Tiba-tiba kepalanya terasa dingin sesaat kemudian mendadak hangat, ada sesuatu yang lembek, agak berair tapi kental seperti es krim. Plus bau menyengat!
"Ndas Kirik..telek lagi!" Kardi spontan memaki.
Ia memandang ke langit mencari burung merpati mana yang sudah menganggap dirinya jamban berjalan. Dan tiba-tiba..
"Crot!"
Serangan kedua, telek burung mampir di pipinya. Seketika ia merasa hidup di zaman penjajahan saat agresi militer Belanda menyerang lapangan terbang Maguwo.
Kardi seketika melihat burung-burung itu layaknya pasukan Belanda yang terbang dengan pesawat tempur memborbardir kota Yogyakarta.
Orang-orang di sekitarnya ada yang tertawa dengan spontan, tapi ada pula yang meminta maaf, terutama setelah diketahuinya bahwa ternyata itu adalah burung merpati miliknya.
"Maaf, mas. Sini ke rumah saya, keramas dulu. Maaf atas kelakuan burung saya tadi," ungkap si pemilik burung tidak enak.
"Minta samponya saja. Saya keramas dan raup di luar saja," ucap Kardi menahan diri untuk marah.
Kardi melihat ada keran di depan rumah dan seketika si pemilik burung masuk ke rumahnya mengambil sampo, sabun dan handuk.
Tak lama ia keluar dan Kardi tanpa basa-basi segera mencuci rambutnya dengan membiarkan kaos di bagian lehernya basah terkena kucuran air. Ia pun mengusap wajahnya dengan sabun, sambil menahan muntah karena bau tak sedap dari kotoran burung itu.