Mohon tunggu...
Dimas Bryanputra C
Dimas Bryanputra C Mohon Tunggu... Freelancer - EKONOMI WILAYAH; PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN; PERENCANAAN PERTANIAN INDUSTRIAL

Planologi UNEJ 2018

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Urgensi Pemindahan Ibu Kota Ditinjau dari Aspek Spasial

12 September 2019   18:46 Diperbarui: 13 September 2019   11:58 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saat ini, DKI Jakarta masih tercatat sebagai ibukota negara Indonesia. Dengan melihat sejarah serta perkembangan disegala aspek, baik itu aspek ekonomi, kependudukan, geografi, dan yang lainnya, ibukota Jakarta memang tepat untuk dijadikan sebagai sebuah ibukota negara. 

Hal itu juga diimbangi dengan semakin berkembangnya pengadaan fasilitas utilitas serta sarana dan prasarana yang ada dikawasan tersebut membuat kehidupan masyarakat yang ada didalamnya menjadi lebih tertunjang lagi. 

Selain itu, letak kawasan Jakarta yang diapit oleh beberapa provinsi di Pulau Jawa membuat Jakarta juga menjadi kawasan metropolitan, dimana pertumbuhan penduduk menjadi sangat besar dan juga menjadi pusat kegiatan, baik itu dalam skala regional maupun skala nasional. 

Hal itulah yang membuat beberapa masyarakat yang ada di sekitar Jakarta memutuskan untuk mengadu nasib di ibukota. Dengan persepsi bahwa ibukota merupakan ladang pekerjaan yang mumpuni, mereka sangat berharap bahwa kehidupan mereka akan jauh lebih berkualitas saat ada di Jakarta. 

Selain dari tingkat ekonominya, tingkat status sosial masyarakat juga seakan-akan meningkat hanya gara-gara mereka menetap dan memiliki pekerjaan di ibukota Jakarta.

Akan tetapi, di satu sisi, hal tersebut justru menjadi bumerang bagi wilayah Jakarta itu sendiri. Dengan banyaknya pusat kegiatan serta tarikan aktivitas untuk masyarakat yang ada disekitarnya, justru membuat migrasi penduduk dari luar Jakarta justru semakin tidak terkontrol, dan justru mengarah kepada ledakan populasi, di mana populasi penduduk di wilayah Jakarta dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang sangat signifikan. 

Hal itu juga didukung dengan daya dukung dan daya tampung lahan yang ada di Jakarta itu sendiri yang justru dari tahun ke tahun semakin menurun. Hal itu dikarenakan tanah yang ada di kawasan Jakarta dan sekitarnya sudah tidak mampu lagi untuk menahan beban yang ada di atasnya. 

Hal itu bisa berdampak kepada beberapa aspek, misalnya seperti semakin meningkatnya tingkat kejahatan yang disebabkan karena tingkat pengangguran yang semakin tinggi, konversi lahan yang seharusnya lahan untuk resapan air justru dirubah menjadi kawasan permukiman, dimana kawasan permukiman tersebut sering dijumpai di kawasan pinggiran perkotaan yang berubah menjadi kawasan permukiman kumuh. 

Dari beberapa hal diataslah yang membuat para peneliti berpikir bahwa Jakarta sudah tidak layak untuk dihuni, bahkan tidak relevan lagi untuk dijadikan ibukota negara.

Pada dasarnya, wilayah ibukota merupakan wilayah yang menjadi pusat aktivitas di segala sektor dan aspek, terutama sektor pemerintahan dan perekonomian, dimana wilayahnya harus menjadi wilayah dengan tarikan aktivitas yang tinggi. Selain itu, wilayah ibukota harus relevan dengan keadaan yang ada diatasnya, maksudnya daya tampung dan daya dukung lahan yang ada di kawasan tersebut harus tepat kapasitasnya. 

Dan juga penggunaan atau pemanfaatan fungsi lahan yang harus tepat dan sesuai dengan peraturan zonasi yang telah diberlakukan di kawasan tersebut. Akan tetapi, hal tersebut justru berbanding terbalik 180 dengan kondisi eksisting sekarang di Indonesia, khususnya di kawasan ibukota Jakarta. 

Dengan tingkat kependudukan yang semakin padat, kawasan permukiman dimana-mana dan mengarah menuju kawasan permukiman kumuh, serta semakin menurunnya ketinggian tanah ditinjau dari atas permukaan laut, serta semakin menipisnya cadangan air tanah membuat Jakarta sudah tidak relevan lagi untuk ditinggali, apalagi sebagai ibukota negara. Berangkat dari hal tersebutlah pemerintah gencar melaksanakan kajian untuk pemilihan kawasan yang akan dijadikan sebagai ibukota yang baru.

Setelah melakukan beberapa kajian terkait pemindahan ibukota yang dilaksanakan mulai pada tahun 2016, maka diputuskan bahwa ibukota negara akan berpindah dari Jakarta menuju ke Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara. Hal itu diputuskan setelah pemerintah melakukan kajian lebih dalam terkait beberapa aspek, mulai dari aspek lingkungan, aspek kesesuaian lahan, topografi, serta luasan wilayah yang dibutuhkan untuk menjadi wilayah ibukota yang baru sebesar 114.000 hektar. 

Untuk luasan yang dibutuhkan tersebut, ada beberapa pihak yang sebetulnya menanyakan bahwa mengapa harus sebesar itu lahan yang digunakan. Salah satunya yaitu Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Ridwan Kamil berpendapat dalam media online bahwa lahan yang dibutuhkan untuk pembuatan kawasan baru sebenarnya tidak begitu luas. 

Di pedoman saja 14.000 hingga 17.000 hektar sudah lebih dari cukup. Hal itu juga menyangkut terkait efisiensi guna lahan. Terlepas dari penggunaan lahan yang bisa dikatakan menggunakan lahan yang cukup luas, disatu sisi juga yang perlu dipertanyakan adalah mengapa ibukota harus dipindah ke Kalimantan ? Bukankah hampir sebagian besar wilayah Kalimantan merupakan kawasan lindung ?

Menurut pandangan seorang planner, Kalimantan memang merupakan kawasan yang sebagian besar pola ruangnya merupakan kawasan lindung. Hal itu bisa terlihat dari banyaknya hutan lindung yang terdapat disana. Selain itu, juga banyak beberapa wilayah yang dijadikan untuk penangkaran hewan langka yang hampir punah. 

Kemudian, untuk luasan wilayah, sebenarnya yang dikemukakan oleh Bapak Ridwan Kamil tadi sebenarnya sudah tepat. Penggunaan lahan yang akan digunakan sebagai kawasan baru juga idealnya hanya sebatas 14.000 hingga 17.000 hektar saja, hal itu tentunya juga berkaitan dengan efisiensi guna lahan. Yang terpenting adalah bagaimana luasan wilayah itu dibagi secara zonasi dengan tepat. Maksudnya adalah bagaimana metode pemerintah dalam mengefisiensikan penggunaan lahan sebesar itu agar sesuai dengan fungsinya dan tepat sesuai aturan zonasi.

Pada dasarnya, pemerintah tidak sepenuhnya melakukan pemindahan ibukota. Untuk pusat pemerintahannya saja yang dipindah dari Jakarta menuju ke Kalimantan Timur. 

Hal itu dikarenakan beberapa faktor, salah satunya yaitu untuk melaksanakan fungsi pengawasan yang harus dilakukan secara merata serta untuk memicu pergerakan ekonomi yang merata pula. 

Selain itu, pemerintah juga mengharapkan dengan dipindahnya ibukota ke kawasan tengah Indonesia, diharapkan pembangunan semakin merata, sehingga tidak ada lagi pembangunan yang bersifat Jawasentris dan juga dapat menghilangkan kesenjangan sosial antar daerah yang sampai saat ini masih terjadi. 

Sementara itu, untuk Jakarta akan tetap menjadi kawasan metropolitan dengan akan dijadikan kawasan prioritas perekonomian serta perdagangan dan jasa. 

Hal tersebut diharapkan mampu membuat efisien seluruh kegiatan yang dulunya menjadi satu di Jakarta sekarang dibagi fungsi tugasnya dengan ibukota yang baru itu.

Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa urgensi untuk melaksanakan pemindahan ibukota itu sangatlah penting. Di satu sisi memang dibutuhkan beberapa perubahan terutama untuk pembangunan di wilayah ibukota yang baru. 

Akan tetapi, tentunya penggunaan lahan yang akan digunakan akan dibatasi sehingga tidak menyalahi aturan fungsi lahan yang seharusnya menjadi fungsi kawasan lindung. 

Hal itu juga didasari oleh wilayah ibukota Jakarta yang memang sudah tidak relevan lagi untuk ditinggali. Maka dari itu pemerintah memilih agar pusat pemerintahan yang dipindah menuju Kab. Penajam Paser utara dan Kab. Kutai Kartanegara dan Kota Jakarta tetap difungsikan menjadi kawasan pusat bisnis dan perdagangan jasa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun