Mohon tunggu...
Dilbar Sarasvati
Dilbar Sarasvati Mohon Tunggu... PNS Direktorat Jenderal Bea dan Cukai -

Anak keturunan Manu yang sedang mencari siapa saya dan saya siapa http://kirakirademikian.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Apakah Tuhan Kita Masih Sama?

23 Juni 2016   11:23 Diperbarui: 23 Juni 2016   11:54 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://sinisih.com/kumpulan-tempat-wisata-di-daerah-istimewa-yogyakarta-diy/keraton-yogyakarta.html

Tentang pengakuan tanpa syarat. Bukankah kita mengakui adanya cahaya karena adanya kegelapan?

Aku juga ingin menjelaskan padamu tentang bunga, kemenyan dan cara nenekmu sembah Hyang yang kamu anggap tidak wajar.

Nenekmu memang tidak pernah bersembah Hyang seperti yang kau lakukan. Ia adalah orang Jawa yang sejati. Sedang Jawa itu sendiri artinya Jaba (Luar). Namun ia lebih sering bersembahyang ke dalam. Dalam ketenangan jiwanya, setiap laku adalah sembah Hyang. 

Terkadang ia bersembah Hyang juga ke luar. Lewat wewangian dari kemenyan, lewat keindahan dari bunga, lewat kesegaran dari air, lewat gelora dari api dan lewat pengorbanan dari sesaji. 

Dengan caranya itu, ia menyembah Tuhan. Sang Hyang. Tuhan yang sebenarnya tak berbeda dengan Tuhanmu. Namun kamu belum tahu. Belum, bukan tidak.

Lalu aku ingin menghilangkan kegentaranmu. Kegentaran akan hidup yang hanya sekali dan kemungkinan kecil kau akan bersatu kembali dengan nenekmu dalam abadinya surgawi.

http://vara-rei.blogspot.co.id/2014/09/cakra-manggilingan-hidup-itu-bagaikan.html
http://vara-rei.blogspot.co.id/2014/09/cakra-manggilingan-hidup-itu-bagaikan.html
Nenekmu tak pernah menganggap hidup adalah sebuah garis linier yang berawal dan berakhir. Baginya, hidup itu seperti Cakra Manggilingan. Tak ada yang benar-benar menjadi awal dan tak ada yang benar-benar menjadi akhir. Awal dari satu fase merupakan akhir dari fase lainnya. Dan akhir suatu fase adalah awal dari fase lainnya.

Nenekmu juga tak pernah tergiur dengan surga yang kau umbar. Surga dengan susu yang mengalir pada setiap sungainya. Surga yang penuh dengan makhluk-makhluk suci yang rupawan. Surga yang menjanjikan kebahagiaan yang abadi.

Baginya, kebahagiaan sejati adalah sangkan paraning dumadi, manunggaling kawula Gusti.

Begitulah pandangan nenekmu yang adalah aku dan aku adalah nenekmu.

Waktu berlalu. Dalam kebisuan, aku menyeruput kopiku yang telah dingin itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun