Waktu, bagiku, adalah kereta yang melaju tanpa berhenti.
Aku duduk di peron, melihatnya pergi membawa penumpang lain---
Meninggalkanku dalam kerinduan yang kian mencekik.
Namun aku tak bisa menyerah, meski tanah tempatku berpijak kian longsor.
Kesabaran revolusioner ini adalah bara yang kupeluk erat,
Meski api membakar perlahan setiap sudut hati.
Aku percaya, di balik malam yang pekat, mentari akan terbit,
Menghapus kabut ketidakpastian dan menyinari jalan yang terjal.
Aku adalah benih yang terkubur di tanah keras,
Menanti hujan keadilan untuk menyuburkan akar.
Aku adalah pelaut yang terjebak di tengah badai,
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!