menteri dan 8 wakil menteri perempuan di Kabinet Merah Putih yang dibentuk Presiden RI Prabowo Subianto, Meutya Hafid adalah salah satu menteri yang terpilih.
Ada 6Untuk anak-anak Gen Z mungkin tidak terlalu kenal dengan sosok Meutya Hafid ini, serta bagi generasi sebelumnya yang mungkin lupa, di artikel ini akan diingatkan kembali tentang sosoknya.
Meutya Viada Hafid, lahir pada tanggal 3 Mei 1978, adalah seorang wartawati dan politikus Indonesia. Saat ini ia menjabat sebagai Menteri Komunikasi dan Digital Republik Indonesia (Komdigi RI).Â
Sebelumnya Meutya menjadi Anggota DPR-RI sejak 2010 menggantikan Burhanuddin Napitupulu yang meninggal dunia. Ia adalah seorang kader Partai Golongan Karya yang mewakili daerah pemilihan Sumatera Utara I.
Di DPR-RI, ia menjabat sebagai Ketua Komisi I DPR sejak 2019. Sebelumnya, ia bekerja sebagai jurnalis di Metro TV serta menjadi pembawa acara di beberapa acara televisi.
Bagi generasi yang sudah lahir dan dewasa di era 2000-an tentu mengenal kiprahnya saat bertugas sebagai seorang jurnalis TV tersebut.
Terutama ketika dengan menghebohkannya, ia bersama rekannya, Budiyanto, menjadi salah satu wartawan yang tersandera di Irak.
Ketika itu beritanya ramai, dan saya sendiri sempat mengikuti berita tersebut dengan rasa mencekam serta doa selalu teriring agar Meutya dapat dibebaskan.
Melihat sosoknya saat berkiprah di DPR hingga kemudian terpilih menjadi menteri Komdigi, sebenarnya tidak terlalu mengejutkan, karena tentu itu sebuah apresiasi serta tanggung jawab yang sesuai mengingat kiprahnya di dunia jurnalistik.
Menjadi sandera dan tawanan perang itu adalah peristiwa langka yang tentu akan membentuk Meutya bermental baja, apalagi pengalaman lainnya sebagai seorang jurnalis perempuan.
"Sebelum dikirim ke Irak, saya meliput Tsunami Aceh dulu," ungkapnya dalam tayangan Podcast di Youtube Merry Riana.
Di tayangan tersebut, Meutya pun bercerita alasannya terjun sebagai jurnalis, karena ia ingin berkiprah sepenuhnya bagi dunia demokrasi di Indonesia.
Di Bulan Desember 2004 ia ditugaskan Metro TV meliput Tsunami Aceh yang juga menjadi peristiwa besar dunia, sebuah musibah yang sangat mengerikan di masa itu bukan saja karena besarnya tapi juga kisah tragis dibalik kejadiannya.
Dikirimnya Meutya ke sana karena sebelumnya ia pernah ditugaskan ke Aceh meliput konflik yang ditimbulkan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Menurutnya, saat itu masih sangat jarang ada jurnalis perempuan Indonesia yang dikirim ke daerah konflik dan ia merasa bersyukur karenanya.Â
Oleh karena alasan tersebutlah ia kemudian dikirim untuk meliput Tsunami Aceh karena dianggap sudah paham medannya.
Ia berada di Aceh hingga Januari dan mendapatkan apresiasi hingga diberikan kesempatan berangkat ke luar negeri, begitu yang ia tahu pada awalnya. Dan keberangkatannya ke Irak itupun sangat mendadak, namun ia merasa tetap harus siap serta ikhlas.
Maka berangkatlah ia di bulan Februari 2005 Â ke Irak yang saat itu sedang akan mengadakan pemilu presiden dan berkonflik.
Selama 10 hari ia meliput kegiatan pemilu, mewacancarai tokoh dan partai-partai di sana hingga dibacakannya pula berita-berita tentang wartawan yang disandera oleh tentara Irak.
Siapa yang menduga jika pada akhirnya justru ia yang menjadi sandera saat di dalam perjalanan tiba-tiba ditangkap dan dibawa ke suatu tempat dengan mata tertutup kain.
Meutya pun menceritakan kronologis penangkapannya dengan bergetar seperti mengingat sebuah trauma besar.
Meskipun pada akhirnya ia tidak di apa-apakan, ditahan selama 7 hari sempat membuat pikirannya serta rekannya kacau. Mereka berdua tidur di gurun pasir! silahkan ikuti kisah lengkapnya di sini.
Selama proses penyanderaan Merry Riana selaku host menangkap kecerdasan seorang Meutya yang menurutnya, sempat-sempatnya melihat jam sebelum matanya ditutup dan dibawa ke tempat tahanan.
"Saya sempat melihat jam untuk mengingat sudah berjalan selama berapa lama," kisahnya kepada Merry.
Dan keberaniannya dalam bernegosiasi kepada para tentara Brigade Mujahidin yang menahannya patut diacungi jempol. Apalagi ketika disampaikan alasannya, yaitu demi sang rekan yang anaknya masih kecil dan saat itu istrinya sedang hamil.
Dengan pengalamannya sebagai seorang jurnalis serta kegigihannya di parlemen sebagai ketua komisi, rasanya ia akan sanggup membereskan segala masalah yang melanda kementeriannya.
Meutya kini pun sudah diuji ketika di awal masa jabatannya hingga Minggu, (3/11/2024), 16 orang sudah dijadikan tersangka di kementeriannya dalam kasus Judi Online.
Saya dan mungkin Anda pasti akan yakin bahwa Meutya bakal bisa menjalankan tugasnya dengan penuh amanah. Selamat bekerja Bu Menteri, semoga sukses dan dilindungi Tuhan Yang Maha Esa setiap kiprahmu!***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H