Mohon tunggu...
Dimas Jayadinekat
Dimas Jayadinekat Mohon Tunggu... Freelancer - Author, Freelance Script Writer, Public Speaker, Enterpreneur Coach

Penulis buku Motivasi Rahasia NEKAT (2012), Penulis Skenario lepas di TVRI dan beberapa rumah produksi (2013-kini), Penulis Rubrik Ketoprak Politik di Tabloid OPOSISI dan Harian TERBIT (2011-2013), Content Creator di Bondowoso Network, Pembicara publik untuk kajian materi Film, Skenario, Motivasi, Kewirausahaan, founder Newbie Film Centre

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Apapun Hasil Pilkada Hari Ini, Tak Perlu Baper Apabila Jagoannya Kalah

27 November 2024   06:43 Diperbarui: 27 November 2024   12:26 482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam perkembangan proses demokrasi di negeri ini, hasil Pilkada atau Pemilihan Kepala Daerah menjadi sangat penting bagi seluruh masyarakat di seluruh Indonesia.

Setelah Presiden dan Wakil Presiden terpilih dan sudah mulai bekerja, maka hasil pilkada ini menjadi sesuatu yang dinantikan, apakah ke depannya seluruh pemerintahan di negeri ini dapat saling dukung untuk kemajuan bangasa.

Fenomena dukung mendukung menjadi perhatian utama sejak digulirkannya aturan pemilihan umum secara langsung ini.

Dan Pilkada serentak 2024 akan dilaksanakan pada hari ini, Rabu, 27 November 2024. 

Ketetapan tersebut diatur pada Peraturan KPU (PKPU) Nomor 2 Tahun 2024 tentang Tahapan dan Jadwal Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2024.

Setelah melewati masa kampanye yang dimulai pada 25 September 2024 hingga diakhiri pada 23 November 2024, hari ini dilaksanakanlah jadwal pelaksanaan pemungutan suara.

Kemudian dilanjutkan dengan penghitungan suara dan hasil rekapitulasi penghitungan suara yang menurut Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan dilaksanakan mulai 27 November 2024 sampai tanggal 16 Desember 2024.

Di masa-masa inilah yang menjadi waktu krusial dan sangat dinantikan, bahkan biasanya akan diadakan quick count atau penghitungan cepat oleh lembaga-lembaga yang dianggap berkompeten.

Serunya lagi, terkadang mesin-mesin partai yang sudah bekerja dan bergerak sejak awal pun sudah memiliki mekanisme perhitungan cepat versinya masing-masing.

Inilah yang pada akhirnya bisa menimbulkan perbedaan perhitungan suara, entah bagaimana caranya. Mungkin semua itu dilakukan pun karena untuk mengantisipasi kecurangan yang dianggap akan terjadi?

Sebenarnya, jika kita coba renungi, ini menjadi sesuatu yang miris dan bisa "bikin meringis", setidaknya ini menurut anggapan saya pribadi yang telah melewati masa pemilu sejak era orde baru hingga kini.

Proses demokrasi ini tentu sangat penting untuk menunjuk siapa yang kelak akan memimpin dan menjalankan amanah rakyat, yang notabene (jika itu pun disadari), merupakan suara Tuhan.

Suara Tuhan mewujud lewat mereka agar senantiasa bisa mengatur semesta yang dipimpinnya dan menyejahterakan rakyatnya.

Namun, di dalam praktiknya, banyak fenomena "kemanusiaan" terjadi, dimana kerap terjadi penyelewengan berupa Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN) yang pada akhirnya justru menyengsarakan rakyat.

Dan fenomena lainnya kerap terjadi aksi-aksi fanatisme dari para pendukung yang kemudian diklaim menjadi masyarakat, sehingga ada anggapan rakyat terpecah.

Kondisi sebenarnya, jika disadari, bukannya rakyat yang terpecah belah, tapi mereka yang fanatik itulah melakukan aksi "berkoar-koar" di media sosial.

Padahal di era sekarang ini, media sosial sudah dianggap sebagai sumber informasi valid dan tershahih, sehingga apapun yang tersaji di sana adalah benar!

Masyarakat yang sesungguhnya tidak benar-benar masuk ke dalam kancah perseteruan pun jadi terpengaruh pola pikirnya sehingga mereka jadi ikut-ikutan.

Mereka lupa bahwa tugasnya hanyalah memilih calon pemimpin, bukan menjadi pengikut fanatik para calon pemimpin tersebut.

Hingga tak heran ketika pola pikir mereka sudah tergeser sampai demikian, gesekan pun terjadi, minimal terciptalah fenomena baper berjamaah.

Mulai dari fenomena baperan dari peristiwa 212 hingga fenomena ngambeknya "anak abah" alias para pendukung fanatik Anies Baswedan.

Fanatisme merupakan suatu sikap keyakinan yang tidak goyah pada suatu ideologi atau tujuan tertentu, dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap kesejahteraan mental individu. 

Dilansir dari nsd.co.id, dalam beberapa kasus, fanatisme bahkan dapat menyebabkan gangguan perkembangan psikologis.

Berikut ini merupakan beberapa gangguan yang mungkin muncul akibat perilaku fanatisme yang terjadi pada individu,

1. Gangguan Obsesif-Kompulsif (OCD)

Gangguan Obsesif-Kompulsif (OCD) adalah gangguan psikologis yang ditandai oleh pikiran yang berulang (obsesi) dan perilaku berulang (kompulsi) yang bertujuan untuk mengurangi kecemasan atau mencegah bahaya yang dirasakan. 

Fanatisme dapat berkontribusi pada perkembangan atau melemahkan gejala OCD karena sifat yang kaku dan berulang dari perilaku fanatik. 

Studi yang dilakukan oleh Rachman, Shafran, Mitchell, Trant, dan Teachman (1996) yang berjudul "Obsessions, Compulsions, and Mental Control" meneliti bagaimana individu dengan OCD seringkali memiliki kekhawatiran yang tinggi terkait kebutuhan akan kepastian dan kontrol. 

Kebutuhan akan kepastian ini sejalan dengan karakteristik kepastian mutlak dari fanatisme , di mana individu menjadi terobsesi dengan keyakinan mereka dan melakukan perilaku kompulsif untuk menjaga rasa kontrol tersebut. 

Dengan demikian, fanatisme dapat memperkuat pikiran obsesif dan ritual yang terkait, sehingga berkontribusi pada perkembangan atau melemahkan gejala OCD.

2. Gangguan Waham (Delusi)

Gangguan Waham adalah gangguan psikologis yang ditandai dengan keyakinan yang salah dan tetap yang tidak sesuai dengan norma budaya atau kenyataan. 

Fanatisme kerap menyebabkan individu mengembangkan keyakinan waham yang diperkuat oleh konfirmasi bias dan kurangnya paparan pada pandangan yang berbeda. 

Studi yang diterbitkan dalam Journal of Nervous and Mental Disease oleh Coltheart, Langdon, dan McKay (2011) yang berjudul "Delusional Belief" mengeksplorasi faktor-faktor kognitif yang terlibat dalam perkembangan dan pemeliharaan waham. 

Mereka menemukan bahwa keyakinan waham sering kali muncul dari interaksi antara bias kognitif, seperti bias konfirmasi dan bias atribusi, serta pengalaman yang abnormal. 

Dalam konteks fanatisme , keyakinan yang tidak dapat digoyahkan dan meremehkan informasi yang berbeda dapat memperkuat perkembangan keyakinan waham yang tidak dapat dipengaruhi oleh argumen rasional atau bukti yang ada.

3. Gangguan Terkait Identitas

Gangguan terkait identitas dapat muncul ketika identitas seseorang terlalu terikat pada suatu ideologi atau tujuan tertentu, sehingga mengganggu fungsi dan kesejahteraan mereka. 

Studi yang dilakukan oleh Ruscio dan Roche (2012) yang berjudul "What Should Be the Relationship Between Personality Science and the Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders?" membahas konsep gangguan kepribadian dan kemungkinan inklusi Gangguan Fanatik dalam panduan diagnostik. 

Meskipun saat ini belum diakui sebagai gangguan resmi, penelitian ini menjelaskan kemungkinan mengidentifikasi dan mengklasifikasikan individu dengan fanatisme ekstrem dalam kerangka tersebut, mengindikasikan bahwa individu semacam itu mungkin mengalami gangguan yang signifikan dan gangguan dalam kehidupan pribadi dan sosial mereka.

Penting untuk memahami konsekuensi psikologis yang dapat ditimbulkan oleh fanatisme dan memberikan dukungan serta intervensi kepada individu yang mungkin berisiko. 

Mempromosikan pemikiran kritis, keterbukaan, dan empati dapat membantu mencegah perkembangan gangguan psikologis yang terkait dengan fanatisme.

Jadi, apapun hasil pilkada hari ini, kita terima saja dengan lapang dada dan awasi segala hal apakah sesuai dengan janji kampanye untuk mereka yang terpilih kelak.

***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun