Gus Miftah mendadak viral dan menghebohkan negeri ini hingga aneka komentar serta tanggapan mewarnai setelahnya.
Potongan video ceramahGus Miftah terekam dan dianggap menghina seorang pedagang di pengajian yang digelar di Lapangan Drh. Soepardi Kota Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Video yang berdurasi 1:08 menit dan diambil dari Youtube PCNU Kabupaten Magelang itu terfokus pada candaan Gus Miftah kepada seorang bapak penjual es teh.
"Es teh kamu masih banyak nggak? Masih? Ya udah dijual lah Go***k," katanya diikuti suara tawa dari orang-orang.
Ketika kamera beralih ke penjual es teh tersebut, terlihat perubahan ekspresi dari wajahnya.
Tiba-tiba ada jamaah nyeletuk meminta agar Gus Miftah memborong dagangan pedagang es yang berdiri di tengah-tengah jamaah.
"Dolen disik, engko lek urung payu Yo wis, takdir (Jual dulu, nanti kalau belum laku ya udah, takdir)," ujarnya.
Candaan Gus Miftah itu pun kembali mengundang tawa para hadirin, termasuk tokoh-tokoh yang berada di atas panggung.
Dan tak sampai berhari-hari setelah viralnya video tersebut, akhirnya Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan ini pun melakukan klarifikasi serta meminta maaf secara terbuka.
Dalam video singkat tersebut, ia menjelaskan bahwa ucapannya itu hanyalah candaan belaka, meski ia pun menyatakan penyesalannya yang sangat mendalam.
Dilansir dari radarsemarang.jawapos.com, kuasa hukum pemilik nama lengkap Miftah Maulana Habiburrahman itu juga memberikan klarifikasi.
Dia menyebut apa yang dilakukannya itu hanyalah gaya syiar saja, bukan hal yang benar-benar dimaksudkan untuk menghardik serta menghina seseorang.
"Itulah guyonan atau gaya bahasa dalam penyampaian syiar, dalam penyampaian sebuah cerita, yang dimaknai dengan pertanda-pertanda yang menurut Gus itu merupakan intermezo dan menarik perhatian khayalak ramai," kata Herdian Saksono.
Bahkan rekan Gus Mitfah, Gus Yusuf Chudlori, juga memberikan pembelaannya.
Pengasuh Pondok Pesantren API Tegalrejo Magelang yang hadir dalam kajian itu merasa tidak ada maksud kasar dari yang bersangkutan.
Mereka yang ikut hadir juga meyakini bahwa itu merupakan candaan spontan Gus Miftah karena hal seperti itu juga kerap dilakukan di setiap ceramahnya guna membuka pemahaman serta mengakrabkan diri dengan jamaahnya.
"Toh Gus Miftah juga sering borong bakul-bakul es seperti itu, ngelarisi jajanan-jajanan punya jamaahnya. Jadi tolong jangan dipotong videonya. Kalau bisa, datang langsung ke majelisnya agar paham cara beliau berinteraksi," ujar Gus Yusuf.
Ketika secara kebetulan saya melihat potongan video itu di beranda media sosial, jika dilihat dari kata G****k yang dilontarkannya memang tidak pantas diucapkan oleh tokoh sekaliber dia.
Namun, ketika dijelaskan itu sebagai sebuah candaan, saya juga tak menampik hal itu. Apalagi ketika memperhatikan video-video lain dari Gus Miftah, saya menilainya, memang suka ceplas-ceplos di dalam bercanda.
Mengapa saya seperti memberikan toleransi bahwa perkataannya itu sebuah candaan, meski terdengar kasar? karena saya pernah (dan masih) hidup di dunia "anak tongkrongan".
Sebagai seniman, di saat nongkrong bareng, rasanya tak ada filter di dalam setiap ucapan kami. Benar-benar keluar apa adanya yang bisa jadi akan dinilai cacian, hinaan dan ejekan bagi orang di luar "circle".
Bahkan menurut saya, ucapan Gus Miftah itu masih tergolong sopan bagi anak-anak tongkrongan karena segala kata bisa terucap di sana dan sepertinya telah terjadi kesepakatan bahwa tidak boleh ada yang tersinggung akibat lontaran kata-kata tersebut.
Fenomena cuplikan atau potongan video yang beredar luas seperti ini bukanlah untuk pertama kalinya, sudah tak terhitung lagi banyaknya, mulai dari yang memberikan hiburan hingga menuai hujatan.
Sebutlah Habib Riziq Shihab, untuk orang yang berbeda "circle"Â dengannya, image yang ada di pikirannya pasti negatif dan seram. Tentu bukan atas dirinya yang sebagai tokoh agama Islam, melainkan kepada figur personalnya.
Padahal, jika kita benar-benar ingin cover both side, coba untuk melakukan "tabayun" melihat video-video potongannya secara utuh, atau bertemu langsung dengannya, pasti akan memiliki anggapan berbeda.
Framing media lewat cuplikan video viral ini, baik yang disengaja maupun tidak akan terus berlangsung dan bisa menyerang siapapun yang dianggap kontra dengan kelompoknya.
Bangsa dan warga negara Republik Indonesia ini sekarang jadi gampang tersulut api provokasi yang ditebarkan oleh pihak-pihak pembenci persatuan di negeri ini.
Siapa mereka? jelas, orang yang tidak ingin bangsa ini bersatu seperti slogan Bhinneka Tunggal Ika tan hana dharma mangrwa.
Fenomena sosial di media sosial yang riuh dan cenderung mengundang perpecahan manakala tidak disikapi dengan baik, rasanya hal ini perlu kita sadari bersama.
Jika terjadi lagi adanya video viral dari tokoh-tokoh dan selebriti negeri ini, mari coba kita posisikan di pihak yang netral hingga akhirnya jika masuk ke rangkaian peristiwa hukumnya, kita tetap netral dan tak terlihat merugikan banyak orang.
Gus Miftah bersalah, mungkin, sama juga dengan yang lainnya, sesungguhnya ia bisa menjadi korban dari pelintiran dan "gorengan" info yang terkadang sengaja dibuat untuk kepentingan tertentu.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H