Saat anak itu mendorong kursi roda itu pergi, Sari berdiri mematung, memandang mereka sampai menghilang di tikungan jalan.Â
Ada rasa lega yang perlahan mengalir dalam hatinya. Kursi roda itu tidak lagi menjadi pengingat kehilangan. Kini, ia menjadi harapan baru bagi seseorang.
Sari menghela napas panjang. Langkahnya terasa lebih ringan saat ia berjalan pulang.Â
Di dalam hati, ia merasa ibunya pasti bangga. Kehilangan itu memang meninggalkan luka, tetapi ia mulai menyadari bahwa cinta seorang ibu tidak pernah benar-benar pergi.
Cinta itu akan selalu ada, hidup di dalam kenangan, dalam tindakan kecil yang berarti bagi orang lain.
Malam itu, untuk pertama kalinya, Sari bisa tersenyum saat mengingat ibunya. Di bawah bintang-bintang yang berkilauan.
Ia berbisik pelan, "Terima kasih, Bu. Aku akan terus mencoba bahagia, seperti yang Ibu inginkan."
Entah hanya halusinasinya saja atau bukan, Sari melihat Bu Mirna berdiri dengan bugar, melambai dan memberikan senyum sangat manis kepadanya.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H