLUB GLUB GLUB GLUB" yang muncul pada halaman komik Superman ketika tokoh sedang minum. "CREEEEK!!" bunyi yang dihasilkan/dikeluarkan dari tangan Superman saat meremas kaleng.
Ragam suara atau bunyi yang diungkapkan melalui onomatopoeia tentu tidak akan ada ujungnya, karena akan ada saja ide/tafsiran yang muncul saat komikus sedang menciptakan/menyusun cerita.
 Kata-kata yang menggambarkan atau menirukan suara juga terbagi menjadi beberapa unit, seperti ada (suara-suara yang memang sengaja dibuat-buat) misalnya "SSSSSSSS", yakni suara pancaran kekuatan yang keluar dari tangan Superhero Batman. Atau ada (suara natural yang dihasilkan dari benda jatuh) misalnya "BLUSSSH!", yakni suara benda jatuh ke dalam air, dan suara-suara lainnya.
Ketika komik dibuat, maka disitulah kebebasan berkreativitas ditawarkan dan disampaikan, sehingga bahasa yang digunakan bisa jauh lebih luas untuk memperoleh ragam kata 'berbasis suara'.
Namun, disisi lain, hadirnya onomatopoeia yang mungkin menjadi 'kata baru' untuk pembaca, agak menyulitkan untuk diterjemahkan/diserap. Itulah sebabnya komik memerlukan sisi visual yang mendukung, untuk mengenali maksud yang disampaikan oleh si komikus / pembuat komik. Seperti, saat kata-kata digambarkan, maka disitu pula visual/ilustrasi ditampilkan.
Ragam bunyi (onomatopoeia) yang ditampilkan pada komik, berkisaran dari dua sumber, yakni ucapan dan buatan. Suara 'ucapan', berasal dari kosakata yang memang masuk ke dalam aturan kebahasaan atau bahasa formal yang digunakan sehari-hari. Sedangkan, suara 'buatan', merupakan hasil buatan atau terjemahan dari si komikus, seperti benda tersenggol, bersin, angin, pukulan, dan suara buatan lainnya.
Apa jadinya jika komik tidak bersuara? Tetapi, apa jadinya juga jika komik hanya menggunakan ilustrasi?
Jika, komik tidak menggunakan suara atau onomatopoeia maka jalan cerita pun sepi dan hambar. Begitu pula jika komik hanya menggunakan ilustrasi tanpa suara atau onomatopoeia, pembaca tidak akan merasa masuk ke dalam cerita dan sontak akan merasa biasa saja.
Mewarta dari The Conversation, antara onomatopoeia dengan ilustrasi pada komik tidak bisa berdiri sendiri. Jika salah satunya berdiri sendiri, jalan cerita pun menjadi tidak berarti.