Kemudian, ada juga kritik terhadap positivisme hukum yang dianggap terlalu mengedepankan logika formal tanpa mempertimbangkan aspek keadilan substansial. Beberapa putusan pengadilan terkadang memicu kontroversi publik karena dianggap tidak mencerminkan rasa keadilan masyarakat.
Terlebih lagi, Indonesia yang dikenal dengan keberagamannya membutuhkan pendekatan hukum yang lebih inklusif. Positivisme hukum yang terlalu monolitis berpotensi menimbulkan konflik dengan norma dan tradisi lokal yang telah ada sejak lama.
Refleksi kritis ini seharusnya menjadi momentum bagi Indonesia untuk mempertimbangkan kembali pendekatan positivisme hukum yang dianutnya. Diperlukan reformasi dalam penerapan hukum, agar lebih mengakomodasi keadilan substansial dan kekhasan budaya lokal.
Selain itu, pendekatan yang lebih inklusif dan partisipatif, dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, akan menjadikan hukum lebih responsif terhadap kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Melalui pendekatan yang lebih reflektif dan inklusif ini, diharapkan hukum di Indonesia dapat lebih adil, relevan, dan memenuhi harapan seluruh lapisan masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H