Judul Buku: Cinta Anak Karaeng
Penulis: Ahmad Sahide
Kategori: Buku Novel
Genre: Romansa
ISBN: 978-602-17651-2-8
Ukuran Buku: 135 x 205 mm
Jumlah Halaman: XII + 123 halaman
Penerbit: The Phinisi Press Yogyakarta
Tahun Publikasi: 2013
Buku dengan judul "Cinta Anak Karaeng" yang ditulis oleh Ahmad Sahide, diterbitkan pada tahun 2013 oleh Phinisi Press Yogyakarta. Buku ini memiliki 135 halaman yang menceritakan tentang budaya masyarakat Bulukumba di Sulawesi Selatan. Buku ini menceritakan tentang perjalanan cinta seseorang yang memiliki status sosial yang bertolak belakang.Â
'Karaeng' merupakan panggilan kehormatan kepada seorang bangsawan, yang memiliki status sosial paling tinggi di masyarakat Bulukumba khusunya di desa Kindang. Menurut adat dan budaya, keturunan Karaeng harus menikah dengan sesama keturunan Karaeng tanpa harus melihat latar belakang apapun, namun jika seorang Karaeng jatuh cinta dengan seseorang yang tidak memiliki marga Karaeng, maka cinta itu dianggap tabu yang bisa menjadi perpecahan pada masyarakat.
Karaeng Asmi merupakan anak dari Karaeng Bahri, seorang bangsawan di desa Kindang, Bulukumba, ayahanya sangat dihormati karena ia adalah kepala sekolah terkenal dan juga memiliki banyak tanah di desa. Karaeng Asmi berumur 26 tahun seorang sarjana dan seorang PNS di SD Negeri 55, di desa Kindang ia dilihat sebagai wanita yang sangat di idam-idamkan karena ia berasal dari keturunan Karaeng dan juga sudah memiliki karir yang bagus.Â
Usianya yang sudah cukup untuk menikah menjadi perhatian masyarakat untuk datang melamarnya, namun semuanya ditolak oleh Karaeng Bahri dengan alasaan karena mereka bukan dari keturunan Karaeng.Â
Hal ini menyebabkan Karaeng Asmi menjadi stress karena cintanya selalu kandas. Selain di idam-idamkan karena keturunan Karaeng dan menjadi seorang PNS, Karaeng Asmi juga di idam-idamkan karena karakternya yang tidak pernah memandang status sosial seseorang dalam bergaul.
Ia sering ikut berbaur dengan teman-temannya di desa tanpa memandang jabatan, gelar, ataupun kekayaan. Karena sikapnya yang seperti itu, salah seorang temannya yang bernama Daro mulai merasakan getaran cinta pada Karaeng Asmi. Daro seorang pemuda berusia 21 tahun yang merupakan anak dari Puang Hadasan, seorang pengurus masjid dan petani di desa Kindang.Â
Daro hanyalah seorang pengangguran dan  tamatan SD, memiliki kelebihan sebagai seorang pemain bola, itupun hanya sebatas permainan bola pada acara kemerdekaan saja. Meskipun hanya bermodalkan hal tersebut, Daro adalah seorang yang pemberani dan keras kepala, Daro tetap bertahan untuk mencintai Karaeng Asmi.
Meskipun Daro mengetahui bahwa cintanya tabu, Daro tetap mengusahakan cintanya. Karena perbedaan status sosial yang bertolak belakang, Daro tergoda melakukan apa pun untuk mendapatkan keinginannya. Ia mulai melakukan hal-hal yang amat jarang ia lakukan seperti sholat selain sholat Jumat, berdoa selepas sholat hingga melaksanakan sholat 2 kali dalam sehari.Â
Daro memulai cintanya dengan pergi menemui Amma' Hatik, seorang nenek tua yang berada pada kampung Ganting, salah satu kampung di desa Kindang. Â Daro rela berjalan selama kurang lebih satu setengah kilo jauhnya. Disana, ia meminta bantuan dari Amma' Hatik untuk membantu kisah percintaannya. Sebelum diberikan saran oleh Amma' Hatik, Daro sudah diperingati oleh Amma' Hatik bahwa cintanya sangat beresiko, karena ia telah mencintai keturunan Karaeng.Â
Setelah mendapat bantuan dari Amma' Hatik, Daro mulai mendekati Karaeng Asmi. Saat acara nongkrong biasa yang dilakukan oleh Daro dan teman- temannya, ia mengikuti saran dari Amma' Hatik untuk menyemburkan asap rokok pada Karaeng Asmi. Saat malam setelah kejadian tersebut, Karaeng Asmi merasakan getaran cinta pada  Daro yang membuatnya bermimpi seolah-olah ia sedang jalan-jalan bersama Daro menuju salah satu tempat wisata disana.Â
Beberapa hari kemudian, Daro mulai menyadari bahwa Karaeng Asmi juga merasakan getaran cinta padanya. Ia kemudian menitipkan sehelai surat kepada temannya untuk diberikan kepada Karaeng Asmi. Surat itu berisi pernyataan cinta dari Daro untuk Karaeng Asmi.Â
Karaeng Asmi yang membaca surat itupun membalas memberikan surat kepada Daro dengan isi "Daro, saya juga merasakan hal yang sama, Tertanda Karaeng asmi". Setelah mereka saling mengungkapkan perasaannya satu sama lain, mereka mulai untuk menjalin hubungan secara diam-diam.
Keluarga Karaeng menjadi sangat curiga terhadap mereka setelah mereka menjalani kasih sembunyi-sembunyi selama tiga bulan. Keluarga Karaeng tidak setuju dan saudara-saudaranya marah ketika mereka mengetahui hubungan Daro dan Karaeng Asmi. Mereka dapat membunuh Daro dengan menggunakan siri' na pecce, jika saja Istri Karaeng Bahri dan Timan tidak bertindak.Â
Namun, puluhan orang berkumpul di rumah Puang Hadasan bersama Karaeng Anton.Karaeng Anton menantang Daro untuk menyelesaikan masalah ini secara jantan, sementara Daro melarikan diri hanya dengan pakaian yang ia kenakan. Ia berjalan ke arah Barat, ke Dusun Sapayya, dan melalui hutan di belakang rumahnya. Karaeng Anton memerintahkan pasukan masuk untuk menyelidiki rumah Puang Hadasan karena tidak ada tanggapan dari dalam.
Kisah cinta mereka berakhir dengan tragis dan menyakitkan. Karaeng Asmi mendengar bahwa Daro dipenjara karena membunuh orang di Kolaka.Â
Beritanya mengatakan bahwa dia sangat stress karena harus meninggalkan Desa tempat dia dibesarkan dan cintanya bersemi. Karena berita itu, Karaeng Asmi memutuskan untuk meminum racun. Daro dan Karaeng Asmi hanya bisa berharap bahwa cinta Tuhan akan dipertemukan di akhirat. Sehingga adat buatan manusia tidak merusak cintanya.
Kita dapat mengambil kesimpulan bahwa kita tidak boleh melanggar aturan agama dan tradisi yang telah dibuat oleh leluhur kita. Namun, itu didasarkan pada cinta karena cinta tidak boleh diperoleh dengan cara yang salah. Pada dasarnya Karaeng Asmi tidak memiliki perasaan kepada Daro karena sifatnya yang lucu merusak kehendaknya. Sifat daro yang terlalu keras kepala menyebabkan orang tuanya malu dan diusir dari kampungnya sendiri. Kita harus menyadari bahwa sesuatu yang dipaksakan akan berdampak negatif baik pada diri kita sendiri maupun pada orang-orang di sekitar kita.
Novel "Cinta Anak Karaeng" membahas tema-tema yang universal dan relevan bagi pembaca dari berbagai latar belakang budaya, meskipun mengambil latar belakang budaya Bulukumba.Â
Kisah cinta yang penuh dengan pertengkaran dan masalah, usaha individu untuk mencapai kebaghagiaan mereka sendiri, dan konflik antara modernitas dan tradisi. Setiap orang dapat memahami topik-topik ini. Oleh karena itu, novel ini mencerminkan tidak hanya budaya Bulukumba tetapi juga manusia pada umumnya yang menghadapi konflik yang serupa dalam hidup mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H