Di usia senja, manusia sering kali merasa ditinggalkan oleh zaman. Gawai yang dulu asing kini menjadi jembatan yang menghubungkan mereka dengan dunia luar. Grup WhatsApp menjadi tempat berbagi, tempat berbincang, tempat menegaskan eksistensi. Mengirim kabar, meneruskan pesan, bukan sekadar tindakan berbagi informasi, tapi juga bentuk keterlibatan sosial.
Namun, yang sering terlupa adalah bahwa setiap pesan yang diteruskan, setiap kabar yang dikirim tanpa verifikasi, memiliki konsekuensi. Nietzsche pernah berujar, "Apa yang kita perjuangkan akan membentuk kita." Jika yang kita sebarkan adalah hoaks, tanpa sadar kita membentuk diri kita sendiri sebagai bagian dari rantai kebohongan.
Mengembalikan Nalar di Ujung Jari
Mungkin sudah waktunya kita menekan rem. Untuk belajar membaca lebih lambat, berpikir lebih lama, dan bertanya lebih sering. "Apakah ini benar?" adalah pertanyaan sederhana, tapi sering kali dilupakan.
Di zaman yang banjir informasi, skeptisisme adalah kebijaksanaan. Menunda jemari untuk menekan tombol forward adalah bentuk tanggung jawab. Karena dalam dunia yang semakin riuh ini, bukan hanya kebenaran yang butuh disebarkan, tapi juga kesabaran untuk memilah mana yang pantas dibagikan dan mana yang sebaiknya ditahan.
Atau, seperti yang dikatakan Mark Twain, seorang novelis, penulis, dan pengajar berkebangsaan Amerika Serikat , "A lie can travel halfway around the world while the truth is putting on its shoes." Jika kita terus gegabah, kita hanya akan menjadi penyebar kebohongan yang berjalan lebih cepat daripada kebenaran yang tertatih-tatih mengejarnya.
Bogor, 1 Februari 2025
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI