Meskipun hukum di Indonesia mengatur hak atas tanah dan proses penggusuran, kenyataannya banyak sekali aturan yang dilanggar ketika penggusuran dilakukan. UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Kepentingan Umum sebenarnya telah memberikan panduan jelas tentang bagaimana pemerintah seharusnya menangani masalah ini. Namun, sering kali implementasinya di lapangan jauh dari harapan. Banyak warga yang tidak mendapatkan informasi cukup tentang proyek pembangunan dan penggusuran yang akan terjadi. Mereka juga sering tidak diberi pilihan untuk bernegosiasi atau berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan.
Bahkan, dalam beberapa kasus, masyarakat marhaen dipaksa menandatangani kesepakatan yang tidak adil atau diberi kompensasi yang jauh di bawah nilai pasar tanah yang mereka tempati. Situasi ini memperburuk ketimpangan ekonomi antara mereka yang memiliki akses terhadap pengaruh politik dan ekonomi dengan masyarakat marhaen yang sering kali terpinggirkan dalam sistem.
Solusi: Membangun Tanpa Menggusur?
Pertanyaannya sekarang adalah: apakah mungkin membangun kota tanpa harus mengorbankan hak-hak masyarakat kecil? Jawabannya ada pada perencanaan kota yang lebih inklusif dan berkeadilan. Di berbagai negara, konsep urban regeneration atau regenerasi perkotaan mulai diterapkan, di mana pembangunan kota dilakukan dengan melibatkan masyarakat yang terdampak, baik dalam proses perencanaan maupun pelaksanaan proyek. Pendekatan ini memungkinkan adanya dialog antara pemerintah, pengembang, dan masyarakat sehingga solusi yang adil dapat ditemukan.
Di Indonesia, langkah serupa perlu diambil. Pemerintah harus lebih transparan dalam proses pengadaan tanah dan proyek pembangunan, serta memastikan bahwa masyarakat yang terkena dampak penggusuran diberi tempat tinggal pengganti yang layak, pelatihan keterampilan, dan akses ke lapangan kerja. Selain itu, pendekatan berbasis komunitas yang lebih menekankan pada revitalisasi kawasan kumuh tanpa harus memindahkan penduduk dapat menjadi alternatif.
Kesimpulan: Pembangunan untuk Siapa?
Dilema penggusuran lahan vs. kepentingan masyarakat marhaen adalah cerminan dari ketidakadilan struktural yang sering kali diabaikan dalam proses pembangunan kota. Pembangunan yang sejati harus mencakup semua lapisan masyarakat, terutama mereka yang paling rentan. Jika tidak, pembangunan hanya akan menjadi alat bagi kelompok elit untuk memperkaya diri, sementara masyarakat marhaen terus terpinggirkan dari tanah air mereka sendiri. Sebagai bangsa yang mengusung prinsip keadilan sosial, Indonesia harus berani mengambil langkah-langkah konkret untuk memastikan bahwa pembangunan tidak lagi menjadi ancaman bagi mereka yang paling lemah, melainkan sebagai kesempatan untuk semua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H