Dedolarisasi adalah upaya yang dilakukan berbagai negara untuk mengurangi dominasi dolar AS dalam transaksi internasional. Dominasi dolar menciptakan ketergantungan yang berisiko tinggi bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Misalnya, fluktuasi nilai tukar dolar seringkali berdampak langsung pada inflasi dan harga barang kebutuhan pokok di dalam negeri. Selain itu, ketergantungan pada dolar membuat negara rentan terhadap kebijakan moneter AS yang tidak selalu sejalan dengan kepentingan global.
Langkah-langkah dedolarisasi kini menjadi semakin populer di tengah perubahan geopolitik global. Beberapa langkah konkret yang diambil negara-negara dunia, termasuk Indonesia, antara lain:
1. Penggunaan Mata Uang Lokal: Indonesia telah mengimplementasikan transaksi Local Currency Settlement (LCS) dengan negara-negara mitra seperti China, Jepang, Thailand, dan Malaysia. Pada 2024, Bank Indonesia melaporkan bahwa nilai transaksi LCS antara Indonesia dan China mencapai Rp74,26 triliun.
2. Diversifikasi Cadangan Devisa: Negara-negara mulai meningkatkan diversifikasi cadangan devisa mereka dengan menyertakan emas, mata uang lain, atau aset non-dolar.
3. Pengembangan Infrastruktur Keuangan Regional: Asia Tenggara, misalnya, telah mendorong pengembangan sistem pembayaran digital lintas negara melalui QRIS antarnegara untuk memfasilitasi pembayaran tanpa dolar.
Marhaenisme dan Dedolarisasi: Relevansi dan Sinergi
Marhaenisme dan dedolarisasi bertemu pada titik tujuan yang sama, yaitu kemandirian ekonomi. Jika Marhaenisme berfokus pada kemandirian individu dan komunitas dalam mengelola sumber daya ekonomi, dedolarisasi bertujuan mengurangi ketergantungan sistem ekonomi nasional pada mata uang asing, khususnya dolar AS.
Dalam konteks Indonesia, penerapan dedolarisasi dapat dilihat sebagai perwujudan nilai-nilai Marhaenisme di tingkat kebijakan nasional. Dengan mengurangi dominasi dolar, Indonesia berupaya melindungi rakyat dari dampak negatif fluktuasi nilai tukar. Selain itu, langkah ini memungkinkan pemerintah untuk meningkatkan kemandirian dalam kebijakan moneter dan fiskal.
Dedolarisasi juga mendukung visi Marhaenisme dalam hal keadilan sosial. Dengan mengurangi beban yang diakibatkan oleh ketergantungan pada dolar, seperti inflasi yang seringkali paling dirasakan oleh rakyat kecil, dedolarisasi menjadi salah satu alat untuk melindungi kelompok masyarakat yang rentan.
Tantangan dan Peluang
Namun, baik dedolarisasi maupun penerapan Marhaenisme di era globalisasi bukanlah tugas yang mudah. Dedolarisasi menghadapi tantangan besar, seperti: