Mohon tunggu...
dimas muhammad erlangga
dimas muhammad erlangga Mohon Tunggu... Mahasiswa - Aktivis GmnI

Baca Buku Dan Jalan Jalan Live In

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

25 Tahun Peristiwa Semanggi II: Siapa yang Harus Bertanggung Jawab?

24 September 2024   07:54 Diperbarui: 24 September 2024   08:11 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Majalah Tempo Edisi 3 Oktober 1999/Dokumen Pribadi 

3. DPR dan Elit Politik

Rancangan Undang-Undang yang diprotes oleh para mahasiswa dalam aksi Semanggi II merupakan hasil dari kebijakan yang dirumuskan oleh DPR dan pemerintah. DPR sebagai lembaga legislatif yang memegang kendali atas produk hukum nasional memiliki tanggung jawab moral untuk mendengarkan aspirasi masyarakat. Namun, dalam kasus ini, DPR cenderung abai terhadap tuntutan rakyat dan memilih tetap mempertahankan agenda politik yang sarat dengan kepentingan elit.

Hambatan dalam Penegakan Hukum

Peristiwa Semanggi II telah masuk ke dalam catatan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sebagai pelanggaran HAM berat. Namun, penanganan kasus ini di tingkat pengadilan berjalan sangat lambat dan bahkan mandek. Ada beberapa faktor utama yang menyebabkan sulitnya penegakan hukum dalam kasus ini:

1. Imunitas Militer

Salah satu hambatan terbesar dalam upaya menuntut keadilan adalah adanya perlindungan hukum dan politik bagi aparat militer. Meskipun beberapa upaya telah dilakukan untuk membawa kasus ini ke pengadilan, banyak yang berakhir dengan impunitas. Sistem peradilan di Indonesia tampak tidak cukup kuat untuk menindak tegas pelanggaran oleh militer, terutama terkait dengan peristiwa yang terjadi pada masa transisi politik.

2. Ketidaksepakatan Politik

Penanganan kasus pelanggaran HAM masa lalu sering kali terhambat oleh ketidaksepakatan di kalangan elit politik. Beberapa politisi dan pejabat tinggi cenderung menolak untuk membuka kembali kasus-kasus tersebut, dengan alasan stabilitas politik dan perdamaian nasional. Dalam konteks ini, keadilan bagi para korban kerap dianggap sebagai sesuatu yang dapat dinegosiasikan, yang ironisnya menempatkan para korban dalam posisi yang sangat tidak menguntungkan.

3. Kurangnya Dukungan Institusi Hukum

Sampai saat ini, tidak ada langkah signifikan dari institusi hukum seperti Kejaksaan Agung yang berani untuk mengambil tindakan konkret. Komnas HAM memang telah melakukan investigasi dan memberikan rekomendasi, namun rekomendasi tersebut sering kali tidak dihiraukan oleh lembaga penegak hukum lainnya.

Harapan Keadilan 25 Tahun Kemudian

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun