Dalam pandangan filsafat ini, dikotomi kendali tidak hanya bisa berlaku bagi orang tua, tetapi juga bisa berlaku untuk anak---asalkan orang tua mengajarkannya sejak dini.Â
Tentunya, dikotomi kendali sangat penting diterapkan dalam keluarga untuk membangun mentalitas yang tangguh dan menerima hal-hal yang tidak dalam kendali kita.
Filsafat stoisisme juga berpesan agar orang tua tidak membekali anak dengan harta, namun dengan kebijaksanaan. Seperti yang dikatakan oleh epitectus, "Usahakan agar kamu meninggalkan anak-anak yang terdidik dengan baik dan bukannya kaya (harta). Sebab, mereka yang terdidik mempunyai harapan hidup yang lebih baik daripada si bodoh."
Tentunya, stoisisme juga tidak membedakan cara mendidik anak, baik laki-laki maupun perempuan. Sebab, keduanya memiliki kemampuan yang sama dalam hal nalar, pancaindra, anggota tubuh, begitu pula dengan pendidikan. Stoisisme berpandangan bahwa perempuan juga memiliki kesempatan yang sama dalam menimba ilmu.
Hal ini mungkin kontras dengan pandangan sebagian orang tua di zaman sekarang yang menganggap bahwa perempuan tidak perlu sekolah tinggi. Justru, filsafat yang berusia lebih dari 2000 tahun ini mempunyai perspektif yang visioner, bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai kesempatan yang sama untuk maju.
Mengajarkan untuk Memperbesar Relasi Sosial
Orang tua zaman dahulu selalu menasehati anaknya untuk tidak berbicara kepada orang asing atau orang yang tidak dikenalinya. Mungkin, nasehat tersebut memang bertujuan untuk kebaikan anak itu sendiri. Akan tetapi, tahukah orang tua bahwa nasehat tersebut memberikan banyak pengaruh bagi masa depan anak ketika ia tumbuh dewasa?
Ketika dewasa, sebagian anak merasa bahwa berurusan dengan orang yang tidak dikenal itu tidak perlu dilakukan.Â
Setelah dewasa, anak menjadi pribadi yang tertutup dan enggan berosialisasi untuk memperluas ranah sosialnya.
Padahal, stoisisme mengajarkan bahwa kita perlu memperlebar jaringan atau lingkup pertemanan kita. Dengan banyaknya jaringan, hal ini memungkinkan kita untuk mendapatkan sekaligus memberikan kasih sayang kepada sesama.
Sebagai makluk sosial, sudah sepatutnya kita untuk saling berinteraksi dan mempersempit persepktif buruk terhadap satu sama lain.Â
Itulah mengapa Hierocles mengajarkan kita untuk saling menyapa yang sebetulnya hal tersebut memang sudah jadi kebiasaan di negara kita.