Selanjutnya pendekatan pendidikan, tujuannya mengukur aspek intelektual WBP. Terhadap WBP yang pernah menoreh prestasi selama ia belajar maka prestasinya tersebut sebagai potensi diri yang patut dikembangkan sebagai suatu hal yang menguntungkna bagi dirinya. Namun jika ia biasa-biasa saja maka harus diberikan penguatan peningkatan intelektual.
Bagi WBP yang putus sekolah dapat melanjutkan pendidikannya pada program paket belajar di sejumlah Lapas/LPKA tempat ia menjalani pemidanaan. Pendidikan harus di-entaskan meskipun ia sedang menjalani pemidanaan. Dengan demikian perlu ada  dukungan dari Pemerintah Daerah (Pemda) dalam suksesi penyelenggaraan program paket belajar yang diselenggarakan di dalam Lapas/LPKA.
Selanjutnya pendekatan sosial kemasyarakatan yang disorot ialah sikap WBP terhadap masyarakat ataupun sebaliknya sikap masyarakat terhadap yang bersangkutan pada waktu sebelum peristiwa tindak pidana terjadi dan setelah tindak pidana terjadi. Masyarakat dapat diposisikan sebagai saksi atas perilaku sehari-hari WBP di lingkungan sekitar. Masyarakat juga dapat diajak sebagai agen perubahan positip yang menguntungkan bagi keberlangsungan kehidupan WBP. Hal ini dapat diistilahkan dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat.
Kemudian pendekatan ekonomi diantara tujuannya untuk menelisik sebab musabab tindak pidana yang kemungkinan diakibatkan oleh faktor ekonomi, Â Jika tindak pidana disebabkan oleh faktor tersebut maka yang bersangkutan perlu diberikan kegiatan keterampilan dengan harapan kedepan nanti dapat menjalankan usaha mandiri atau setidaknya sebagai bekal keterampilan saat bekerja.
Pendekatan pertemanan (peer-group) yang disorot tidak lain keberadaan teman yang memberikan pengaruh positif atau negatif terhadap yang bersangkutan. Teman yang pro-sosial didorong untuk turut ambil bagian dalam melakukan pemulihan perilaku WBP. Jika ada teman yang pro-kejahatan maka WBP harus diberikan pemahaman oleh PK agar menjauhi karakter teman yang seperi itu.
Melakukan pendekatan sebagaimana disebutkan diatas sejatinya bukanlah tindakan yang mudah. Latarbelakang WBP yang pernah melakukan tindak pidana dan menimbulkan kerugian pada orang lain atau melukai orang lain perlu kiat-kiat khusus cara mendekatinya agar PK selamat dalam bertugas, diterima masyarakat dan para pihak terkait.
Alat instrument yang digunakan untuk mengukur perilaku WBP ialah Litmas dan Asesmen. Hasil pengukuran perilaku menggunakan Instrumen tersebut adakala hasilnya tidak akurat. Bukan karena salah alat atau PK nya, melainkan WBPnya yang masih menyembunyikan kebenaran informasi yang diketahuinya atau cepatnya perubahan perilaku yang bersangkutan selama menjalani pemidanaan. Misalkan WBP perkara penipuan, ia acapkali masih menyangkal atas tindak pidana yang pernah dilakukannya, meskipun kebenaran perkaranya itu telah selesai diperiksa dan diadili di Pengadilan. Â Â
Dimana PK bekerja ?
PK tidak banyak bekerja di balik meja, melainkan di luar kantor mendatangi WBP yang berada di Kantor Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, Lapas/Rutan/LPKA atau Lembaga Sosial lainnya. Selain mendatangi kantor mitra kerja, PK juga menyambangi kediaman WBP. Pekerjaan sangat ringan jika rumah yang bersangkutan berada didaerah perkotaan yang mudah di temui. Keadaan menyulitkan saat posisi rumah mereka berada di daerah terpencil, perbukitan atau di sebrang Sungai/Lautan. Panjangnya jarak tempuh, keadaan di lapangan dan lamanya waktu yang terkadang sampai malam hari menjadi saksi perjalanan tugas itu sendiri.
Sebut saja Joni Ihsan (41) kawan penulis yang berprofesi sebagai PK di Balai Pemasyarakatan Kelas I Palembang, dimana ia harus bersepeda-motor ditengah panasnya terik matahari atau derasnya hujan dari Kota Palembang menuju Kabupaten Musi Banyuasin, Kabupaten Banyuasin, Kabupaten Ogan Ilir, Kabupaten Ogan Komering Ilir dan Kota Prabumulih dalam rangka menjalankan tugas.
Rahmadi (44) seorang PK pada Balai Pemasyarakatan Kelas I Palangka Raya Kalimantan Tengah, bercerita kepada penulis bahwa ia selalu menumpang sampan bermotor pada saat bertugas melayani masyarakat di daerah Kabupaten Kapuas. Derasnya sungai Kapuas dan minimnya kapal yang melintas tidak menjadi halangan untuk melakukan pengabdian.