Mohon tunggu...
Dila AyuArioksa
Dila AyuArioksa Mohon Tunggu... Seniman - Motto Lucidity and Courage

Seni dalam mengetahui, adalah tahu apa yang diabaikan -Rumi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Kisah Nyata, Wasiat Lebaran di Atas Kuburan

29 Mei 2020   13:41 Diperbarui: 29 Mei 2020   13:50 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

10 botol air mawar dan satu bungkus plastik kelopak bunga akan kami bawa ke kuburan. Saya pun mengangkat 10 botol dan ibuk Sundara membawa plastik bunga tersebut. Perjalanan 3 km itu kami lalui dengan bercerita tentang pengalaman dan perjuangan ibuk Sundara selama ini.

Tidak terasa beratnya beban hilang, ketika berjalan sambil berdialog. Keadaan fisik dan psikologi ibuk Sundara bagiku tidak sehat. Dia harus menggunakan korset setiap hari untuk menangani saraf terjepitnya. Berjalan perlahan dan berbicara dengan pelan, itulah Ibuk Sundara hari ini.

 Hembusan napas kelelahan, terdengar dari wanita berbaju biru tua itu. Untunglah di pemakaman kami mendapati kursi sebagai alas duduk di samping kuburan.

Ratusan kuburan menyambut kami hari itu. Aku merinding, dan menyadari bahwa suatu hari aku akan berada diposisi itu. Banyak hal berkecamuk dalam pikiran ku saat menatapi tanah gundukan dengan, bunga Kamboja yang berguguran.

 Jalan yang menanjak membuat ibuk Sundara kesusahan, akhirnya aku membimbingnya. "Tidak tega melihat dia seorang diri, selama ini" ucap batinku

Posisi kuburan orang tua ibuk Sundara paling ujung, yang terdapat  pohon kelapa kecil yang bisa melindungi kami dari terik matahari. Kursi pun saya atur. Butuh waktu beberapa menit untuk ibuk Sundara bisa duduk di kursi kecil itu. Aduh, hatiku makin disayat melihat kondisi fisik ibuk Sundara. Akhirnya saya berdiri dan membantu nya duduk.

Helaan napas dan tatapan panjang menatap kuburan, tergambarkan di wajah ibuk Sundara.  Tetesan air mata mengalir tanpa disadari diwajahnya yang sudah keriput. Hari ini kusadari, bahwa kesepian ditinggal kan orang yang dicintai itu tak ada obatnya selain ikhlas dan tetap melanjutkan hidup.

Keluh kesah ibuk Sundara berputar dalam benakku. Melihatnya semakin tua dan cobaan yang dialami. Jujur membuat ku harus memberikan semangat dan motivasi hidup, agar wanita yang disampingku ini menjadi lebih kuat.

Kubuka semua botol mawar yang bersegel kuning, dan wangi bunga mawar pun keluar dari botol tersebut. Tak ada dialog, saya hanya lebih terfokus kepada sosok ibuk Sundara yang sibuk menuangkan air mawar diatas gundukan tanah almarhum dan almarhumah.


Rumput hias kuburan yang kurang terawat membuatnya kecewa, atas kurangnya pertanggungjawaban si pembersih kuburan. Padahal untuk biaya bulanan telah diberikan ibuk Sundara Setiap bulannya.

Saya ingat ibuk Sundara berwasiat, agar kelak jika ia meninggal, jenazahnya satu kuburan dengan ibunya. Saya selalu menepis ucapan ibuk Sundara itu. Karena masih banyak hal bisa membuatnya bahagia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun