No viral no justice"Â ini. Sebuah istilah yang terus menjadi fenomena karena maraknya video viral di media sosial.
Siapa yang tidak kenal istilah "Fenomena "No viral no justice" yang terjadi di masyarakat saat ini kerap malah membingungkan karena siapapun dapat mengklaim dirinya sebagai pihak terzalimi.
Lembaga peradilan dan aparat hukum pun saat ini kinerjanya terus dipertanyakan, kepada siapa dan untuk apakah pekerjaan mereka sekarang ini dilakukan?
Akses ke media sosial yang begitu mudah, hanya tinggal merekam dan memotret, setelah itu di sebar, menjadi sesuatu yang mengerikan sekaligus benar-benar membantu bagi masyarakat, terutama bagi mereka yang benar-benar terzalimi.
Saya pun jadi teringat sebuah film seri di tahun 90-an, Dark Justice, yang menceritakan seorang hakim bernama Nicholas Marshall beraksi menegakkan hukum di jalanan.
"Justice maybe blind, but it can see in the dark." Sepenggal kalimat itu selalu diucapkan hakim Nicholas Marshall, sedetik sebelum terdakwa yang dibebaskannya pergi dari ruang sidang.
Dan jangan-jangan, fenomena Dark Justice itulah yang sedang terjadi di negeri ini, bedanya bukan sang hakim yang melakukan aksi tapi masyarakat.
Berarti ini main hakim sendiri?
Bisa jadi. Saya pikir jika mau dikatakan demikian juga tidak salah, rakyat Indonesia sekarang ini resah dan berusaha bangkit melawan mafia peradilan serta segala hal yang menindas rasa keadilan mereka.
Dilansir dari laman Komisi Yudisial, di dalam artikelnya tanggal (24/08/2024), menuliskan bahwa fenomena ini menjadi kritik bagi aparat penegak hukum untuk lebih concern menangani kasus hukum di masyarakat.Â
Kasus-kasus hukum yang viral ini juga diharapkan mampu mengikis penegakan hukum yang dilaksanakan secara tebang pilih. Media yang memiliki fungsi kontrol sosial, tidak hanya sekadar menginformasikan tetapi juga perlu mengedepankan etika jurnalistik.
Di dalam artikel tersebut tertulis pendapat dari Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Soedirman Hibnu Nugroho, bahwa fenomena "no viral no justice" juga karena kecepatan informasi di media sosial dan media massa.Â
Keadaan tersebut ada kalanya membuat pemerintah cenderung menjadi khawatir untuk mempertahankan sistem atau kebijakan yang menimbulkan polemik apabila sudah viral.
"No viral no justice juga merupakan kritik untuk penegak hukum untuk lebih serius dalam menangani kasus, semakin banyak penanganan yang benar maka akan semakin berkurang tren "no viral no justice"," ungkap Hibnu, Sabtu (24/8/2024) di Purwokerto.
Meski fenomena "no viral no justice" terkesan memaksa pemerintah untuk bekerja lebih tangkas dan cepat dalam penegakan hukum, Hibnu menilai  fenomena ini jangan dianggap menakutkan dan harus dihindari.Â
Bahkan, di sini media massa dapat menunjukkan perannya sebagai salah satu tiang dari penegakan hukum.Â
Memang di dalam aksi selanjutnya dari fenomena tersebut, media lewat para wartawannya dengan serta merta semakin membuat sebuah kasus viral menjadi sangat "ramai".
Apalagi ketika jurnalis televisi sudah turun tangan, di televisi bisa dibuat sesi dan tayangan khusus menguliti serta membedah kasus tersebut sedalam-dalamnya.
Penggalian informasi dari para jurnalis itu pun rasanya jauh lebih hebat dari penyelidikan suatu kasus yang seringkali sarat pada sebuah kepentingan.
Berita viral dan aksi jurnalis sekarang ini menjadi hiburan mengasyikan tersendiri dari para netizen +62 yang terkenal garang jika sudah menuliskan komentar-komentarnya.
Ibarat pisau yang bermata dua, fenomena penegakan hukum yang amburadul saat ini terdorong oleh gerakan organik netizen di dalam mendukung sebuah pengungkapan kasus.
Sebut saja untuk kasus-kasus hukum terbaru seperti, kasus Vina Cirebon, akibat viral dan diramaikan terus, kini kasusnya tinggal menunggu keputusan PK. Apakah pada akhirnya ketujuh narapidana akan terbebas, kita nantikan saja.
Aparat hukum dan keamanan kini tak bisa main-main dan mempermainkan masyarakat lain, apa mereka siap untuk terus di jadikan berita "No viral no justice"? Rasanya tidak ya...***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H