Mohon tunggu...
Dina Amalia
Dina Amalia Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Bouquiniste

Biasa disapa Kaka D! ~ Best In Opinion Kompasiana Awards 2024 ~ Hidup pada dunia puisi dan literasi | Etymology Explorers | Mengulik lebih dalam dunia perbukuan | Contact: dno.dwriter@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Book Artikel Utama

Review Buku "Apakah Saya Juga Gifted?", Menemukan Diri Lewat Krisis, Trauma, dan Tragedi

6 September 2024   18:30 Diperbarui: 8 September 2024   07:11 776
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: Dokpri / Dina Amalia (Buku 'Apakah Saya Juga Gifted?')

Tanpa disadari, kita yang menganggap diri sendiri biasa-biasa saja, rupanya selalu punya semangat untuk belajar hal baru, peduli dengan kondisi sosial, aktif diberbagai aktivitas sosial atau pendidikan, yang kalau dipeluk lebih erat lagi seperti baru terasa hangat 'oh iya, rupanya gua lebih tertarik dan nyaman melakukan hal kecil yang bisa berguna untuk orang banyak', tanpa sadar ini juga merupakan gifted, melakukan hal kecil yang berimpact besar sambil mencari-cari jati diri, dan mungkin ternilai diluar intelektual/materi, tetapi punya aksi yang besar.

Pembentukan Personaliti

Sebagian dari kita, mungkin juga sering menerka-nerka, "Kok ada ya orang pinter, pendidikannya tinggi, tapi kelakukaannya negatif/buruk", "Kok ada ya pemuka agama yang sudah jelas ngajarin tentang rasa kasih sayang, tapi dirinya sendiri malah punya dendam, bahkan saat membawakan topik tertentu suka berapi-api", dan semacamnya.

Apa yang sering kita terka dikehidupan nyata, juga ditulis dalam Apakah Saya Juga Gifted? dan bagian personaliti ini si penulis mencoba mengungkap dengan menggunakan sebuah teori, bahwa setiap perkembangan diri seseorang bukan ditentukan dari suksesnya akademis, menjadi tokoh terhormat, ataupun pencapaian-pencapaian yang telah diraihnya.

Menuju pribadi kokoh untuk menjadi manusia sejati membutuhkan sebuah proses. Suatu tahapan yang hanya dapat diperoleh seseorang yang mengalami suatu konflik internal adalah disaat mencari identitas dirinya dalam lingkungan/masyarakat. Ketika hal ini terjadi, maka jadilah personaliti seseorang akan terbentuk.

Buku ini menggambarkan, bahwasannya personaliti menjadi atribut yang sifatnya tidak tetap, bisa dikembangkan oleh si individu, namun tidak mampu diciptakan oleh faktor eksternal tanpa adanya sebuah kontribusi dari dalam dirinya.

Lika-Liku Pendidikan

Selain pergulatan diri, personaliti, kesehatan mental, memasuki bab 4 buku ini mulai menyorot terkait pendidikan.

Penggambaran trauma yang ditulis secara jelas dari buku ini sama seperti poin-poin sebelumnya, sangat relate! Seperti ungkapan salah satu orang tua dibuku ini, disaat anaknya mendapatkan perlakukan kurang mengenakan dari guru dan temannya, yaitu selalu dihindari karena anaknya aktif dan memiliki kelebihan. Ada juga yang ditegur dengan omongan yang 'kedengarannya biasa' namun 'membekas' untuk siswa dan menurunkan semangat belajarnya, seperti yang diungkap dari buku ini, di mana seorang anak malu ketika ada seorang guru menegur "Tulisan kamu seperti anak kelas satu".

Tanpa disadari, hal kecil inilah yang berdampak besar untuk perkembangannya. Perlu diketahui, bahwa ada sebagian anak yang terbilang sangat sensitif sekali karena menyimpan luka dari semasa kecilnya, dan perlakuan salah yang malah diterima di sekolah tanpa sadar sangat memperngaruhi pola bejalarnya bahkan terus belanjut.

Penggambaran dalam buku ini, mengingatkan saya ketika menempuh perjalanan pendidikan, seperti yang sedikit sudah saya ungkap pada paragraf awal lembar pertama, di mana sekolah menjadi tempat yang paling saya takuti. Tidak di semua lingkungan, tapi entah saya berturut-turut merasakannya.

Dari sikap teman yang selalu mengejek sesama, sikap guru yang menghukum siswa dengan fisik, guru yang tidak suka dengan kelakuan siswa dan berakhir pemilih, dibeda-bedakan, dibully secara verbal dan fisik oleh teman yang herannya guru ikut menertawakan, cita-cita berhenti hanya karena guru tidak suka dengan siswa dan alhasil tidak diloloskan seleksi.

Ketika lulus sekolah wajib, kiranya sudah cukup, nyatanya terus berlanjut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun