Mohon tunggu...
Dikdik Sadikin
Dikdik Sadikin Mohon Tunggu... Akuntan - Direktur Pengawasan Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Kebudayaan

Dikdik Sadikin. Kelahiran Jakarta, 20 Februari 1965, adalah Direktur Pengawasan Bidang Pengembangan SDM dan Kebudayaan di sebuah instansi pemerintah, dengan karir di birokrasi selama sekitar 37 tahun, berdomisili di Bogor. Sejak SMP (1977), Dikdik sudah menulis dan dimuat pertama di majalah Kawanku. Beberapa cerpen fiksi dan tulisan opininya pernah dimuat di media massa, antara lain tabloid Kontan dan Kompas (“Soekarno, Mahathir dan Megawati”, 3 November 2003, dan terakhir “Jumlah Kursi Menteri dan Politik Imbalan”, Kompas 9 Oktober 2024). Dikdik Sadikin juga pernah menjadi pemimpin redaksi dan pemimpin umum pada majalah Warta Pengawasan pada periode 1999 s.d. 2002. Sebagai penulis, Dikdik juga tergabung sebagai anggota Satupena DKI. Latar belakang pendidikan suami dari Leika Mutiara Jamilah ini adalah Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (lulus 1994) dan Magister Administrasi Publik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (lulus 2006).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cinta dalam Sepi

30 Desember 2024   20:30 Diperbarui: 30 Desember 2024   13:28 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Image Creator, Bing.

 

Di sebuah ruang sempit yang penuh buku, ia duduk, merangkum dunia dalam sunyi. Namanya Arif, seorang yang lebih sering berbicara dengan kertas daripada manusia.

Hidupnya adalah rutinitas yang tak pernah meleset---kantor, perpustakaan, kamar kos yang dingin. Tapi sejak ia melihatnya, rutinitas itu bergeser, seperti orbit yang menemukan gravitasi baru.

Dia, Kirana, adalah segala hal yang tidak ia miliki. Suaranya mengalun di ruang rapat, mencuri perhatian bahkan dari waktu yang berjalan. Wajahnya, dengan senyum yang lebih terang dari cahaya lampu neon di kantor, adalah kontras yang mencolok dari dirinya yang selalu tenggelam di balik bayang.

Mereka bekerja di gedung yang sama, tetapi hidup di dunia yang berbeda. Kirana adalah bintang di tengah galaksi: memancarkan warna di setiap ruang yang ia masuki, menjadi pusat perbincangan, sementara Arif adalah titik hitam kecil yang selalu menjaga jarak.

Di setiap pagi, Arif memperhatikan Kirana dari balik meja kerjanya. Tidak terlalu lama, hanya cukup untuk mencuri momen yang ia simpan dalam ingatan.

Sesekali, Kirana menoleh ke arahnya, dan ia berpura-pura sibuk mengetik sesuatu. Jantungnya selalu berdetak terlalu cepat, seperti sebuah mesin yang bekerja melampaui kapasitasnya.

Ia ingin berbicara padanya, tetapi keberanian itu seperti debu dalam genggaman: menghilang sebelum sempat ia sadari. Bagaimana mungkin seseorang seperti dia, yang hidupnya penuh dengan sunyi, menjadi cukup bagi seseorang seperti Kirana, yang hidupnya penuh warna?

Namun cinta, bahkan dalam sepi, memiliki caranya sendiri untuk merayap masuk. Arif mulai menulis puisi untuk Kirana---bait-bait yang ia sembunyikan di buku catatan kecil.

Puisi-puisi itu seperti cermin dari dirinya, penuh rasa tetapi tidak pernah cukup kuat untuk disuarakan.

"Kau adalah langit yang berwarna,
 aku hanyalah awan abu-abu yang lewat,
 yang dalam diam berharap,
sekali saja kau sempat menoleh."

Suatu hari, Kirana mendekatinya. Itu hari ulang tahun seorang rekan kerja, dan mereka semua berkumpul di pantry kantor. Kirana, dengan gelas kopi di tangan, berdiri di sampingnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun