Mohon tunggu...
Lutfi Nasution
Lutfi Nasution Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis Amatiran Ndeso

Biasa aja ... Masih Belajar dan Terus Belajar.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Politik Gincu Vs Politik Garam Versi Ketum PAN

12 Januari 2020   20:35 Diperbarui: 12 Januari 2020   20:40 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jadi, jika ada analisis/ pakar/ tim buzzer yang menyatakan bahwa pidato ZH adalah bagian dari deideologisasi parpol, berarti dia kurang bergaul, kurang baca Undang-undang, dan kurang ngopi, hihihi..

Karena konsep politik Islam Garam tidak ada hubungannya dengan proses deideologisasi parpol, maka otomatis tidak ada kaitannya dengan identifikasi partai (party ID).

Politik Islam Garam itu bagian dari strategi perjuangan menegakkan Islam sebagai value dalam kehidupan masyarakat dan bangsa secara substantif, tidak formalis, tidak simbolik. Karena PAN itu di AD ART nya bukan berideologi Islam. 

Tapi berdasarkan Pancasila/ nasional, dan berasaskan ahlak politik berdasarkan agama yang membawa rahmat bagi sekalian alam/ relijius. Jadi, PAN itu berideologi nasionalis-relijius.

Party ID itu harus bersumber dari ideologi partai. Lalu dibuat perencanaan dan program untuk mempengaruhi perilaku pemilih. Termasuk bagaimana caranya agar program partai dapat mengakomodasi pemilih yang masuk ceruk politik identitas.

Soal PKB yang menggunakan politik identitas, soal PKS yang mendapatkan hadiah cottail effect pilpres, itu adalah bagian dari strategi politik masing-masing partai. 

Makanya, ketika ZH sebagai ketua umum sering "tidak bisa maksimal memainkan strategi politik", karena persoalan internal. itu membawa akibat telah merusak strategi perjuangan politik.

Itu jujur harus dikatakan. Tidak boleh ditutupi.

Cukup sekian ya.
Nanti disambung lagi.
Saleum..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun