Mohon tunggu...
Dimas Jayadinekat
Dimas Jayadinekat Mohon Tunggu... Freelancer - Author, Freelance Script Writer, Public Speaker, Enterpreneur Coach

Penulis buku Motivasi Rahasia NEKAT (2012), Penulis Skenario lepas di TVRI dan beberapa rumah produksi (2013-kini), Penulis Rubrik Ketoprak Politik di Tabloid OPOSISI dan Harian TERBIT (2011-2013), Content Creator di Bondowoso Network, Pembicara publik untuk kajian materi Film, Skenario, Motivasi, Kewirausahaan, founder Newbie Film Centre

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Awas Duck Syndrome! Ini Penjelasan dan Solusinya untuk Kesehatan Mental Kita

31 Januari 2025   07:01 Diperbarui: 31 Januari 2025   13:27 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Awas Duck Syndrome! Ini Penjelasan dan Solusinya untuk Kesehatan Mental Kita, Photo by Hoang Le:pexels.com

Pernah dengar Duck Syndrome? Apakah itu? Mengapa makin aneh-aneh saja istilah mengenai gangguan kesehatan di masa sekarang ini.

Dan bisa jadi, Anda sudah pernah mendengar atau melihatnya, bahkan bukan tidak mungkin tanpa sadar telah mengidap dan jadi penyintas.

Dilansir dari berbagai penelitian, Duck Syndrome adalah fenomena psikologis yang terjadi ketika seseorang merasa tertekan atau stres, namun berusaha keras untuk menyembunyikan perasaan tersebut di depan orang lain. 

Istilah ini mengacu pada gambar seekor bebek yang tampak tenang di permukaan air, sementara di bawahnya, kaki-kaki bebek bergerak cepat dan panik. 

Fenomena ini sering terjadi pada individu yang tertekan oleh ekspektasi tinggi, terutama dalam konteks akademik dan dunia kerja.

Penjelasan Duck Syndrome

Duck Syndrome menggambarkan situasi di mana seseorang menunjukkan citra diri yang sempurna dan tenang, padahal di dalam dirinya, ia sedang berjuang melawan kecemasan, kelelahan, atau stres. 

Hal ini sering terlihat di kalangan mahasiswa atau pekerja yang berusaha memenuhi harapan orang lain, terutama dalam mencapai prestasi yang tinggi. 

Meskipun mereka terlihat sukses dan tenang, kenyataannya mereka merasa kesulitan untuk menghadapinya sendirian. 

Sering kali, individu dengan Duck Syndrome enggan untuk menunjukkan kerentanannya karena takut dianggap lemah atau tidak mampu.

Contoh Kasus Duck Syndrome

Di lingkungan akademik, banyak mahasiswa yang merasakan tekanan besar untuk meraih nilai sempurna, mendapatkan beasiswa, dan menunjukkan diri sebagai yang terbaik. 

Di luar penampilan luar yang optimis, banyak dari mereka yang merasa sangat cemas dan terbebani dengan tuntutan tersebut.

Sebagai contoh, seorang mahasiswa mungkin selalu terlihat ceria dan sukses di mata teman-temannya, namun di dalam hati ia merasa terisolasi, stres, dan kesulitan untuk memenuhi standar yang ada.

Di dunia kerja, Duck Syndrome juga sering terjadi. Seorang pekerja yang tampil profesional dan penuh percaya diri di kantor, seringkali menyembunyikan perasaan stres atau ketidakmampuannya untuk menangani beban kerja yang tinggi. 

Mereka mungkin merasa takut jika mengungkapkan perasaan tersebut, akan dianggap kurang kompeten oleh rekan kerja atau atasan.

Kenyataan yang Sering Terjadi

Duck Syndrome dapat menimbulkan dampak buruk pada kesehatan mental seseorang. Ketika individu terus-menerus menekan perasaan dan emosi mereka, bisa menyebabkan kecemasan yang lebih tinggi, depresi, hingga kelelahan mental. 

Hal ini tentu saja dapat merusak kesejahteraan jangka panjang. 

Sebuah survei yang dilakukan oleh American College Health Association (ACHA) pada tahun 2021 menunjukkan bahwa 60% mahasiswa di Amerika mengalami kecemasan yang tinggi dan hampir 40% melaporkan gejala depresi, sebagian besar akibat tekanan akademik dan sosial yang tinggi.

Di Indonesia, meskipun belum ada data yang khusus mengenai Duck Syndrome, masalah kesehatan mental di kalangan pelajar dan pekerja muda semakin menjadi perhatian. 

Berdasarkan survei dari Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2020, sekitar 18% dari remaja di Indonesia mengalami gejala kecemasan dan depresi, yang sebagian besar berkaitan dengan tekanan akademik dan sosial.

Solusi untuk Mengatasi Duck Syndrome

Untuk mengatasi Duck Syndrome, penting bagi individu untuk menyadari bahwa tidak ada yang salah dengan mengakui perasaan stres atau cemas. 

Mengembangkan keterampilan coping yang sehat dan berbicara dengan orang yang dipercaya adalah langkah pertama yang dapat membantu mengurangi beban mental. 

Dukungan dari keluarga, teman, atau bahkan konselor dapat memberikan ruang bagi seseorang untuk berbagi perasaan tanpa rasa takut dihukum atau dianggap lemah.

Selain itu, penting juga untuk menetapkan batasan yang jelas antara kehidupan pribadi dan pekerjaan atau studi. Mengelola waktu dengan bijak dan belajar untuk mengatakan "tidak" pada tekanan yang tidak realistis dapat membantu mencegah stres berlebihan. 

Di dunia akademik dan profesional, menciptakan lingkungan yang lebih terbuka terhadap masalah kesehatan mental juga sangat krusial. 

Kampanye kesadaran dan pelatihan terkait kesehatan mental di sekolah dan tempat kerja dapat membantu menciptakan budaya yang lebih mendukung.

Mengakhiri stigma terkait kesehatan mental, baik di Indonesia maupun di dunia, adalah langkah penting untuk menciptakan ruang yang aman bagi siapa saja yang sedang berjuang dengan Duck Syndrome. 

Sebuah survei yang dilakukan oleh World Health Organization (WHO) pada 2021 menunjukkan bahwa lebih dari 70% dari mereka yang mengalami masalah kesehatan mental merasa lebih baik setelah berbicara dengan seseorang yang mereka percayai.

Dengan pendekatan yang lebih terbuka dan penuh empati, Duck Syndrome dapat dikelola dengan lebih baik, dan kesejahteraan mental dapat ditingkatkan bagi individu di seluruh dunia.

Bagaimana komentar Anda tentang fenomena Duck Syndrome ini? silahkan kita diskusikan bersama.***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun