Mohon tunggu...
Dikdik Sadikin
Dikdik Sadikin Mohon Tunggu... Akuntan - Direktur Pengawasan Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Kebudayaan

Dikdik Sadikin. Kelahiran Jakarta, 20 Februari 1965, adalah Direktur Pengawasan Bidang Pengembangan SDM dan Kebudayaan di sebuah instansi pemerintah, dengan karir di birokrasi selama sekitar 37 tahun, berdomisili di Bogor. Menulis menjadi salah satu hobby mengisi waktu luang, selain menggambar karikatur. Artikel yang ditulis adalah pendapat pribadi penulis, bukan merupakan pendapat resmi dari instansi penulis bekerja. Sejak SMP (1977), Dikdik sudah menulis dan dimuat pertama di majalah Kawanku. Beberapa cerpen fiksi dan tulisan opininya pernah dimuat di beberapa antologi cerpen, juga di media massa, antara lain tabloid Kontan dan Kompas. Dikdik Sadikin juga pernah menjadi pemimpin redaksi dan pemimpin umum pada majalah Warta Pengawasan pada periode 1999 s.d. 2002. Sebagai penulis, Dikdik juga tergabung sebagai anggota Satupena DKI. Latar belakang pendidikan suami dari Leika Mutiara Jamilah ini adalah Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (lulus 1994) dan Magister Administrasi Publik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (lulus 2006).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hati di Balik Lensa

16 Januari 2025   16:40 Diperbarui: 16 Januari 2025   16:10 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Boleh aku lihat kameramu?” lanjutnya, menunjuk benda yang selalu digantung di leher Adi.

Detik itu, Adi ingin menolak. Tapi tangan Sari sudah memegang kameranya. Dalam hening yang terasa seperti abad, Sari memutar rekaman-rekaman itu. Ia melihat dirinya sendiri — dalam tawa, dalam keheningan, dalam detail yang hanya mungkin dilihat oleh seseorang yang mencintai.

Sari mengangkat wajahnya, menatap Adi yang kini menunduk malu. Ada kehangatan dalam tatapannya, bukan kemarahan atau perasaan jijik yang Adi takutkan selama ini.

“Kenapa tidak pernah kamu katakan?” tanya Sari dengan suara lembut.

Adi mengangkat bahunya. “Aku hanya berani di balik lensa.”

Sari tersenyum. Ia mengembalikan kamera itu ke tangan Adi. “Mungkin sudah saatnya kamu melihat dunia tanpa lensa itu,” ujarnya sebelum melangkah pergi.

***

Beberapa hari kemudian, Adi melihat pengumuman di media sosial. Sari akan menggelar pameran terbesarnya di taman kota, sebuah acara yang terbuka untuk umum. Dengan gugup, Adi datang, kali ini tanpa membawa kamera. Ia berdiri di antara kerumunan, merasakan setiap detik berjalan lebih lambat dari biasanya.

Sari tampak cantik, lebih cantik dari apa yang pernah ditangkap lensanya. Ketika akhirnya Sari melihat Adi, ia melangkah mendekat dengan sebuah buku kecil di tangan.

“Aku ingin menunjukkan sesuatu,” kata Sari, menyerahkan buku itu pada Adi. Di dalamnya, Adi melihat sketsa dirinya, wajahnya yang serius saat merekam, senyumnya yang malu-malu saat tertangkap kamera.

“Aku juga memperhatikanmu,” kata Sari pelan. “Tapi aku menunggu kamu untuk keluar dari balik lensa itu.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun