Bu Lurah menjelaskan dengan nada agak kesal. "Dia cuma mau bercanda. Katanya dia nulis pesan di terong itu buat ngeredam stres saya setelah kejadian minggu lalu. Dia pikir ini bakal lucu."
Semua warga terdiam sejenak, lalu meledak dalam tawa. Bahkan Kusnad, yang biasanya serius, tak bisa menahan senyum.
Di warung Mpok Jumi keesokan harinya, suasana kembali normal. Mpok Jumi menggoreng terong besar itu dan menjualnya sebagai menu spesial. Warga berdatangan untuk mencicipi, termasuk Bu Lurah yang akhirnya bisa tersenyum lega.
"Akhirnya, terong ini punya tujuan yang jelas," kata Mpok Jumi sambil tertawa.
Wagyuman, yang duduk di sudut warung, berkomentar, "Gue jadi sadar, terong ini ngajarin kita satu hal. Kadang, masalah besar itu cuma soal perspektif."
"Betul," jawab Kusnad. "Dan kadang solusi dari masalah itu cuma sepotong sambal terong."
Semua orang tertawa lagi. Di kampung Ketilang Cemplung, bahkan terong bisa jadi pelajaran hidup.
Kisah terong Bu Lurah kali ini menjadi legenda baru di Ketilang Cemplung. Tidak hanya menghibur, tetapi juga mengingatkan warga bahwa dalam kehidupan sederhana mereka, setiap masalah, sekonyol apa pun, bisa jadi bahan cerita yang tak terlupakan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI