Mohon tunggu...
Difka Fannansyah
Difka Fannansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Hallo semuanya selamat Datang, terimakasih telah berkunjung ke profil kami

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Minimalnya Kesadaran Bahaya Menghina Melalui Dunia Maya

8 Mei 2023   01:01 Diperbarui: 8 Mei 2023   01:09 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu alasan bahwa tindak pidana yang dilakukan menggunakan teknologi informasi tidak dapat dihukum menggunakan hukum konvensional adalah pelaksaan kejahatannya, apa bila suatu penghinaan dilakukan secara konvensional mungkin hanya diketahui oleh beberapa pihak saja berbeda dengan penghinaan yang dilakukan didalam media sosial yang dapat disaksikan oleh lebih banyak pihak, oleh karena itu payung hukum penghinaan yang dilakukan secara konvensional berbeda dengan kejahatan cyber crime. 

Body shaming umumnya diketahui dengan sebutan merundung( bullying) telah lama terjalin di tengah- tengah warga, dengan terdapatnya media mempunyai kedudukan besar tindakkan bulliying ini terus menjadi banyak dicoba warga. Oxford Dictionary mendefinisikan body shaming selaku aksi mengkritik tentang wujud ataupun dimensi badannya seorang, yang diperuntukkan kepada wujud agresi dimana satu orang ataupun sekelompok orang kesekian kali melecehkan korban secara verbal ataupun raga tanpa provokasi.

Dari uraian lebih dahulu menerangkan kalau bullying konsepnya sudah meluas bukan cuma penghinaan terhadap seorang saja, konsep terpaut bullying di kelompokkan jadi 2 jenis, ialah raga serta verbal. Penindasan raga semacam memukul, mendesak, memegang, serta berikan isyarat bermusuhan. Body shaming merupakan perlakuan bullying yang sifatnya verbal. Intimidasi verbal yang diartikan dalam body shaming bisa meliputi mengecam, memalukan, merendahkan, menggoda, memanggil nama, menjatuhkan, sarkasme, mengejek, memandang, mencuat lidah, serta mengucilkan citra badan seorang.

Bukan hanya penghinaan tindakan yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan yang juga sering terjadi di media sosial ternyata juga diatur dalam Pasal 28 ayat (2) yang berbunyi "Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA)."

Penistaan serta pencemaran secara online( online defamation), di amati dari hasrat jahat buat melanda serta tujuannya merupakan merendahkan martabat seorang. Bagi para pakar perihal ini merujuk pada delik penghinaan dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana( KUHP) serta syarat dalam Kitab Undang- Undang Hukum Perdata( Pasal 1372 serta Pasal 1374). Sebabnya sebab apabila proses perdata di jalani hingga tidak butuh lewat jalan pidana. Bila ada kerugian didalamnya yang menyebabkan korban hadapi kerugian besar hingga proses pidana wajib dicoba serta aparat penegak hukum mencari pelakon. Pasal 27 ayat( 3) UU ITE:" Tiap orang dengan terencana, serta tanpa hak mendistribusikan serta/ ataupun Dokumen Elektronik yang mempunyai muatan penghinaan serta/ ataupun pencemaran nama baik di pidana.

Perkataan" bodoh, idiot, bangsat" kepada orang lain berbeda dengan penghinaan ataupun body shaming. Mencela bukan ialah tindak pidana sebagaimana diartikan dalam pasal 30 serta pasal 311 KUHP yang jadi referensi pasal 27 ayat( 3) UU ITE. Pasal 315 KUHP menarangkan kalau" Masing-masing penghinaan dengan terencana yang tidak bertabiat pencemaran ataupun pencemaran tertulis, yang dicoba terhadap seorang, baik dimuka umun dengan lisan maupun tulisan, ataupun dimuka orang itu sendiri dengan tulisan ataupun perbuatan, ataupun dengan pesan yang dikirimkan ataupun diterimakan kepadanya, diancam sebab penghinaan ringan".

Pada awalnya UU no. 11 tahun 2008 belum mengatur segala aspek dalam bersosial media oleh karena masih banyak aturan yang belum diterapkan dalam penghinaan media sosial atau internet salah satu hal penting tersebut adalah belum adanya peraturan tentang berita bohong atau hoax. Karena banyak muncul berita yang kurang diketahui kebenarannya dan hal itu semakin menjadi konsumsi publik akhirnya munculah UU no.19 tahun 2016 sebagai payung hukum yang lebih komplek.

Namun dengan banyaknya aturan hukum demikian masih banyak masyarakat yang terkesan apatis terhadap hal tersebut. Sehingga menurut laporan yang berjudul Digital Civility Index (DCI) pada tahun 2020, masyarakat Indonesia menempati urutan pertama dalam Asia Tenggara sebagai pengguna internet paling tidak sopan.

Entah karena minimnya pengetahuan atau kurangnya rasa peduli masyarakat terhadap peraturan namun tetap saja hal itu membuat citra nama Bangsa Indonesia rusak dimata dunia. Sehingga sangat pentinglah kesadaran hukum dalam berselancar dalam sosial media.

4. Kesimpulan 

Kesimpulan dari pembahasan artikel ini adalah di era kemajuan teknologi seperti saat ini sangat memudahkan manusia untuk menunjang kehidupannya sehari-hari. Dimulai dari bangun tidur hingga menjelang tidur manusia tidak luput dari interaksi dari teknologi. Dimulai dari awal peradaban manusia yang hanya menggunakan batu dan tulang belulang hingga memasuki masa besi dan perunggu manusia selalu berpikir dan berupaya untuk membuat sesuatu yang dapat mempermudah hidup. Berbagai aspek kehidupan saat ini mulai dari bekerja, belajar, belanja, hingga mencari sumber informasi semua dapat dijangkau dengan mudah dengan adanya bantuan teknologi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun