Aku adalah malam tanpa bintang,
gelap yang tak dihiraukan angin,
terpaku menatapmu, si fajar perak,
dengan kilauan yang merayakan pagi.
Kamu adalah ladang gandum,
menggeliat subur dalam pelukan hujan,
sementara aku hanya pasir tandus,
kering, retak, dan ditinggalkan harapan.
Aku mendengar langkahmu,
gemerincing rezeki di lorong sunyi,
sedang langkahku bagai debu liar,
bertabur, tapi tak berarti.
Kamu adalah pohon rindang,
daunmu teduh bagi segala lelah,
aku hanya bayang-bayang kelam,
yang bergulir di antara puing-puing waktu.
Apakah keadilan adalah ilusi?
Ketika aku menjadi lemah,
dan kamu menari di atas mimpi,
menganyam asa dari benang emas.
Aku ingin memanggilmu,
tapi lidahku kelu dililit cemburu.
Kamu, bagai mentari yang tak menyapa,
hanya membakar jarak di antara kita.
Namun, di balik ini semua,
aku sadar, kita adalah cerita
dari pena yang berbeda tinta---
Aku dan Kamu, milik takdir yang bersilang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H