Mohon tunggu...
dimas muhammad erlangga
dimas muhammad erlangga Mohon Tunggu... Mahasiswa - Aktivis GmnI

Baca Buku Dan Jalan Jalan Live In

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Marhaenisme dan Dedolarisasi: Langkah Menuju Kemandirian Ekonomi

17 Desember 2024   05:18 Diperbarui: 17 Desember 2024   05:18 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://ekbis.sindonews.com/read/1381555/33/fakta-fakta-mengerikan-dampak-dedolarisasi-bagi-as-terancam-tak-jadi-negara-adidaya-lagi-1716350747?showpa

Pengantar

Marhaenisme, ideologi yang dirumuskan oleh Bung Karno, lahir dari semangat perjuangan rakyat kecil. Sebagai landasan perjuangan ekonomi yang berorientasi pada kemandirian, Marhaenisme mengusung nilai-nilai keadilan sosial dan perlawanan terhadap eksploitasi. Sementara itu, dedolarisasi merupakan upaya global untuk mengurangi dominasi dolar Amerika Serikat (AS) dalam sistem keuangan dan perdagangan internasional. Kedua gagasan ini, meskipun muncul dari konteks yang berbeda, memiliki irisan yang kuat dalam semangat mewujudkan kedaulatan ekonomi. Dalam konteks Indonesia saat ini, penerapan dedolarisasi dapat menjadi manifestasi konkret dari prinsip-prinsip Marhaenisme untuk memperkuat kemandirian nasional.

Marhaenisme: Dari Petani Hingga Ideologi

Marhaenisme bermula dari pengalaman Sukarno bertemu dengan seorang petani bernama Marhaen di Bandung. Petani tersebut memiliki alat produksi sendiri seperti tanah, cangkul, dan benih, namun hidup dalam kemiskinan karena hasilnya tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan. Sukarno melihat kondisi ini sebagai simbol ketidakadilan struktural yang dialami oleh rakyat kecil di bawah sistem kapitalisme dan imperialisme.

Sebagai ideologi, Marhaenisme mengusung tiga pilar utama:

1. Kemandirian Ekonomi: Mendorong rakyat kecil untuk memiliki dan mengelola alat produksinya sendiri.

2. Keadilan Sosial: Menghapuskan kesenjangan sosial yang disebabkan oleh struktur ekonomi yang eksploitatif.

3. Perlawanan terhadap Imperialisme: Menolak segala bentuk dominasi asing yang merugikan rakyat kecil.

Dalam praktik modern, Marhaenisme relevan sebagai landasan untuk pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), distribusi tanah melalui reforma agraria, serta kebijakan ekonomi yang memprioritaskan rakyat kecil.

Dedolarisasi: Mengapa Penting?

Dedolarisasi adalah upaya yang dilakukan berbagai negara untuk mengurangi dominasi dolar AS dalam transaksi internasional. Dominasi dolar menciptakan ketergantungan yang berisiko tinggi bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Misalnya, fluktuasi nilai tukar dolar seringkali berdampak langsung pada inflasi dan harga barang kebutuhan pokok di dalam negeri. Selain itu, ketergantungan pada dolar membuat negara rentan terhadap kebijakan moneter AS yang tidak selalu sejalan dengan kepentingan global.

Langkah-langkah dedolarisasi kini menjadi semakin populer di tengah perubahan geopolitik global. Beberapa langkah konkret yang diambil negara-negara dunia, termasuk Indonesia, antara lain:

1. Penggunaan Mata Uang Lokal: Indonesia telah mengimplementasikan transaksi Local Currency Settlement (LCS) dengan negara-negara mitra seperti China, Jepang, Thailand, dan Malaysia. Pada 2024, Bank Indonesia melaporkan bahwa nilai transaksi LCS antara Indonesia dan China mencapai Rp74,26 triliun.

2. Diversifikasi Cadangan Devisa: Negara-negara mulai meningkatkan diversifikasi cadangan devisa mereka dengan menyertakan emas, mata uang lain, atau aset non-dolar.

3. Pengembangan Infrastruktur Keuangan Regional: Asia Tenggara, misalnya, telah mendorong pengembangan sistem pembayaran digital lintas negara melalui QRIS antarnegara untuk memfasilitasi pembayaran tanpa dolar.

Marhaenisme dan Dedolarisasi: Relevansi dan Sinergi

Marhaenisme dan dedolarisasi bertemu pada titik tujuan yang sama, yaitu kemandirian ekonomi. Jika Marhaenisme berfokus pada kemandirian individu dan komunitas dalam mengelola sumber daya ekonomi, dedolarisasi bertujuan mengurangi ketergantungan sistem ekonomi nasional pada mata uang asing, khususnya dolar AS.

Dalam konteks Indonesia, penerapan dedolarisasi dapat dilihat sebagai perwujudan nilai-nilai Marhaenisme di tingkat kebijakan nasional. Dengan mengurangi dominasi dolar, Indonesia berupaya melindungi rakyat dari dampak negatif fluktuasi nilai tukar. Selain itu, langkah ini memungkinkan pemerintah untuk meningkatkan kemandirian dalam kebijakan moneter dan fiskal.

Dedolarisasi juga mendukung visi Marhaenisme dalam hal keadilan sosial. Dengan mengurangi beban yang diakibatkan oleh ketergantungan pada dolar, seperti inflasi yang seringkali paling dirasakan oleh rakyat kecil, dedolarisasi menjadi salah satu alat untuk melindungi kelompok masyarakat yang rentan.

Tantangan dan Peluang

Namun, baik dedolarisasi maupun penerapan Marhaenisme di era globalisasi bukanlah tugas yang mudah. Dedolarisasi menghadapi tantangan besar, seperti:

1. Tekanan Geopolitik: Dominasi dolar adalah salah satu instrumen kekuatan AS di kancah global. Upaya dedolarisasi seringkali direspons dengan sanksi atau kebijakan proteksionis dari AS.

2. Kesiapan Infrastruktur Finansial: Transisi ke sistem yang kurang bergantung pada dolar memerlukan infrastruktur keuangan yang memadai, termasuk dalam hal teknologi pembayaran dan kerjasama lintas negara.

3. Kerjasama Internasional: Dedolarisasi tidak dapat dilakukan secara unilateral. Indonesia perlu memperkuat aliansi dengan negara-negara mitra, khususnya di kawasan Asia Tenggara, untuk mempercepat proses ini.

Sementara itu, Marhaenisme menghadapi tantangan dalam konteks pasar bebas dan globalisasi. Dominasi korporasi multinasional dan kompetisi internasional seringkali menggerus daya saing UMKM, yang menjadi basis ekonomi rakyat kecil. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan protektif yang melindungi kepentingan rakyat kecil tanpa menghambat inovasi dan pertumbuhan ekonomi.

Kesimpulan

Marhaenisme dan dedolarisasi memiliki irisan yang kuat dalam semangat mewujudkan kemandirian ekonomi. Penerapan dedolarisasi di Indonesia dapat menjadi wujud konkret dari nilai-nilai Marhaenisme, yang mengedepankan keadilan sosial dan kemandirian rakyat. Namun, untuk mewujudkan cita-cita tersebut, pemerintah perlu mengatasi berbagai tantangan yang ada melalui kebijakan yang strategis, adaptif, dan inklusif.

Dengan mengintegrasikan prinsip-prinsip Marhaenisme dalam kebijakan dedolarisasi, Indonesia tidak hanya dapat mengurangi dominasi dolar tetapi juga memperkuat fondasi ekonominya untuk melindungi kepentingan rakyat kecil. Di tengah dinamika global yang terus berubah, langkah ini menjadi semakin relevan untuk memastikan kedaulatan ekonomi Indonesia yang berpihak pada rakyat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun