3. DPR dan Elit Politik
Rancangan Undang-Undang yang diprotes oleh para mahasiswa dalam aksi Semanggi II merupakan hasil dari kebijakan yang dirumuskan oleh DPR dan pemerintah. DPR sebagai lembaga legislatif yang memegang kendali atas produk hukum nasional memiliki tanggung jawab moral untuk mendengarkan aspirasi masyarakat. Namun, dalam kasus ini, DPR cenderung abai terhadap tuntutan rakyat dan memilih tetap mempertahankan agenda politik yang sarat dengan kepentingan elit.
Hambatan dalam Penegakan Hukum
Peristiwa Semanggi II telah masuk ke dalam catatan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sebagai pelanggaran HAM berat. Namun, penanganan kasus ini di tingkat pengadilan berjalan sangat lambat dan bahkan mandek. Ada beberapa faktor utama yang menyebabkan sulitnya penegakan hukum dalam kasus ini:
1. Imunitas Militer
Salah satu hambatan terbesar dalam upaya menuntut keadilan adalah adanya perlindungan hukum dan politik bagi aparat militer. Meskipun beberapa upaya telah dilakukan untuk membawa kasus ini ke pengadilan, banyak yang berakhir dengan impunitas. Sistem peradilan di Indonesia tampak tidak cukup kuat untuk menindak tegas pelanggaran oleh militer, terutama terkait dengan peristiwa yang terjadi pada masa transisi politik.
2. Ketidaksepakatan Politik
Penanganan kasus pelanggaran HAM masa lalu sering kali terhambat oleh ketidaksepakatan di kalangan elit politik. Beberapa politisi dan pejabat tinggi cenderung menolak untuk membuka kembali kasus-kasus tersebut, dengan alasan stabilitas politik dan perdamaian nasional. Dalam konteks ini, keadilan bagi para korban kerap dianggap sebagai sesuatu yang dapat dinegosiasikan, yang ironisnya menempatkan para korban dalam posisi yang sangat tidak menguntungkan.
3. Kurangnya Dukungan Institusi Hukum
Sampai saat ini, tidak ada langkah signifikan dari institusi hukum seperti Kejaksaan Agung yang berani untuk mengambil tindakan konkret. Komnas HAM memang telah melakukan investigasi dan memberikan rekomendasi, namun rekomendasi tersebut sering kali tidak dihiraukan oleh lembaga penegak hukum lainnya.
Harapan Keadilan 25 Tahun Kemudian